Dengan demikian postmodernisme cenderung menghapus adanya status. Sejatinya, postmodernisme menyatakan tidak ada kebenaran yang universal, yang valid untuk semua orang. Postmodernisme mempunyai karakteristik fragmentasi (terpecah-pecah menjadi kecil), tidak menentukan dan sebuah ketidakpercayaan terhadap semua hal yang universal.Â
Dalam narasi postmodernisme juga tidak hanya menekankan Rasio (akal) akan tetapi juga Rasa (nurani) dalam memaparkan kebenaran, menyeimbangkan pengetahuan ilmiah secara lahiriah dan juga batiniah, atau dapat kita jabarkan bahwa ilmu penegatuan tidak melulu tentang apa yang dapat diliahat, dirasakan, oleh indra semata.Â
Akan tetapi dengan Rasa (nurani) jua dalam memahami suatu disiplin ilmu. Tidak hanya ilmu tentang kemanusiaan, sosial, dsb, namun juga ilmu tentang kepercayaan, agama, dsb. Dimana pada masa modernisme berusaha untuk dihapuskan.Â
Kesimpulannya ialah Dalam narasi-narasi yang disajikan pada era Postmodern dijelaskan bahwa Postmodernisme ini lahir atas dasar perbaikan dari masa modernisme, dimana pada era itu banyak sekali cabang ilmu pengetahuan yang berusaha dihapuskan lantaran tidak dapatnya dibuktikan secara empirisme melalu panca indra, sedangkan dalam pemahaman postmodernisme tidak hanya mengedepankan ciri memahami suatu ilmu bukan hanya menggunakan Rasio (akal) Manusia, akan tetapi juga menggunakan Rasa (nurani) manusia. Karena keduanya sangat berkaitan dan berdekatan dalam memahami suatu ilmu. Serta Rasio Manusia ini juga tidak lepas dari pengaruh pergerakan dalam masa Modernisme dan Postmodernisme saling berkaitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H