Mohon tunggu...
Suhendrik N.A
Suhendrik N.A Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Menulis seputar Refleksi | Opini | Puisi | Lifestyle | Filsafat dst...

Selanjutnya

Tutup

Money

Sejarah dan Dampak Doom Spending di Kalangan Gen-Z

28 September 2024   21:14 Diperbarui: 28 September 2024   21:29 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doom spending adalah perilaku belanja impulsif yang muncul sebagai reaksi terhadap stres atau kecemasan, terutama di kalangan generasi muda. Istilah ini menjadi lebih populer selama pandemi COVID-19, ketika banyak orang merasa terjebak dalam ketidakpastian ekonomi dan emosional. Gen Z, generasi yang tumbuh di tengah era digital, menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terhadap fenomena ini karena pengaruh media sosial dan kemudahan akses belanja online.

Media sosial berperan besar dalam maraknya doom spending. Gen Z, yang secara konstan terhubung ke platform seperti Instagram dan TikTok, terpapar iklan dan konten dari influencer yang mendorong gaya hidup konsumtif. Mereka sering kali merasa terdorong untuk membeli barang-barang yang sedang tren demi menjaga citra atau relevansi sosial. Selain itu, algoritma yang digunakan oleh platform-platform ini secara aktif mempromosikan produk yang sesuai dengan preferensi pengguna, semakin memicu keinginan untuk berbelanja tanpa rencana.

Kemudahan teknologi juga berkontribusi pada fenomena ini. Belanja online menjadi sangat mudah, hanya membutuhkan beberapa klik, dengan berbagai opsi pembayaran yang fleksibel. Diskon besar-besaran dan sistem cicilan membuat pembelian terasa lebih ringan, meskipun pada akhirnya tetap menambah beban keuangan. Pandemi memperburuk kondisi ini, karena banyak Gen Z merasa tertekan oleh ketidakpastian tentang masa depan pendidikan dan pekerjaan mereka. Dalam kondisi ini, belanja sering kali menjadi pelarian cepat untuk meredakan kecemasan, meski efeknya hanya sementara.

Namun, doom spending memiliki dampak yang signifikan bagi Gen Z. Salah satu dampaknya adalah masalah keuangan. Kebiasaan belanja impulsif tanpa perencanaan yang matang bisa membuat banyak orang terjebak dalam utang, terutama jika mereka menggunakan kartu kredit atau pinjaman online. Kurangnya manajemen keuangan di usia muda bisa menghambat kemampuan mereka untuk menabung atau berinvestasi di masa depan.

Selain itu, doom spending juga berpengaruh pada kesehatan mental. Meskipun memberikan kepuasan sesaat, perilaku ini sering kali diikuti oleh penyesalan dan rasa bersalah setelah pembelian. Barang-barang yang dibeli mungkin tidak dibutuhkan, yang justru menambah kecemasan dan memperparah kondisi emosional yang sudah ada. Alhasil, belanja yang awalnya dimaksudkan untuk meredakan stres malah berbalik memperburuk keadaan.

Fenomena ini juga bertentangan dengan nilai-nilai keberlanjutan yang dijunjung tinggi oleh banyak anggota Gen Z. Mereka dikenal peduli pada isu-isu lingkungan dan perubahan iklim, tetapi perilaku doom spending, terutama pada barang-barang seperti fast fashion, justru meningkatkan limbah dan merugikan lingkungan. Ini menciptakan kontradiksi antara keinginan untuk hidup lebih ramah lingkungan dan kebiasaan konsumtif yang tidak terkontrol.

Untuk mengatasi doom spending, penting bagi Gen Z untuk belajar mengelola keuangan dengan lebih bijak. Memahami cara membuat anggaran, mengontrol pengeluaran, dan menabung untuk masa depan adalah langkah penting untuk menghindari kebiasaan belanja yang merugikan. Mengurangi paparan terhadap media sosial atau iklan digital juga bisa membantu menghindari godaan untuk terus berbelanja impulsif. Alternatif lain untuk mengatasi stres, seperti berolahraga, meditasi, atau mengembangkan hobi, juga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada belanja sebagai pelarian emosional.

Secara keseluruhan, doom spending telah menjadi masalah yang signifikan di kalangan Gen Z. Meskipun menawarkan kepuasan sesaat, dampak jangka panjangnya terhadap keuangan, kesehatan mental, dan lingkungan bisa sangat merugikan. Dengan pendekatan yang lebih sadar dan bijak, Gen Z bisa mengatasi kebiasaan ini dan membangun masa depan yang lebih stabil dan seimbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun