Mohon tunggu...
Suhendrik N.A
Suhendrik N.A Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Menulis seputar Refleksi | Opini | Puisi | Lifestyle | Filsafat dst...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Jadi Dewasa Itu Membosankan dan Monoton?

2 Januari 2025   21:32 Diperbarui: 2 Januari 2025   21:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi meja kerja (Pexels/Ylanite Koppens)

Jadi dewasa sering dibilang serba monoton. Bangun pagi, kerja, pulang, tidur, ulangi lagi. Kalau dipikir-pikir, rasanya kayak hidup di mesin otomatis. Tapi benarkah jadi dewasa sebosan itu? Atau jangan-jangan, kita cuma terlalu serius melihat hidup? Yuk, kita bahas lebih santai.

Rutinitas: Teman atau Musuh?

Rutinitas itu seperti pisau bermata dua. Kadang bikin kita nyaman, tapi nggak jarang juga terasa menyesakkan. Kierkegaard, seorang filsuf eksistensialis, bilang kebosanan itu akar dari semua masalah. Tapi dia juga menegaskan, kebosanan adalah saat kita sadar kalau hidup ini butuh lebih dari sekadar "ngikutin alur." Jadi, kalau hidup terasa monoton, mungkin itu sinyal kalau kita perlu berhenti sejenak dan bertanya, "Apa gue benar-benar menikmati ini?"

Sebenarnya, rutinitas nggak sepenuhnya buruk. Yang bikin bosan itu bukan rutinitasnya, tapi cara kita menjalani. Misalnya, kerja memang bagian dari tanggung jawab, tapi siapa bilang nggak bisa diselingi hal-hal kecil yang bikin hati senang? Nikmati kopi pagi sebelum kerja, pasang playlist favorit di jalan, atau coba ngobrol hal seru sama rekan kerja. Hal-hal kecil kayak gini bisa bikin rutinitas terasa lebih hidup.

Monoton atau Pilihan?

Nietzsche pernah menyuruh kita membayangkan: gimana kalau semua yang kita lakuin sekarang bakal keulang terus-menerus, selamanya? Kalau hidup lo sekarang terasa membosankan, gimana rasanya kalau itu jadi "forever"? Ini bikin kita mikir: apakah masalahnya ada di hidup kita, atau di cara kita menikmatinya?

Monoton itu sebenarnya pilihan. Lo bisa tetap menjalani rutinitas yang sama, tapi dengan perspektif yang beda. Misalnya, perjalanan pulang kerja yang biasa aja bisa berubah jadi momen refleksi diri. Tagihan yang bikin stres juga bisa lo anggap sebagai bukti kalau lo berhasil bertahan dan mandiri. Perspektif itu segalanya.

Dewasa: Bebas Tapi Terikat

Banyak orang merasa dewasa itu kehilangan kebebasan. Anak-anak bebas bermain, remaja bebas mencoba banyak hal, tapi dewasa? Terkurung di pekerjaan, tagihan, dan ekspektasi sosial. Tapi, menurut Erich Fromm, kebebasan sejati itu bukan "bebas dari tanggung jawab," tapi kebebasan buat memilih gimana kita menjalani hidup.

Jadi dewasa memang bikin kita terikat pada banyak hal, tapi di balik itu, ada ruang buat memilih. Lo mau kerja keras buat mencapai mimpi, atau santai sambil menikmati perjalanan? Mau mengikuti ekspektasi orang lain, atau menjalani hidup versi lo sendiri? Semua keputusan ada di tangan lo, dan itulah yang bikin fase dewasa ini unik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun