Terkadang ada saja bagi mereka yang baru bergabung dan tidak tahu maksud yang dilakukan oleh tuan guru sedikit protes. Intinya tuan guru tidak boleh menyapa peserta lain yang sedang menyapa atau bertanya. Tuan guru harus fokus saja membahas materi sampai tuntas.Â
Awalnya penulis juga tak ubahnya seperti itu, namun penulis tidak memprotes, cukup diam saja dan berusaha bersabar. Penulis ambil hikmahnya saja, ketika tuan guru sedang menyapa peserta, penulis ambil kesempatan untuk sarapan pagi. Maklum karena setelah selesai mengaji penulis harus mengajar pada jam ke-3, jadi tidak ada waktu untuk sarapan pagi.
Alasan mengapa tuan guru sering menyapa di awal, tengah, dan akhir mengaji? Beliau bilang bahwa pengajian ini tidak berhadapan secara langsung, maka itu butuh saling sapa agar terjalin keakraban di antara peserta dengan tuan guru.Â
Secara pisik penulis tidak pernah bertemu, namun ketika penulis menyapa tuan guru seolah-olah penulis sudah kenal dekat dengan tuan guru. Begitu juga sebaliknya dengan tuan guru seolah-olah sudah kenal dekat penulis.Â
Ketika penulis tidak hadir hari ini, keesokan harinya ketika penulis menyapa, tuan guru pun mengetahui ketidakhadiran penulis pada hari kemarin.
Menuntut ilmu bukan ilmu saja yang dituntut, tetapi juga bagaimana kita dilatih untuk bersabar atas apa yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Ya, seperti ingin cepat -cepat semua materi dibaca sampai habis.-jelas tuan guru.
Tuan guru juga menjelaskan kepada peserta yang ikut mengaji bahwa ada tiga amalan yang dilakukan oleh orang-orang yang salih ketika mereka menuntut ilmu, yaitu:
Pertama, mendengarkan. Ketika mengikuti pengajian dari seorang guru kita cukup mendengarkan tanpa harus memprotes atau mengajarkan guru harus begini-begitu. Itulah adab yang seharusnya dilakukan oleh santri terhadap gurunya.
Kedua, mencatat/menulis. Itulah menariknya mempelajari kitab kuning, kita dituntut untuk menulis/mencatat apa yang kita tidak paham, baik kedudukan kata dalam sebuah kalimat, pengertiannya, dan kandungan yang tersurat maupun tersirat dalam materi tersebut.
Terkadang ada saja pengetahuan tambahan dari guru untuk memperkuat penjelasan materi yang sedang dikaji dan itu harus ditulis. Penulis sering menulis di pinggir kitab atau di kertas yang penulis disiapkan. Maka, sering didapati coretan-coretan dalam mempelajari kitab-kitab kuning khususnya bagi santri pemula.Â
Ingatan-ingatan yang tersimpan seiring berjalannya waktu dan berubahnya musim seiring itu pula terkadang hilang, andaikan ingat hanya sepotong -sepotong alias tidak utuh. Maka itu, untuk menghindari hilangnya pengetahuan harus ditulis atau dicatat.