Beberapa hari ini kita disuguhkan oleh banyak berita kekerasan. Baik kekerasan di dalam rumah tangga maupun kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Sebagai masyarakat sebangsa dan setanah air, kita tentu saja menolak segala bentuk tindak kekerasan karena mencederai hak asasi seseorang (korban).Â
Dalam tulisan ini, penulis fokus pada tindakan kekerasan di sekolah. Namun, sebelum itu, penulis perlu menceritakan sekilas pengalaman masa lalu kepada pembaca.Â
Ketika saya masih berada di bangku pendidikan dasar (SD),  saya kerapkali ditampar dan bahkan ditendang oleh bapa/ibu guru lantaran melakukan pelanggaran tertentu. Misalnya telat datang  sekolah, brantem dengan teman, tidak kosentrasi dalam proses belajar, dll.Â
Setelah menerima tindakan kekerasan tersebut, saya tidak melaporkannya kepada orang tua. Sebab, kalau dilapor---bukannya orang tua membela---tapi malah ditampar lagi, parah bukan? Namun, saya juga sadar bahwa reward and punisment adalah salah metode yang dipakai oleh guru dalam mendidik.
Pengalaman penulis di atas, sangat berbeda dengan anak-anak jaman sekarang. Anak didik sekarang suka memberitahukan kepada orang tua segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekolah.Â
Apalagi kalau terjadi tindakan kekerasan. Jangankan dipukul, dibentak saja sama guru langsung diinformasikan kepada orang tua. Persoalannya, kadang orang tua menelan secara mentah laporan yang dinarasikan oleh anaknya.
Fakta di atas tentu saja mempengaruhi mental dan karakter anak. Dampak lanjutannya, anak-anak bisa saja melakukan pelanggaran serupa, sebab di dalam benaknya terbersit pikiran bahwa dia akan selalu dibela sama orang tua manakala diberi sanksi sama gurunya. Â
Padahal, sanksi itu wajib diberikan oleh guru dalam rangka membentuk karakter peserta didik. Sehingga ketika mereka sudah menyelesaikan pendidikan dan terjun ke dalam lingkungan masyarakat, mereka dapat menjadi generasi yang berkualitas.
Mengapa Guru Melakukan Tindakan Kekerasan?
Bapak/ibu guru adalah manusia biasa yang tak luput dari kejahatan. Mereka memiliki kesabaran yang tinggi, kendati ada pula yang temperamen dan emosinal. Oleh sebab itu, peserta didik perlu mengenal karakter gurunya. Kalau guru memberikan peringatan, anak didik mestinya berpikir dua kali sebelum mengulangi kesalahan yang sama.Â
Sebab, kadang-kadang tindakan kekerasan terjadi karena guru tersebut tak dapat mengendalikan emosi saat mengajar, atau mungkin juga karena kesel melihat anak-anak yang telat ke sekolah.Â