Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah berani dengan memperluas peran militer dalam pemerintahan sipil. Kebijakan ini, yang melibatkan militer dalam proyek makanan gratis di sekolah, program pertanian, hingga irigasi, menimbulkan diskusi hangat di berbagai kalangan. Beberapa pihak melihatnya sebagai solusi pragmatis untuk meningkatkan efektivitas kebijakan publik, sementara yang lain khawatir akan kembalinya "dwifungsi ABRI" ala Orde Baru.
Lantas, sejauh mana langkah ini dapat diterima dalam konteks Indonesia yang terus berkembang? Bagaimana kita memastikan bahwa keterlibatan militer tetap berada dalam koridor yang sesuai tanpa mengancam supremasi sipil?
Sejarah dan Konteks Keterlibatan Militer dalam Pemerintahan
Tidak bisa dimungkiri, militer memiliki peran besar dalam sejarah Indonesia. Sejak masa kemerdekaan, TNI (dulu ABRI) bukan hanya bertugas menjaga pertahanan negara, tetapi juga terlibat dalam berbagai aspek pemerintahan. Konsep Dwifungsi ABRI, yang memberi ruang bagi militer untuk memainkan peran dalam politik dan pemerintahan, berlaku selama rezim Orde Baru.
Namun, pascareformasi 1998, Indonesia berusaha memisahkan militer dari ranah sipil guna memperkuat tatanan pemerintahan yang lebih baik. Beberapa kebijakan yang dilakukan, seperti penghapusan keterwakilan militer di parlemen dan pemisahan Polri dari ABRI, bertujuan untuk memastikan supremasi sipil. Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir, keterlibatan militer dalam urusan sipil kembali meningkat, terutama dalam sektor pembangunan dan penanganan bencana.
Menurut laporan Reuters (2025), Prabowo telah mengajukan legislasi yang memungkinkan perwira militer aktif menduduki jabatan-jabatan sipil senior. Ini mengundang pertanyaan serius: apakah Indonesia sedang kembali ke masa lalu, atau justru sedang mencari model baru dalam tata kelola negara?
Pro dan Kontra Keterlibatan Militer
Kebijakan ini menuai beragam reaksi dari berbagai kalangan.
Argumen Pendukung
- Efisiensi dan Disiplin: Militer dikenal memiliki struktur yang jelas, disiplin tinggi, dan eksekusi program yang cepat. Dengan tantangan besar seperti ketahanan pangan dan pendidikan, pendekatan ini bisa mempercepat realisasi program-program pemerintah.
- Stabilitas dan Keamanan: Di tengah dinamika politik global dan ancaman geopolitik, memperkuat peran militer dalam sektor strategis dianggap mampu meningkatkan stabilitas nasional.
- Peran di Negara Lain: Beberapa negara, seperti Thailand dan Mesir, juga memberikan ruang bagi militer dalam pemerintahan. Meski memiliki perdebatan tersendiri, model ini menunjukkan bahwa ada berbagai pendekatan dalam hubungan sipil-militer.
Argumen Penentang
- Ancaman terhadap Tata Kelola Pemerintahan: Sejumlah pakar, seperti Edward Aspinall dan Marcus Mietzner dalam bukunya Indonesian Politics and Society, menekankan bahwa sistem pemerintahan Indonesia masih berkembang. Kembalinya militer ke ranah sipil bisa melemahkan supremasi sipil yang diperjuangkan pascareformasi.
- Minimnya Akuntabilitas: Militer memiliki sistem komando tersendiri yang berbeda dari birokrasi sipil. Jika tidak diawasi dengan ketat, bisa muncul penyalahgunaan wewenang yang sulit dikontrol oleh lembaga-lembaga pengawas.
- Precedent Berbahaya: Jika langkah ini diterima tanpa batasan yang jelas, maka bisa menjadi preseden bagi keterlibatan lebih luas di masa depan, termasuk dalam ranah politik praktis.