Pekerjaan menjadi guru sejatinya adalah mencetak masa depan. Mencetak generasi yang kelak akan menggantikan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Di tangan anak-anak, masa depan bangsa akan di wariskan. Oleh karena itu, sosok seorang guru selayaknya adalah sosok yang dapat ”digugu” dan ”ditiru”. Hal ini berarti bahwa apa yang disampaikan dan dilakukan oleh seorang guru cenderung mudah untuk diterima dan diikuti oleh anak didiknya. Maka, guru harus dapat memberikan nasehat atau arahan dan contoh yang baik.
Sebuah pribahasa berbunyi “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Pribahasa tersebut mengandung arti apapun yang dilakukan seorang guru akan menjadi contoh yang cenderung mudah diikuti oleh siswanya. Akan tetapi, sangat ironis jika perilaku yang ditiru oleh siswa justru adalah contoh perilaku yang kurang baik. Sedangkan untuk menanamkan nilai-nilai yang baik pada siswa ternyata membutuhkan waktu yang tidak sebentar, butuh proses panjang dan pembiasaan terus menerus. Sebagai contoh ketika ada peraturan tidak memperbolehkan siswa putra merokok di lingkungan sekolah, jika terdapat guru merokok di dalam kelas hal tersebut akan sangat mudah ditiru oleh siswa. Oleh sebab itu hendaknya seorang guru mampu menahan dirinya untuk tidak merokok di dalam kelas. Contoh lain dalam hal kehadiran tepat waktu, maka guru harus bisa memberikan contoh disiplin masuk kelas secara tepat waktu.
Dalam lingkup keluarga, orang tua merupakan guru atau pendidik bagi anak-anaknya. Orang tua yang ingin mengajarkan taat beribadah, sholat misalnya, pada anaknya untuk menanamkan nilai atau karakter reigius selayaknya orang tua juga taat dalam beribadah (sholat). Orang bijak mengatakan “ubahlah dirimu sebelum engkau merubah orang lain, Perbaiki dirimu sebelum engkau memperbaiki orang lain”. Ungkapan tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa seorang guru adalah pelopor dalam hal kebaikan, memberi contoh dan tauladan yang baik sehingga upaya menuntun siswa ke arah yang lebih baik akan lebih mudah dan efektif. Ungkapan lain menyatakan bahwa satu teladan akan lebih efektif daripada seribu nasehat.
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, dalam salah satu prinsip yang disampaikannya menyatakan bahwa “ing ngarso sung tulodo” yang berarti bahwa di depan memberikan teladan. Prinsip bahwa seorang guru, sebagai orang yang berada di garda terdepan dalam hal pendidikan, harus menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya baik siswa, rekan sejawat, warga sekolah, maupun lingkungan masyarakat, sudah seharusnya dipahami oleh para pendidik atau guru agar dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru tidak hanya sekedar mentransfer ilmu saja, akan tetapi memiliki visi mendidik, dan menanamkan nilai-nilai dan karakter baik pada anak didiknya. Seorang guru yang mempunyai visi ke depan dan memberikan teladan yang baik bagi orang-orang di sekitarnya akan mampu menjadi agen of change (agen perubahan).
Perkembangan zaman dan teknologi yang begitu pesat menuntut pendidik untuk terus menyesuaikan diri dan mempelajari banyak hal baru. Hal tersebut disebabkan fakta bahwa sosok seorang guru tak akan terganti meski perkembangan teknologi telah memberikan banyak kemudahan dalam mengakses ilmu dan pengetahuan. Dengan teknologi yang semakin berkembang, seorang guru dapat memanfaatkan teknologi tersebut dalam pembelajaran yang di lakukan. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang memaparkan bahwa "Pendidikan sejatinya adalah menuntun segala potensi yang ada pada diri anak baik potensi alam maupun potensi zaman agar anak-anak dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat".
Pemahaman yang utuh tentang peran seorang guru akan membuat impian menjadi guru memiliki ruh dan mampu memberikan pengaruh yang baik bagi orang-orang sekelilingnya, khususnya bagi anak didiknya. Selain memahami peran sebagai seorang guru, pemahaman akan karakter anak yang beragam juga menjadi bekal tersendiri bagi seorang pendidik agar dalam proses pendidikan yang dilaksanakan sehingga guru mampu memberikan perlakuan yang sesuai.
Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun suatu bangsa. Di balik setiap keberhasilan sebuah negara, terdapat peran penting seorang guru yang berdedikasi dalam membentuk generasi yang berkualitas. Seorang guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga berperan sebagai pemimpin, motivator, dan inspirator bagi para siswa. Di tangannya, terletak potensi besar untuk membentuk karakter, membuka wawasan, dan mengembangkan bakat setiap individu.
Dengan memahami karakter beragam yang ada pada diri siswa dan menyadari bahwa setiap anak memiliki keunikannya masing-masing, seorang guru diharapkan akan dapat menggunakan pemahaman tersebut untuk menggali kekuatan dan keunikan serta memotivasi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensinya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, memberikan kemaslahatan, dan sebesar-besarnya manfaat bagi lingkungan, masyarakat, bangsa dan negaranya di masa yang akan datang, sebagaimana prinsip kedua yang disampaikan oleh Ki Hajar dewantara “ing madyo mangun karso”, di tengah kesibukannya seorang guru diharapkan mampu memberikan motivasi, membangkitkan dan menggugah semangat anak didiknya.
Prinsip yang ketiga yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara adalah “Tut wuri handayani”. Prinsip tersebut kini menjadi slogan dari Kementrian Pendidikan Nasional. “Tut wuri handayani” mengandung arti di belakang memberikan dorongan. Seorang guru atau pendidik harus dapat menjadi pendorong bagi orang lain di sekitarnya, khususnya adalah anak didiknya, dengan memberikan semangat kerja dan moral yang baik. Guru adalah satu sosok yang di pundaknya memikul amanah besar untuk menuntun, menopang, dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak didiknya sehingga potensi-potensi besar dan karakter baik pada diri anak didiknya akan dapat di arahkan sebagaimana mestinya.
Ki Hajar Dewantara mengibaratkan guru seperti seorang petani atau tukang kebun yang merawat tanamannya. Sedangkan siswa adalah benih-benih tanaman yang ada dalam kebun tersebut. Benih jagung akan tumbuh menjadi jagung tidak akan pernah tumbuh menjadi padi, begitu pula benih padi tidak akan tumbuh menjadi jagung. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa setiap anak akan tumbuh dengan bakat dan keunikannya masing-masing. Pendidik atau guru bertugas untuk menyirami setiap potensi yang ada pada diri anak, merawatnya dengan penuh kasih sayang, memupuk setiap karakter baik agar tumbuh subur, memberikan dorongan dan semangat agar bakat, karakter baik, dan potensi yang ada tumbuh dengan indah dan terarah.
Kisah seorang penemu bola lampu, Thomas Alfa Edison, dalam perjalanan hidupnya hingga menemukan sesuatu yang kemudian membawa manfaat bagi manusia di seluruh dunia, adalah salah satu contoh kisah nyata proses menuntun yang berhasil. Di bawah asuhan Ibu kandungnya Thomas Alfa Edison mampu menjelma menjadi pribadi yang gigih dan pantang menyerah meski telah mengalami 1000 kali “kegagalan” dalam eksperimen yang dilakukannya untuk merangkai lampu hingga pada akhirnya berhasil menyala pada percobaan ke 1001 kalinya.