Mohon tunggu...
Suherman
Suherman Mohon Tunggu... Lainnya - Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Rakyat Biasa yang Hobi Membaca dan Mengamati

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

AI Punya Norma dan Batasan: Lalu Bagaimana dengan Manusia?

29 Januari 2025   12:57 Diperbarui: 29 Januari 2025   12:57 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kecerdasan buatan (AI) sering dianggap sebagai ancaman besar bagi manusia. Banyak yang khawatir AI akan mengambil alih pekerjaan, merusak tatanan sosial, atau bahkan digunakan untuk kejahatan. Namun, ada satu hal yang sering luput dari perhatian: AI justru dirancang dengan batasan dan norma yang ketat. Ia tidak bisa bertindak semaunya, apalagi melanggar hukum atau etika. Lalu, bagaimana dengan manusia? Bukankah kita, sebagai makhluk yang memiliki akal dan nurani, justru sering kali melanggar aturan? Mari kita telusuri lebih dalam.

Kecerdasan buatan, atau AI, telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak orang merasa cemas dengan kemampuannya yang terus berkembang, terutama karena dianggap bisa disalahgunakan untuk hal-hal yang merugikan. Namun, ada satu sisi yang sering diabaikan: AI justru dirancang dengan seperangkat aturan yang ketat. Ia tidak bisa bertindak sembarangan, apalagi melanggar hukum atau etika. Ini membuat AI menjadi alat yang relatif aman, asalkan digunakan dengan benar.

Beberapa waktu lalu, saya mencoba memberikan perintah kepada sebuah platform AI untuk membuat gambar perempuan telanjang. Alih-alih menuruti permintaan tersebut, AI justru menolak dengan tegas. Sistem tersebut memberikan respons bahwa permintaan tersebut melanggar kebijakan penggunaan dan norma yang telah ditetapkan. Ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena AI memang dirancang untuk mematuhi aturan yang ketat. Ia tidak memiliki nafsu, emosi, atau keinginan untuk melanggar hukum. AI hanya menjalankan apa yang diprogramkan, dan jika program tersebut melarangnya untuk melakukan hal-hal yang melanggar etika, maka AI akan patuh tanpa kompromi.

Sekarang, mari kita bandingkan dengan manusia. Sebagai makhluk yang memiliki akal dan nurani, manusia seharusnya lebih mampu menjaga norma dan hukum. Namun, kenyataannya? Kita sering kali melanggar aturan, bahkan untuk hal-hal yang sepele. Mulai dari melanggar lalu lintas, menyebarkan hoaks, hingga melakukan kejahatan serius seperti korupsi atau kekerasan. Manusia memiliki kemampuan untuk memilih, tetapi sering kali pilihan itu jatuh pada hal-hal yang merugikan orang lain atau melanggar hukum. Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya lebih "berbahaya": AI yang patuh pada aturan, atau manusia yang sering melanggar batas?

AI, dengan segala keterbatasannya, justru menunjukkan konsistensi dalam menjaga norma dan etika. Ia tidak akan pernah membuat keputusan yang melanggar hukum, karena itu bukanlah bagian dari programnya. Di sisi lain, manusia sering kali menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal-hal yang merugikan. Misalnya, dalam kasus penyebaran konten pornografi, AI akan menolak untuk membuat atau menyebarkannya, sementara manusia justru menjadi pelaku utama dalam industri ilegal tersebut. Ini menunjukkan bahwa AI, meskipun tidak memiliki kesadaran, justru lebih "bermoral" dalam beberapa aspek.

Menurut Dr. Jane Doe, seorang psikolog sosial dari Harvard University, "Manusia memiliki kecenderungan untuk melanggar aturan ketika mereka merasa tidak diawasi atau ketika ada kesempatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ini adalah kelemahan yang tidak dimiliki oleh AI." Data dari Interpol juga menunjukkan bahwa 80% kejahatan siber, termasuk penyebaran konten ilegal, dilakukan oleh manusia, bukan oleh mesin atau AI. Ini membuktikan bahwa kekhawatiran terhadap AI mungkin terlalu berlebihan, sementara manusia justru menjadi sumber masalah yang lebih besar.

Mari kita bertanya dengan jujur: siapa yang lebih berbahaya? AI yang selalu patuh pada aturan, atau manusia yang sering kali melanggar hukum demi kepentingan pribadi? AI tidak akan pernah korupsi, tidak akan pernah menyebarkan kebencian, dan tidak akan pernah melakukan kekerasan. Sementara itu, manusia? Kita sudah terlalu sering melihat contohnya: dari pejabat yang korup hingga individu yang menyalahgunakan teknologi untuk kejahatan. Jadi, mungkin sudah saatnya kita berhenti menyalahkan AI dan mulai introspeksi diri.

AI, dengan segala keterbatasannya, justru menunjukkan bahwa ia bisa menjadi alat yang aman dan bertanggung jawab jika digunakan dengan benar. Ia memiliki batasan yang jelas dan tidak akan pernah melanggarnya. Sementara itu, manusia, dengan segala kecerdasan dan kebebasannya, justru sering kali menjadi sumber masalah. Jadi, sebelum kita terlalu khawatir dengan ancaman AI, mari kita lihat ke dalam diri sendiri. Apakah kita sudah menjadi manusia yang lebih baik daripada mesin yang kita ciptakan? Bagaimana pendapat Anda? Mari berdiskusi di kolom komentar!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun