Mohon tunggu...
Suharto MTsN 5 Jakarta
Suharto MTsN 5 Jakarta Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, penulis, Guru Blogger Madrasah, motivator literasi, pegiat literasi

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Kita Puas Hanya Jadi Penonton?

17 Desember 2023   10:31 Diperbarui: 17 Desember 2023   10:33 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Kita Puas Hanya Jadi Penonton?

Cing Ato

#Self motivated 

Pernahkah kita hanya menjadi seorang penonton, sementara diri kita bisa melakukan jika mau belajar? 

Kita sering menonton, melihat, dan atau terlibat di dalam sebuah pelatihan. Kita pernah dibuat terpukau oleh kepiawaian seorang narasumber, motivator, dan trainer dalam membawakan atau penyampaian materi. 

Kita hanya sebatas terpana pada saat anak-anak panah kepiawaian narasumber menghujam dalam pikiran kita. Tanpa kita ketahui proses bagaimana seseorang narasumber sampai ketangga kepiawaiannya.

Mereka semua berawal dari seorang penonton pula, sama halnya dengan kita kebanyakan. Namun, mereka tergerak hatinya untuk mempelajari apa yang pernah mereka lihat. 

Mereka berusaha mencari informasi dari berbagai sumber, baik melalui buku, video, dan bahkan mengikuti pelatihan demi pelatihan.

Setelah mereka sudah memperoleh pengetahuan tentang apa yang menjadi tujuannya. Barulah mereka mencoba untuk melakukan atau menerapkan apa yang mereka dapatkan.

Tentunya tidak mudah sebagai seorang pemula, pasti berhadapan dengan kendala di sana-sini dan itu suatu hal yang biasa. Namun, justru dengan kendala itu menjadikan diri semakin bertambah wawasan sehingga mampu menundukkan kendala yang akan terjadi selanjutnya.

Semuanya berproses layaknya kehidupan seorang anak manusia. Tentunya untuk bisa berjalan dengan sempurna dimulai dari merangkak, bangun, berdiri, dan lalu sedikit demi sedikit melangkahkan kaki hingga berjalan dengan lancar. 

Begitu juga para motivator, narasumber, dan para pelatih, semua berawal dari penonton lalu belajar dan berlatih. Panggung demi panggung mereka lalui dan pada akhirnya mereka mencapai puncak kesuksesan. 

Tidak mudah untuk mencapai anak tangga kesuksesan. Pasti mereka berhadapan dengan kesulitan demi kesulitan baik yang bersumber dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri sendiri. 

Penulis sering menjadi penonton di saat para siswa-siswi mengikuti acara motivasi. Penulis sering memperhatikan bagaimana para motivator menyampaikan materi dan juga memperhatikan berbagai retorika penyampaiannya. Tidak sampai disitu saja penulis pun terkadang meminta atau mencopy materi yang disampaikan, kemudian penulis pelajari selanjutnya penulis modifikasi.

Di samping itu juga penulis mulai merambah mengikuti pelatihan demi pelatihan yang berkaitan dengan pengetahuan motivasi. Mulai pengetahuan desain presentasi, pengetahuan hipnoterapi, publik speaking, ice breaking dan pengetahuan lainnya. 

Barulah penulis mencoba untuk mempraktikkan dari ruan kelas, selanjutnya pada skala besar. Tentunya sebagai pemula masih banyak kurangnya dari pada lebihnya. Sebenarnya kepiawaian seorang narasumber bukan saja mereka pandai dalam penguasaan materi, tetapi ada yang tidak kalah pentingnya, yaitu harus banyak manggung. Semakin banyak manggung, seiring berjalannya waktu seiring itu pula kepiawaian itu bisa diraih.

Penulis sering melihat di dunia pendidikan, banyak sekali sekolah atau madrasah sering menyerahkan setiap kegiatan motivasi, LDKS/O dan kegiatan lainnya menggunakan narasumber dari luar daripada orang dalam. Padahal kita ketahui sekolah dan madrasah mencetak sumberdaya manusia. Tetapi, kenapa para pendidiknya lebih senang menjadi penonton daripada terjun langsung menjadi bagian dari setiap kegiatan. Yang anehnya juga para unsur pimpinan tidak punya pemikiran bagaimana mencetak seorang pendidik bukan hanya pandai mengajar di kelas, tetapi lebih jauh dari itu.

Mungkin mereka berpikiran sumber daya yang ada tidak memiliki pengetahuan ke sana. Okelah, kalau punya pemikiran ke sana, tetapi tidak terus menerus menjadi penonton. Boleh saja satu dan dua kali mengundang orang luar, tetapi para pendidik diharapkan dapat mengambil ilmu darinya. Selanjutnya untuk yang ketiga diberikan kepercayaan untuk tampil para acara selanjutnya. Memang sih tidak maksimal dan hal itu wajar, karena masih pemula. Tentunya seiring bergulirnya waktu dan berubahnya musim, seiring itu pula para pendidik semakin piawai.

Ketika para pendidik mampu meningkatkan SDMnya, setidaknya sekolah atau madrasah mampu keluar dari zona nyamannya dan juga bisa menekan pembiayaan.

Demikian kalau kita bisa menjadi pelaku kenapa harus jadi penonton? ....

Cakung, 17 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun