Mohon tunggu...
Suharyanto
Suharyanto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan Bermanfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar dan Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Covid-19 Memancing Saya Mengenang Ibadah Tarawih dan Lebaran Tempo Dulu (Bagian 3)

26 April 2020   22:30 Diperbarui: 26 April 2020   22:46 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang keempat perbanyaklah berpuasa

Yang kelima dzikir malam perpanjanglah

Salah satunya siapa bisa menjalani

Moga-moga Allah Ta'ala mencukupi

Khusus setelah tarawih malam dua puluh satu atau malem selikuran, tidak ada jaburan, namun ada acara khusus yang saya kurang paham maknanya, yang jelas saya ingat dan waktu itu hal yang menggembirakan adalah pengganti dari jaburan adalah nasi dan lauk pauk. Artinya pulang tarawih perut kenyang.

Kenapa menggembirakan, karena pada jaman itu jarang makan sampai perut kenyang. Itulah kondisi yang ada. Jadinya saya ingat, betapa perjuangan yang gigih Bapak dan Ibu (kami tujuh bersaudara memanggil ibu dengan panggilan Simbok atau Mbok Enom) dan Nenek (kami panggil dengan panggilan Mbok Tuwo).

Bapak kerjanya sebagai petani. Karena lahan sawahnya sangat sedikit, Bapak juga menggarap tanah orang lain dengan bagi hasil. Mbok Enom dagang  di pasar. Karena nggak ada modal dengan cara "eber-eber" yaitu ambil barang dagangan orang lain, mbayarnya belakangan setelah barangnya laku dijual. Jualannya Mbok enom pasarnya berpindah-pindah tergantung hari pasaranya. 

Hari pasaran ada lima yaitu: Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing.  Hal yang mengharukan adalah bawa barang dagangannya digendong dengan jarak tempuh yang terjauh sekitar 14 km. Sungguh mengharukan...😥

Kembali ke malam selikuran, ada tradisi sebelum subuh orang orang pergi ke pantai, jalan kaki walau jaraknya cukup jauh. Pulangnya membawa rumput yang tumbuh di pesisir yaitu "trenggiling. Rumput ini bila dibakar berbunyi seperti bunyi mercon.

Waktu berjalan terus, tibalah saatnya mendengar lagi bunyi beduk mulai bada sholat zuhur sampai menjelang sholat asar. Itu pertanda hari terakhir puasa. pertanda lain ada pasar sore, pengunjungnya rame untuk belanja mempersiapkan menu lebaran. 

Hari terakhir puasa rasanya sangat lama menunggu waktu magrib tiba. Pertanda waktu magrib tiba di samping bunyi bedug di Masjid juga dipakai sebagai tanda adalah bila daun petai cina telah tidur (daunnya mengatup).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun