Mohon tunggu...
Suherman
Suherman Mohon Tunggu... Lainnya - Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Rakyat Biasa yang Hobi Membaca dan Menngamati Setelah itu Melawan Arus.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Marhaban ya Ramadhan: 26 Hari Lagi Menuju Bulan Penuh Berkah

3 Februari 2025   17:41 Diperbarui: 3 Februari 2025   17:41 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Alquran & Kurma (Sumber: https://unsplash.com/@masjidmpd)

Tak terasa, sebentar lagi kita akan menyambut bulan suci Ramadhan. Suasana khas yang penuh kekhusyukan, semangat kebersamaan, dan perubahan ritme kehidupan mulai terasa. Tapi, di balik segala kemeriahan dan nuansa religiusnya, ada banyak hal yang jarang kita sadari.

Ramadhan: Antara Spiritualitas dan Perputaran Ekonomi

Banyak yang membayangkan Ramadhan sebagai bulan penuh ketenangan dan refleksi, tapi kenyataannya justru menjadi bulan dengan perputaran ekonomi yang luar biasa. Konsumsi rumah tangga meningkat tajam, harga bahan pokok naik, dan masyarakat tiba-tiba menjadi lebih konsumtif. Ironis, bukan? Padahal, bulan ini mestinya mengajarkan kita untuk menahan diri.

Coba lihat di sekitar. Warung makan, toko kelontong, hingga minimarket mulai ramai pembeli. Industri makanan dan minuman laris manis, bisnis pakaian dan perlengkapan ibadah ikut panen untung menjelang Idul Fitri. Dari sisi ekonomi, ini bagus. Tapi bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, lonjakan harga bisa membuat dompet menipis lebih cepat dari yang diperkirakan.

Apakah memang itu semua makna Ramadhan yang sebenarnya? Baju baru, makanan harus serba enak? Apalagi jika kita perhatikan akhir-akhir Ramadhan yang seharusnya diisi dengan meningkatkan kualitas ibadah, justru banyak umat Muslim yang lebih fokus berburu diskon di pusat perbelanjaan. Sangat bertentangan dengan makna sebenarnya bulan Ramadhan, yaitu memperbanyak ibadah. Sayang banget kan, ketika Allah sedang memberikan obral ampunan dosa, kita malah lebih asyik dengan obral diskon. Belum lagi fenomena hordeng warteg lebih menggoda---Allah menawarkan surga, tapi kita malah memilih warteg. Coba renungkan?

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah).

Bulan ini adalah kesempatan besar bagi kita untuk meraih ampunan dan keselamatan dari api neraka. Sangat disayangkan jika kita melewatkannya begitu saja.

Pola Konsumsi: Hemat atau Malah Boros?

Seharusnya, puasa mengajarkan kita hidup sederhana. Tapi yang terjadi justru sebaliknya---belanja makanan berbuka dan sahur malah lebih banyak dari hari-hari biasa. Kalau biasanya cukup dengan satu lauk, di bulan puasa meja makan mendadak penuh dengan aneka hidangan. Fenomena ini makin terlihat di pasar takjil yang selalu ramai menjelang magrib.

Lapar mata? Sah-sah saja sih, tapi jadi kurang afdol kalau banyak makanan yang akhirnya terbuang percuma karena kita tidak mampu menghabiskannya. Coba saja bayangkan, menahan lapar seharian, tapi saat berbuka minum air segelas saja sudah terasa kenyang. Benar nggak? Belum lagi efek kesehatan yang bisa terganggu akibat pola konsumsi makanan yang berlebihan. Sayang banget kan, jika momen Ramadhan hanya menjadi ajang euforia tanpa makna?

Ramadhan dan Kebiasaan Digital

Selain urusan perut, kebiasaan digital juga berubah selama Ramadhan. Banyak orang lebih sering mencari konten keagamaan, ikut kajian online, atau sekadar mencari inspirasi ibadah. Media sosial pun ramai dengan unggahan bertema Ramadhan, mulai dari tips ibadah hingga resep makanan berbuka.

Tapi ada sisi lainnya. Bukannya memperbanyak ibadah, sebagian orang justru makin sibuk scrolling media sosial atau menonton hiburan sampai larut malam. Padahal, niat awalnya mungkin cuma "sekadar mengisi waktu" setelah tarawih. Akhirnya, waktu tidur berantakan, sahur kesiangan, sholat berjamaah di masjid ditinggalkan, dan energi untuk ibadah jadi berkurang. Sayang banget nggak sih?

Ada satu fenomena lain yang menarik, yaitu ngabuburit. Pasti sudah akrab dong dengan istilah ini? Banyak orang menghabiskan waktu menjelang magrib dengan keluar rumah, memenuhi jalanan, yang akhirnya menyebabkan kemacetan di mana-mana. Padahal, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajarkan bahwa waktu-waktu menjelang berbuka sebaiknya digunakan untuk banyak berdoa.

Beliau bersabda: "Tiga doa yang tidak tertolak: doa orang yang berpuasa hingga ia berbuka, doa pemimpin yang adil, dan doa orang yang terzalimi." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah). Jadi, lebih baik dan bijak kalau kita gunakan waktu menjelang berbuka untuk hal yang lebih positif sesuai anjuran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Kesimpulan: Ramadhan dan Kesadaran Diri

Ramadhan bukan sekadar soal menahan lapar dan dahaga, tapi juga tentang kesadaran diri. Sejauh mana kita bisa mengontrol nafsu, bukan cuma dalam hal makan, tapi juga dalam kebiasaan sehari-hari? Bisa nggak kita lebih bijak dalam belanja? Bisa nggak kita manfaatkan waktu lebih baik untuk ibadah, bukan sekadar hiburan?

Sekarang pertanyaannya, Ramadhan kali ini bakal kita jalani dengan lebih bermakna atau sekadar jadi bulan penuh euforia konsumsi? Pilihannya ada di tangan kita masing-masing.

Sebagai penutup, mari kita renungkan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam: "Sengsaralah seorang hamba yang mendapati Ramadan dan meninggalkan bulan itu, namun ia tidak diampuni." (HR. Ahmad).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun