Mohon tunggu...
suhatman pisang
suhatman pisang Mohon Tunggu... Jurnalis - Pernah Menjadi Jurnalis Kompas TV ,SCTV,Indosiar,Skm.Canang Padang

Jurnalis Utama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merdeka Itu Adalah Melepaskan Diri dari Petugas Partai

15 Agustus 2024   13:49 Diperbarui: 15 Agustus 2024   14:02 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Merdeka Itu Adalah Melepaskan Diri Dari Petugas Partai
By : Suhatman Pisang

17 Agustus 2024, tepat 79 tahun Indonesia merdeka. Jika kita asumsikan kepada manusia, umur segini sudah lebih diatas rata rata, kalau bahasa kampuang saya di Padang, umur segini sudah bonus kehidupan. Sudah melebihi umur nabi dan rasul terakhir di utus tuhan yaitu Nabi Besar Muhammad Shalalahu Alaihi Wassalam.

Negara ini masih kokoh berdiri belum rokoh seperti manusia seumur ini.

Bendera merah putih sebagai simbol masih tegak berdiri di antara bendera bendera negara lain di berbagai forum internasional dan regional.

Periode periode demi periode sejarah telah dilewati dengan catatan catatan khusus bagi pemerhati yang mencatat sesuai bidang dan mau nya.

Saya lahir setelah bangsa dan negara ini berdiri, saya lahir pada orde baru, orde pembangunan, setelah bangsa ini melewati ujian ujian perjuangan berdarah sebelumnya . Saya mengenyam yang nama nya sekolah Inpres, bahkan di kampung saya, saya murid perdana dari sekolah dasar Inpres yang di dirikan pemerintah.  

Setelah bersitungkin sekolah sampai kuliah selama 16 tahun lebih, saya berhak menyandang gelar sarjana, karena berbagai pertimbangan gelar itu satu saja kantongi, saya buang kesempatan dan peluang untuk gelar selanjutnya. 

Saya memilih profesi yang saya anggap paling merdeka. Sejalan waktu saya benar benar menikmati kemerdekaan berpikir, mencari informasi lalu menulis atau menyiarkannya di tempat saya bekerja. Profesi merdeka yang saya pilih membawa saya banyak tahu tentang apa saja, apa saja menyangkut kehidupan, mulai ekonomi, sosial budaya, olahraga,hukum, kesehatan, pariwisata, politik sampai soal otonomi daerah, tentu tidak melupakan dasar kehidupan manusia soal agama.

Saya paham soal toleransi, memaknai sila sila dalam pancasila sebagai dasar negara, tahu soal undang undang dasar negara, hukum positif, adat azas patut dan tidak patut, moral dan ajaran tua budaya serta agama juga.

Soal lain yang saya tahu, sebagian sudah saya tuangkan dalam berbagai tulisan saya baik di media tempat saya kerja maupun sebagian kecil di wadah ini, Kompasiana.

Ada yang menarik bagi saya dalam kurun belasan tahun terakhir yaitu dalam dunia politik.

Saya aktif mengikuti dunia politik tanah air sejak saya aktif dan resmi menjadi jurnalis di sebuah media cetak mingguan di kota Padang.

Belasan tahun terakhir saya mengenal istilah petugas partai, istilah ini saya dapat khusus dari sebuah partai besar , partai yang lahir sebelum saya lahir, ketika saya beranjak remaja, saya orang yang selalu menusuk partai ini karena sebagai bentuk perlawanan saya pada arus kebanyakan, Dulu di zaman itu, semua orang seperti terkondisikan, entah terpaksa atau ikut arus selalu ssja memilih partai pohon besar, atau kalau tidak.memilih partai berlambang simbol agama, namuj karena saya menyatakan diri merdeka.- kini kara kata ini juga menjadi simbol semangat partai ini-  saya nyeleneh memilih partai ini.

Itu di era orde itu. Namun setelah orde berganti dengan istilah reformasi dengan sistem politik yang sudah berubah, saya justru nyeleneh tidak pernah lagi ikut memilih.

Sebagian warna negara ini, mungkin juga saya agak agak lah. Tekagum kagum dengan sosok baru muncul dari kota Surakarta, fenomenal, seorang walikota yang tampil beda, icak icak seperti sosok yang benar benar dari rakyat muncul sebagai elit politik. -- biasanya elit muncul dari tokoh tokoh yang sudah mantap di bidang nya - katakanlah dari TNI, ekonom,atau elit partai sendiri. 

Eh.. ini muncul sosok kerempeng yang beda.

Ia meroket memasuki ibukota negara dengan kekuatan yang tak terbendung. Elektabilitasnya muncrat dan duduklah dia sebagai orang nomor satu di Ibukota negara. Walaupun tidak memiliki partai dan juga bukan anggota partai. Di sini kita di perkenalkan dengan istilah " Petugas Partai "
Tidak sampai satu periode disana, seperti ada peluang lagi, untuk menjadi pemimpin negara yaitu Presiden.

Potensi pemimpin partai yang pernah menjadi Presiden, mampu di kalahkan dan merelakan perahu partai di berikan pada petugas partai.
Sontak, pemilihan di lakukan dan sang petugas partai melenggang menduduki kursi orang nomor satu di negri ini. Presiden ..kawan !

Sukses !  Dan sukses itu belanjut ke periode berikutnya.santuy.

Eh di ujung ujung.masa, saat tak bisa lagi berkuasa, entah apa lah sebab nya,logika saya tak sampai untuk.memikirkan nya, terjadi gemuruh besar, beda pendapat mungkin, beda visi mungkin, atau beda apalah yang jelas saya mendapat catatan khusus disaat bangsa ini berusia 79 tahun. Seorang petugas partai yang mengantarkan berkuasa bisa meninggalkan "perahu" partai nya begitu saja.

Benar tesis dan adegium politik yang selama ini saya dengar : Tidak Ada Teman Sejati Yang Ada Kepentingan Sejati .

Oalah....

Dirgahayu bangsaku, negaraku Indonesia

MERDEKA !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun