Hari ini, bukan eranya lagi membanding-bandingkan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya. Saat ini, kalau kita bicara soal idiologi misalnya, hampir kita sudah tidak bisa mebedakan antara satu organisasi dengan yang lainnya. Kecuali perbedaan simbol, lambang dan bendera. Jadi, apapun jenis OKPnya yang penting adalah kiprahnya untuk umat dan bangsa.
Pada setiap acara perkaderan HMI saat menjadi pemateri, saya sering menyampaikan dan mengenalkan OKP selain HMI. Saya mengenalkan PMI, IMM, GMNI, PMKRI, HIMMAH dan OKP lainnya. Bukan untuk menbandingkan, tetapi sebagai pengetahuan dan meberikan pemahaman bagi kader tentang keberadaan organisasi sehinga mereka bisa berpikir inklusif.
Kembali ke soal Muktamar NU, ternyata opini-opini yang berkembang jelang Muktamar tidak mempengaruhi apa-apa. Buktinya Gus Yahya tetap menjadi calon dan bahkan meraih suara terbanyak mengungguli KH. Said Aqil Siradj. Raihan suaranya sangat telak dengan 337 suara dibanding  210 suara.
Dengan raihan suara tersebut, Gus Yahya terpilih menjadi Ketua umum PB NU Masa Khidmat 2021-2026. Setelah menjadi Ketua Umum PB NU, maka otomatis, Dia bukan saja milik HMI, bukan milik NU tapi Dia adalah milik umat dan bangsa Indonesia. Sehingga tidak perlu lagi di labeli dengan atribut-atribut asal OKP, asal kampus, asal daerah dan lain sebagainya.
Bicara tentang Gus Yahya, ada dua hal yang menarik perhatian saya saat Mukatamar. Pertama, adabnya. Sesaat setelah perolehan suaranya unggul. Dia Datang memeluk dan mencium tangan Yai Siradj. Sungguh prilaku yang beradab dan terpuji dari seorang yang lebih muda kepada yang tua ditengah tensi politik Muktamar yang tinggi.
Kedua, komitmen menjauhkan  PB NU dari politik praktis. Jauh-jauh hari melalui media Gus Yahya mewarning "Jangan ada calon Presiden dan Wakil Presiden dari PBNU". Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap perhelatan Pemilu Pilpres, figur Ketua Umum PB NU selalu "seksi" secara politis untuk menjadi calon atau dicalonkan.
Terakhir, kita masih ingat bagaimana proses terpilihnya KH. Ma'ruf Amin yang merupakan Rais Aam PB NU menjadi calon Wakil Presiden Jokowi pada Pemilu 2019 yang penuh drama dan intrik di dalam tubuh NU sebagaimana diceritakan oleh Mahfud MD di acara ILC pada 14 Agustus 2018.
Berharap di kepemimpinan Gus Yahya, NU dijauhkan dari politik praktis kekuasaan. Kalaupun berpolitik, maka politiknya adalah politik keumatan dan kebangsaan. Selamat mengemban amanah Gus Yahya, kader umat dan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H