Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perpanjanglah
Salah satunya siapa bisa menjalani
Moga-moga Allah Ta'ala mencukupi
Khusus setelah tarawih malam dua puluh satu atau malem selikuran, tidak ada jaburan, namun ada acara khusus yang saya kurang paham maknanya, yang jelas saya ingat dan waktu itu hal yang menggembirakan adalah pengganti dari jaburan adalah nasi dan lauk pauk. Artinya pulang tarawih perut kenyang.
Kenapa menggembirakan, karena pada jaman itu jarang makan sampai perut kenyang. Itulah kondisi yang ada. Jadinya saya ingat, betapa perjuangan yang gigih Bapak dan Ibu (kami tujuh bersaudara memanggil ibu dengan panggilan Simbok atau Mbok Enom) dan Nenek (kami panggil dengan panggilan Mbok Tuwo).
Bapak kerjanya sebagai petani. Karena lahan sawahnya sangat sedikit, Bapak juga menggarap tanah orang lain dengan bagi hasil. Mbok Enom dagang  di pasar. Karena nggak ada modal dengan cara "eber-eber" yaitu ambil barang dagangan orang lain, mbayarnya belakangan setelah barangnya laku dijual. Jualannya Mbok enom pasarnya berpindah-pindah tergantung hari pasaranya.Â
Hari pasaran ada lima yaitu: Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing.  Hal yang mengharukan adalah bawa barang dagangannya digendong dengan jarak tempuh yang terjauh sekitar 14 km. Sungguh mengharukan...😥
Kembali ke malam selikuran, ada tradisi sebelum subuh orang orang pergi ke pantai, jalan kaki walau jaraknya cukup jauh. Pulangnya membawa rumput yang tumbuh di pesisir yaitu "trenggiling. Rumput ini bila dibakar berbunyi seperti bunyi mercon.
Waktu berjalan terus, tibalah saatnya mendengar lagi bunyi beduk mulai bada sholat zuhur sampai menjelang sholat asar. Itu pertanda hari terakhir puasa. pertanda lain ada pasar sore, pengunjungnya rame untuk belanja mempersiapkan menu lebaran.Â
Hari terakhir puasa rasanya sangat lama menunggu waktu magrib tiba. Pertanda waktu magrib tiba di samping bunyi bedug di Masjid juga dipakai sebagai tanda adalah bila daun petai cina telah tidur (daunnya mengatup).