Kedua, sebagai anggota DPR RI, Uya Kuya perlu menunjukkan kepemimpinan yang berakar pada empati dan tanggung jawab sosial. Setiap tindakan di mata publik akan membentuk persepsi tentang kredibilitas dan kapabilitasnya.
Terakhir, kita sebagai masyarakat digital juga memiliki peran. Dukungan terhadap narasi yang membangun harus diutamakan daripada memperbesar kontroversi. Kritik yang disampaikan juga harus diiringi harapan agar figur publik menggunakan platform mereka untuk hal-hal yang lebih bermakna.
Kesimpulan: Konten, Etika, dan Tanggung Jawab Publik
Insiden ini seharusnya menjadi momen refleksi, tidak hanya bagi Uya Kuya tetapi juga bagi kita semua sebagai konsumen media. Dalam dunia yang semakin haus akan perhatian, apakah kita rela mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan demi likes dan shares?
Jika Uya Kuya ingin terus relevan, baik sebagai figur publik maupun sebagai anggota DPR RI, ia harus mulai melihat melampaui sekadar konten. Membangun narasi yang bermakna, menunjukkan empati, dan memahami konteks sosial adalah kunci untuk tetap dihormati, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di panggung global.
Saatnya kita bertanya: Apakah popularitas benar-benar layak diperjuangkan jika itu mengorbankan rasa hormat dan kemanusiaan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H