Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Republik Para Bandit, Parpol dan Pers

26 Maret 2020   23:30 Diperbarui: 17 Juni 2023   20:54 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kebebasan pers yang diharapkan sebagai bagian dari check and balance menjadi sesuatu yang absurd, manakala disandingkan dengan kenyataan bahwa sejumlah media mainstream dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang itu saja, oligarki. Pemilik media massa memiliki "tali pusar" yang bertali - temali dengan konglomerat, "pemilik" parpol, pimpinan pemerintahan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, serta para banker. Dan jumlah mereka sangat terbatas, sangat sedikit, tetapi sangat menentukan topik pembicaraan rakyat mulai di warung-warung kopi sampai tempat tidur, termasuk untuk kemudian menjadi keputusan negara republik yang sejatinya hanya mewakili kepetingan oligarki.

Istilah oligarki sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu oligarkhes. Oligarki  berarti diperintah atau diatur oleh beberapa orang. Dan bila mengacu ke kamus Merriam-Webster, oligarki menjadi suatu pemerintahan yang diatur oleh seelompok kecil orang yang melakukan kontrol terhadap pemerintahan untuk  kepentingan diri mereka sendiri.

Praktek pengelolaan Republik Indonesia sudah tidak lagi berjalan sesuai dengan konsep ideal sebagai negara republik, tapi lebih kepada penguasaan oleh sekelompok kecil orang atau oligarki. 

Demikian pula dengan monopoli kepada sejumlah media massa mainstream yang seringkali menyalahgunakan frekuensi publik tanpa kontrol dan tanpa kendali. Lembaga regulator yang diharapkan dapat menjalankan fungsi tatakelola seringkali harus kalah dengan kepentingan oligarki. 

Bahkan seorang tokoh politik bisa dibuli melalui buzer yang mereka bayar secara profesional, dicitrakan negatif melalui media massa yang dimiliki, dimasukan penjara melalui kakitangan yang ditempat disetiap lapisan kekuasaan pemerintahan, termasuk membuat pimpinan pemerintahan dijatuhkan melalui serangkaian operasi karena mengganggu kepentingan oligarki. Oligarki yang menggerogoti republik lebih tepat bila dikatakan sebagai bandit yang menguasai Republik, sebab mereka bisa memberi harapan palsu kepada rakyat, bisa membuat teror dengan masif, menebar hoax dengan sadar dan terencana, menangkap dan memenjarakan orang yang tidak sejalan, serta bebas berkeliaran membuat kerusak

Dan pada gilirannya, kita hanya bisa mengatakan bahwa Republik para bandit didekte melalui media massa dan partai politik oleh para oligarki dengan menggunakan pengaruh, kekuasaan, modal, dan jaringan. Sehingga Republik yang dicita-citakan sesuai awal berdirinya Indonesia merdeka pada akhirnya hanya akan jadi cerita pengantar tidur belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun