Mohon tunggu...
Suhendrik N.A
Suhendrik N.A Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Menulis seputar Refleksi | Opini | Puisi | Lifestyle | Filsafat dst...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahaya Menjadi Pengangguran Bergelar Sarjana di Desa: Tekanan dan Dampak bagi Diri Sendiri

27 Oktober 2024   19:16 Diperbarui: 27 Oktober 2024   20:12 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Menjadi pengangguran di desa, terutama bagi seseorang yang memiliki gelar sarjana, dapat menjadi pengalaman yang penuh tantangan. Dalam masyarakat yang sering mengaitkan pendidikan tinggi dengan kesuksesan, pengangguran membawa dampak yang mendalam. Artikel ini akan membahas tiga aspek utama: tekanan sosial, dampak kesehatan mental, dan hilangnya identitas.

1. Tekanan Sosial dan Stigma

Di desa, lulusan sarjana sering dianggap sebagai harapan untuk kemajuan dan perubahan. Ketika seorang sarjana tidak mendapatkan pekerjaan, tekanan sosial muncul dengan kuat. Stigma terhadap pengangguran sangat terasa, di mana masyarakat cenderung menghakimi individu berdasarkan status pekerjaan mereka. Hal ini menciptakan rasa malu yang mendalam dan membuat pengangguran merasa terasing.

Tekanan ini membuat individu enggan berinteraksi dengan orang lain. Mereka sering kali menghindari pertemuan sosial untuk menghindari pertanyaan yang menyakitkan mengenai status pekerjaan. Rasa terasing dan kesepian ini dapat memperburuk keadaan psikologis mereka, membuat proses pencarian kerja semakin sulit. Lingkungan yang seharusnya mendukung justru menjadi sumber tekanan tambahan.

2. Dampak Kesehatan Mental

Pengangguran yang berkepanjangan membawa dampak signifikan bagi kesehatan mental. Rasa cemas dan depresi adalah dua kondisi yang umum dialami. Tekanan untuk memenuhi ekspektasi masyarakat, ditambah dengan ketidakpastian tentang masa depan, dapat menyebabkan individu merasa putus asa. Banyak lulusan yang mulai meragukan kemampuan dan nilai diri mereka.

Kesehatan mental yang terganggu dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan perubahan suasana hati. Tanpa dukungan yang tepat, masalah ini bisa menjadi lebih serius, mengarah pada kondisi kesehatan mental yang kronis. Hal ini menciptakan siklus di mana pengangguran mempengaruhi kesehatan mental, dan kesehatan mental yang buruk memperburuk peluang untuk mendapatkan pekerjaan.

3. Hilangnya Identitas dan Tujuan

Gelar sarjana sering menjadi bagian penting dari identitas seseorang. Ketika lulusan tidak mendapatkan pekerjaan, mereka dapat mengalami krisis identitas. Pertanyaan seperti "Siapa saya tanpa pekerjaan?" menjadi sangat relevan. Kehilangan tujuan hidup ini dapat mengakibatkan penurunan motivasi untuk melanjutkan pencarian kerja atau pengembangan diri.

Tanpa arah yang jelas, individu mungkin merasa tidak berdaya. Rasa kehilangan ini dapat menghambat upaya mereka untuk mencari peluang baru, dan sering kali mereka terjebak dalam perasaan putus asa. Hal ini sangat merugikan, karena tujuan yang jelas dan motivasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan dalam mencari pekerjaan.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun