Kelompok tersebut adalah mereka yang mengelola keseimbangan politik aliran dimana eksistensinya dijaga dengan mempertajam sentimen ideologi ditengah-tengah masyarakat. Kesadaran bahwa Indonesia membutuhkan kehadiran ekstrim kiri walaupun kehadirannya bersifat semu, sebab kehadiran secara nyata sangat berbahaya. Wacana kehadiran ekstrim kiri dimaksudkan untuk mengimbangi semakin menguatnya ekstrim kanan.
Mengelola memori, trauma, sekaligus memelihara sentimen politik dengan maksud menggiring aspirasi ekstrim kiri ke kelompok tertentu memang membutuhkan momentum, musim, dan kebiasaan mengingat simpatisan PKI tidak mungkin membangun kembali puing-puing PKI secara legal, oleh sebab itu, ia membutuhkan saluran aspirasi formal, dalam hal ini adalah partai politik. Dengan mengelola sentimen sekaligus memastikan aspirasi politik mereka tersalurkan ke parpol yang dianggap paling bersenyawa dengan mereka. Dalam hal ini aktornya bisa parpol atau lembaga - lembaga pemerintah dan swasta tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ia adalah perseorangan, baik simpatisan partai, pejabat, atau keluarga PKI yang memiliki agenda ideologis dan pragmatis.
Memang belum ada penelitian yang dilakukan oleh lembaga yang cukup kredibel untuk memastikan bahwa aspirasi dari turunan dan keluarga PKI ini disalurkan kepada salah satu parpol tertentu saja sebagai perwujudan organisasi tanpa bentuk (OTB) PKI, apakah hanya ke satu atau beberapa parpol tertentu pada saat momentum pemilu, serta seberapa masif dan efektif jaringan itu bekerja. Akan tetapi pada umumnya kelompok ekstrim kiri banyak memberikan aspirasinya ke partai pemenang pemilu.
Disamping itu, ada kelompok dan institusi yang memang menegaskan komitmen ideologi mereka untuk membentengi kehidupan politik Indonesia dari kemungkinan bangkitnya PKI. Sebab wacana musiman tetang bangkitnya Komunis merupakan persinggungan antara idealisme dengan pragmatism yang dikelola oleh banyak pihak, baik oleh para pembela maupun penentangnya sama-sama mengail keuntungan dari memori tragedi 1965.
Ruang Sinergi Komunis China - Indonesia
Wacana kebangkitan PKI bagi sebagian pihak dianggap ilusi setelah keruntuhan Uni Soviet dan reaktualisasi Komunisme di China, walaupun ada Korea Utara, Vietnam dan Kuba sebagai rezim yang juga bernafaskan Komunisme. Namun keberadaan mereka dianggap bukan sebagai mainstrem komunisme dunia.
RRC atau Republik Rakyat China walaupun sudah menjadi salah satu induk dari kapitalisme global namun secara ideologi tidak bisa dipungkiri bahwa mereka menganut komunisme. Memang komunisme yang digagas oleh PKC berbeda dari tempat asalnya, Uni Soviet, setelah beberapa kali mengalami reaktualisasi. Dan begitu seharusnya, ideologi harus mampu memperbaharui dirinya dari dalam dengan melakukan serangkaian penyesuaian, redefinisi.Â
Namun sejauh ini, para pengidap phobia komunisme belum mendeteksi ruang sinergi antara kebangkitan PKI dengan PKC, entah karena tidak punya keberanian atau belum punya data akurat. Mungkin pula bahwa RRC dari kacamata politik Indonesia bukan lagi negara komunis karena telah mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi kapitalistik. Namun demikian sejatinya setiap negara memiliki national interest, termasuk RRC dan Indonesia. Perspektif kepentingan nasional mendasari kewaspadaan nasional dari setiap negara sehingga relasi bilateral dan multilateral tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang bebas nilai, tidak ada makan siang gratis.
Rangkaian kejadian semenjak reformasi 1998 memberikan pesan akan pentingnya kewaspadaan nasional atas berbagai fenomena yang berlangsung di tanah air.Â
Niat baik dari beberapa partai politik yang cukup intens melakukan kerjasama dengan Partai Komunis China (PKC) dilihat oleh sebagian orang sebagai suatu proses Brainwash, walaupun tidak harus se-ekstrim itu menilai suatu kerjasama antara lembaga. Para negarawan di partai politik tidak selalu hitam putih dalam menilai suatu persoalan. Demikiam pula para pemangku kepentingan yang tidak selalu hitam putih dalam memilah antara kepentingan nasional dengan kepentingan pribadi dan oligarki.
Namun demikian, desas-desus adakalanya berhembus. Motif dari desas-desus itu bisa berbagai tendensi, sebab, boleh jadi sebagian dari mereka yang mengikuti program pelatihan di PKC sekarang telah menjadi Anggota Legislatif atau Eksekutif, sehingga turut menentukan arah kebijakan pemerintahan di segala lini kehidupan.