Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mahkamah Konstitusi Mengingkari Putusannya Sendiri

14 Desember 2022   17:56 Diperbarui: 14 Desember 2022   22:29 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai gambaran atas putusan MK yang menguatkan sekaligus mengalami ketidakpastian dengan keputusan sebelumnya ialah soal mantan Terpidana menjadi Cakada dan / atau Caleg dalam berbagai putusan MK, baik yang ditolak maupun yang diterima sebagian oleh Hakim Konstitusi.

Putusan MK Nomor 81/PUU-XVI/2018 menolak petitum pemohon yang menyatakan agar "frase kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada public bahwa yang bersangkutan mantan terpidana" sesuai bunyi pasal 182 huruf g Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang dimaknai mencakup mantan terpidana korupsi." oleh MK. Sehingga secara normatif putusan tersebut telah memberikan yurisprudensi peradilan. 

Demikian halnya dengan putusan Nomor 83/PUU-XVI/2019 dimana Hakim telah menolak petitum pemohon yang menyatakan bahwa pasal 240 ayat (1) huruf (g) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum agar dinyatakan bertentangan dengan pasal 1 ayat (3), pasal 27 ayat (1) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak pernah dipidana penjara korupsi, kejahatan narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan kejahatan teroris berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap." Dan begitu juga dengan putusan-putusan MK yang banyak bertolak belakang dengan putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022.

Ironisnya, alasan pertimbangan Putusan Nomor 87/PUU-XX/2022 mengacu kepada dasar UUUD 1945 yang dipakai oleh pemohon yaitu pasal 28J ayat 1 UUD 1945. Sehingga Hakim Konstitusi memandang bahwa judicial review yang dilakukan oleh pemohon berbeda dengan permohonan sebelumnya. Dan dalam hal ini, hakim konstitusi hanya mengacu kepada fakta materiil tetapi mengabaikan fakta formil dan hukum acara sekaligus putusan - putusan MK sebagai yurisprudensi peradilan. 

Tentu lain soal dengan kewenangan memutus keluhan konstitusi yang diajukan oleh rakyat terhadap penguasa, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diberikan kewenangan memutus, utamanya untuk memutus constituional complain yang diajukan rakyat terhadap penguasa. Jadi kewenangan tersebut tidak ada pada MK melainkan ada pada Mahkamah Agung (MA). Sehingga Mahkamah Agung wajib menerima dan memutus permohonan dari rakyat bilamana ada produk peraturan yang berada di bawah Undang-undang seperti Keputusan Presiden, Penetapan Presiden, Instruksi Presiden dan/atau Peraturan Presiden untuk diajukan judicial review. Dan putusan MA tidak bersifat final and binding seperti MK, dimana ada mekanisme lain semacam Peninjauan Kembali (PK)..

Mekanisme pembuatan Undang-undang dalam UUD 1945 melibatkan dua Lembaga, yaitu DPR dan Presiden, tetapi MK dapat membatalkan produk bersama dari kedua lembaga ini dengan dalil bahwa Undang-undang tersebut secara potensial dapat menyimpang dari UUD 1945 berdasarkan pendapat hukum dari Hakim Konstitusi. Sedangkan DPR sebagai Lembaga legislatif dan Presiden sebagai Lembaga eksekutif memiliki mekanisme untuk melakukan perbaikan atau penyempurnaan terhadap Undang-undang yang mereka hasilkan. Dalam konteks trias politica, ketiga cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif masing-masing memiliki mekanisme review. Legislative review atau eksekutif review, dimana obyeknya adalah produk hukum yang dibuat oleh lembaga legislatif dan / atau lembaga eksekutif sebagai pembuat peraturan perundang-undangan itu sendiri. 

Memang masih terbuka peluang penyimpangan, bahwa legislative review sangat mungkin didasarkan atas pertimbangan - pertimbangan politik karena memang produk dari lembaga politik, demikian halnya dengan eksekutif review.  Akan tetapi apa bedanya dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang untuk menguji Undang-undang terhadap UUD 1945, dalam rangka menjaga dan menegakkan konstitusi, bila pada kenyataanya ada banyak praktek inkonsistensi dan inkompetensi didalamnya.

Dan bila terjadi inkonstitusionalitas dari suatu produk Undang-undang yang dibuat oleh DPR dan Presiden dimana dalam konsep trias politica merupakan cabang kekuasaan legisltaif dan eksekutif ternyata bisa dibatalkan oleh MK sebagai implementasi kewenangan yang sangat luar biasa besar. Bukankah sangat berbahaya bilamana MK menjadi lembaga yang super body! Karena itu, Mahkamah Konstitusi yang di dalam ketatanegaraan berperan untuk menjaga konstitusi, jangan sampai melakukan penyelewenangan kekuasaan yudikatif atas nama konstitusi melalui praktek pelaksanaan fungsi peradilan selama melakukan judicial review Undang-undang terhadap UUD 1945. 

Oleh sebab itu, MK harus membatasi dirinya jangan sampai menjadi super body dalam melakukan judicial review atas Undang- undang. Apalagi sampai terjebak untuk menjadi lembaga yang mempunyai hak "veto"secara terselubung. Sebab dengan putusan yang sidang-sidangnya nyaris sepi dari publikasi pemberitaan, bahkan mengabaikan pasal 54 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, maka mekanisme pengawasan dari rakyat menjadi tumpul, law enforcement tidak terjadi, dan keseimbangan antar cabang kekuasaan menjadi mandul.

*** --- ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun