Mohon tunggu...
Suhendrik N.A
Suhendrik N.A Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Menulis seputar Refleksi | Opini | Puisi | Lifestyle | Filsafat dst...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gen Z dan Mental Health: Seni Tetap Waras di Era Serba Cepat

14 Januari 2025   16:48 Diperbarui: 14 Januari 2025   16:48 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menjadi Mental Health (Pexels/Monstera Production)

Di dunia yang serba cepat ini, Gen Z hidup dalam pusaran tekanan yang datang dari segala arah. Media sosial sendiri menghidangkan pencapaian-pencapaian orang lain di layar ponsel kita yang semakin hari semakin canggih, mulai dari pencapaian akademis maupun pencapaian karir yang semakin hari juga semakin menekan, belum lagi tuntutan untuk selalu terlihat "Baik-baik saja" di tengah gempuran berbagai ekspetasi dari kanan dan kiri. Tapi bagaimana caranya tetap waras di tengah itu semua? Ini bukan hanya tentang bertahan hidup, melainkan sebuah seni untuk merawat diri di era yang terkadang terasa terlalu bising dan gaduh.

Tekanan yang Tak Terlihat, Tapi Terasa Berat.

Media sosial yang cenderung menjadi panggung meriah dan mewah yang memaksa kita untuk selalu tampil dengan sempurna. Postingan tentang karir yang semakin gemilang, liburan mewah dengan pemandangan yang menakjubkan, atau padangan romantic yang setiap pagi menyiapkan sarapan sederhana namun berkesan, sering kali membuat kita bertanya-tanya: "Kenapa si hidup gue nggak sebagus mereka?" Sayangnya, tidak banyak yang menyadari bahwa apayang kita lihat selama ini hanyalah potongan puzzle terkecil dari kenyataan yang sebenarnya. Di balik layar itu, semua orang juga sedang berjuang dengan struglenya masing-masing__ Mungkin sama beratnya yang sedang kita alamai (mungkin ya, heheh)

Tapi tekanan ini bukan berhenti di situ saja. Tekanan juga terlahir dari pertanyaan-pertanyaan lainya seperti: "Kapan Lulus?" , "Kerja di mana?", atau "Udah nikah belum?", "Udah Punya anak berapa?" dan sebagainya yang datang baik dari keluarga dekat maupun tetangga dan teman disekitar kita, bahkan sampai orang yang baru kita temui di warung kopi sebagai basa-basi pembuka percakapan. Dari sini juga menimbulkan sebuah kesan bahwa kehidupan yang kita jalani seperti sebuah perlombaan yang tidak pernah ada habisnya, bahkan lebih buruknya ialah: Kita tidak tahu sedang berlomba dengan siapa.

Berhenti Sebentar Bukan Berarti Kalah.

Terkadang, yang sebenarnya kita butuhkan ialah jeda rehat sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan ini. Dunia tidak akan runtuh jikalau kita berhenti sejenak menarik napas sambil menyeruput kopi hitam pahit di pinggir jalan sambil menikmati hiruk-pikuk jalananan yang terus berjalan tanpa ada perlawanan. Matikan notifikasi ponsel pintarmu, tarik selimut, dan biarkan dirimu beristirahat sejenak tanpa rasa bersalah. Hidup ini bukanlah tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi ini semua tentanglah siapa yang paling bisa menikmati perjalanan hidupnya.

Jangan Lupa Bicara, Meski Berat.

Salah satu kesalah terbesar yang kita alami ialah tentang menganggap kita bisa menghadapi semuanya sendirian. Kita sering lupa bahwa sejatinya manusia ialah makluk sosial, jadi jika kamu mulai merasalelah, berbicaralah dengan seseorang yang kamu percayai bisa sangat membantu dalam melepaskan keluh kesah yang tengah kamu hadapi. Jika perlu juga carilah bantuan professional, jika kamu merasa tidak ada teman yang dapat diajak berbagi cerita dengan mu. Berbagi cerita itu bukanlah tanda bahwa kamu lemah, melainkan suatu keharusnya, karena kita perlu untuk mengeluarkan segala keresahan yang ada di kepala kita. Satu hal lagi, selalu ingat bahwa ketika kita berbicara dengan tenaga ahli atau professional yakni psikolog itu bukan berarti kita lemah dan tak perlu takut dicap ini dan itu, karena ini merupakan suatu langkah yang bijak dalam merawat diri.

Ritual Kecil yang Membawa Kebahagiaan.

Tidak semua masalah memiliki solusi yang rumit dan melelahkan. Terkadang, hal-hal kecil juga dapat memberikan jawaban dan memberikan perasaan lega yang besar juga. Seperti berkumpul dengan teman-teman lama menghabiskan malam bercerita kesana-kemari, atau mungkin dengan menikmati kopi hitam pahit di penghujung malam sambil menertawakan segala hal yang telah kita lalui seharian dengan ditemani lagu favorit kita, atau juga mencatat tiga hal sederhana yang bisa kita syukuri hari ini merupakan sebuah pelarian kecil untuk kita dalam menghadapi kerasanya dunia ini. Ritual-ritual sederhanai ini juga bukan hanya sebagai pelarian semata, namun merupakan salah satu cara untuk kita dapat berkoneksi dengan diri sendiri dan mulai memahami apa yang sebenarnya kita butuhkan dalam kehidupan ini. Menyadari diri sendiri dan berkoneksi dengan lurus merupakan salah satu rangkaian untuk kita dapat berdamai dengan diri kita sendiri.

Berhenti Meromantisasi Kesedihan.

Ada sebuah trend yang tengah marak di kalangan anak muda saat ini: meromantisasi rasa sakit dan kesedihan, seolah-olah itu membuat hidup lebih "Puitis, Romantis, dan Dramatis." Padahal rasa sakit meruapan sesuatu yang nyata dan harus ditangani dengan serius. Kesedihan sendiri bukanlah sebuah estetika: ini merupakan sebuah panggilan untuk mencari bantuan dan menemukan jalan keluar.

Membangun Komunitas yang Sehat.

Gen Z yang kita ketahui merupakan generasi yang melek akan sosial media dan teknologi, akan tetapi terkadang mereka sering lupa akan pentingnya membangun hubungan yang benar-benar sehat. Maka, carilah orang-orang yang mendukungmu, bukan yang hanya menghakimi atau malah membuatmu merasa kurang nyaman. Jika lingkunganmu toksik, jangan takut untuk mrmbuat jarak, tidak ada yang lebih penting selain kesehatan mental mu sendiri. Tapi perlu diingat juga, sebenarnya siapa yang membuat lingkungan ini tidak sehat, apakah dari ekternal diri kita, atau malah diri kita sendiri yang membuat lingkungan tersebut tidak sehat dan nyaman untuk diri kita.

Hidup Bukan Tentang Pembuktian Diri.

 Pada akhirnya, hidup ini bukanlah tentang pembuktian siapa kita kepada orang lain. Hidup merupakan tentang menemukan apa yang membuat kita benar-benar bahagia, meski itu berarti melawan arus. Tidak apa-apa jika jalan yang kau tempuh berbeda dengan orang lain, yang penting itu merupakan jalan yang kamu pilih sendiri dan bukan hasil dari interupsi orang lain.

Jadi, di tengah-tengah hiruk-pikuk ini, ingatlah untuk selalu memberikan ruang untuk dirimu sendiri. Kamu berhak untuk bahagia, berhak untuk beristirahatm dan berhak untuk hidup tanpa tekanan dari ekspetasi orang lain. Karena pada akhirnya, seni untuk tetap waras nukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang menerima diri sendiri apa adanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun