Hilirisasi Logam Tanah Jarang: Langkah Menuju Kemandirian Ekonomi Nasional
Oleh: Dr.-Ing. Suhendra
Â
Sekitar akhir 2010, saya berkesempatan membawakan presentasi di sebuah Fachtagung (Forum Diskusi Pakar) di Berlin, Jerman, terkait Urban Mining, sebuah konsep inovatif yang berfokus pada penggalian logam strategis dari limbah perkotaan. Forum ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian Ekonomi, akademisi, perusahaan teknologi tinggi, hingga perbankan nasional seperti Commerzbank. Salah satu kajian menarik yang dibahas adalah bagaimana industri Jerman mengatasi krisis kelangkaan bahan baku industri yang bersumber dari logam tanah jarang (rare earth minerals). Pembahasan yang dilakukan begitu intens, mengingat tantangan besar yang dihadapi Jerman sebagai ekonomi terbesar Eropa, yakni stagnasi dan ketergantungan pada impor bahan baku penting seperti tembaga, lithium, dan logam tanah jarang. Padahal, komoditi ini sangat vital bagi berbagai industri strategis nasional. Banyak industri strategis Jerman tergantung dari suplai logam tanah jarang mengingat fungsinya yang vital (lihat gambar 1).
Di forum tersebut, salah satu hal yang mencuri perhatian adalah paparan dari perwakilan Bundesverband der Deutschen Industrie/ Asosiasi Industri Jerman (BDI). Ia menyatakan dengan tegas bahwa ketergantungan Jerman pada Tiongkok untuk bahan baku non-energi kini jauh melampaui ketergantungan mereka sebelumnya pada gas Rusia. Hampir 84% impor logam tanah jarang Jerman berasal dari Tiongkok, menciptakan risiko besar terhadap keberlanjutan industri. Gambar 2 memberikan gambaran peta distribusi penguasaan bahan baku komoditas logam tanah jarang dunia. Dengan posisi Tiongkok sebagai pemain dominan, pembatasan perdagangan atau dinamika geopolitik dapat melumpuhkan rantai pasokan strategis Jerman. Tidak heran, topik ini menjadi pusat perhatian para peserta forum, mulai dari akademisi hingga pelaku industri.
Krisis ini tidak hanya menjadi tantangan Jerman, tetapi juga pelajaran penting bagi Indonesia. Sebagai negara dengan potensi besar dalam cadangan logam tanah jarang, Indonesia berada pada titik strategis untuk mengubah peta ekonomi global. Namun, peluang ini hanya dapat terealisasi dengan langkah strategis dan terencana dari pemerintah, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Potensi Besar Menunggu di IndonesiaÂ
Indonesia memiliki cadangan logam tanah jarang yang tersebar di berbagai wilayah, terutama sebagai mineral ikutan dari penambangan timah di Bangka Belitung dan Kalimantan. Namun, hingga kini, eksploitasi dan pengolahan logam tanah jarang masih berada pada tahap awal. Karenanya, wajar bila catatan tentang cadangan yang ada di Indonesia masih belum memiliki data yang solid. Padahal, permintaan global untuk logam tanah jarang terus meningkat, seiring dengan berkembangnya teknologi masa depan seperti kendaraan listrik, turbin angin, dan perangkat elektronik.
Sebagai pemimpin dengan visi strategis, Presiden Prabowo memiliki peluang besar untuk memimpin transformasi ini. Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya sinergi program kerja dan hilirisasi komoditas untuk masa depan Indonesia. Beliau menyampaikan program kerja yang signifikan, terukur, dan saling bersinergi antara kementerian/lembaga, sesuai dengan arah kebijakan yang disampaikan pada pidato pelantikan di depan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Karenanya, menguatkan industri hulu menuju hilirisasi logam tanah jarang bukan hanya akan memperkuat kemandirian ekonomi Indonesia, tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasokan global. Dalam konteks ini, beberapa langkah strategis dapat diambil.