Mohon tunggu...
Suhendrik N.A
Suhendrik N.A Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Menulis seputar Refleksi | Opini | Puisi | Lifestyle | Filsafat dst...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antara Tanggung Jawab dan Kenyataan, Siapa Peduli dengan Mental Guru?

6 November 2024   02:27 Diperbarui: 8 November 2024   13:26 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi jarang dibahas betapa berat beban yang mereka pikul setiap harinya. 

Di tengah tuntutan untuk memastikan anak didiknya berkembang secara akademis dan mental, para guru menghadapi ekspektasi tinggi dari berbagai pihak: sekolah, orang tua, masyarakat, dan bahkan negara. 

Satu hal yang sering terlupakan adalah bahwa guru juga manusia, yang memiliki emosi, kekuatan, dan keterbatasan. 

Ironisnya, ketika mental anak didik menjadi prioritas yang dijaga dengan penuh hati-hati, siapa yang menjaga mental guru, yang kadang justru dirusak oleh anak-anak didiknya sendiri?

Masyarakat kerap menganggap bahwa guru harus memiliki kesabaran tanpa batas, kemampuan untuk selalu tersenyum meski keadaan sedang tidak baik, dan ketahanan mental yang kuat. 

Anak didik adalah amanah, begitu kata banyak orang. Ketika seorang siswa mengalami masalah, guru dituntut untuk hadir dan menjadi pendengar yang baik, memberikan bimbingan, dan memastikan anak tersebut merasa didukung. 

Namun, di balik senyum dan usaha itu, guru sering kali menyembunyikan perasaan lelah, tekanan batin, dan frustrasi yang datang dari interaksi sehari-hari yang tidak selalu menyenangkan.

Kenyataannya, tidak semua anak didik memiliki sikap yang mudah dihadapi. Beberapa di antaranya memiliki latar belakang keluarga yang bermasalah, menghadapi tekanan sosial, atau sekadar dalam fase pemberontakan usia muda. 

Ilustrasi Guru (Pexels: Max Fischer)
Ilustrasi Guru (Pexels: Max Fischer)

Di sini, guru menjadi pihak yang kerap menerima dampak langsung dari emosi dan sikap negatif tersebut. Makian, sindiran, bahkan aksi tak hormat sering kali dihadapi dengan senyum getir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun