Mohon tunggu...
suharni
suharni Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 Negerikaton

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cermin Retak

9 Februari 2024   09:30 Diperbarui: 11 Februari 2024   18:40 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CERMIN RETAK

Oleh Suharni

Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar istilah "Cermin"? ya, cermin merupakan alat yang dapat kita gunakan untuk melihat kondisi kita. Dengan berdiri di depannya,  cermin akan mengutarakan secara jujur kekurangan yang ada pada diri kita. sebagai salah satu contoh orang yang menggunakan jilbab, saat berdiri di depan cermin akan terlihat apakah jilbab yang dipakainya sudah rapih ataukah belum. Cermin tidak pernah berbohong akan hal itu.

Banyak jenis cermin yang tersedia di pasaran dari cermin cekung, cermin cembung, dan cermin datar. Masing-masing memiliki kegunaan dan manfaatnya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun, dari banyaknya jenis cermin tersebut hanya cermin dengan kualitas terbaik yang akan memberikan hasil yang terbaik, jernih dan jelas.

Apapun jenis cermin yang kita gunakan, apa yang akan terjadi bila yang kita gunakan adalah sebuah cermin yang telah usang? atau penuh debu? Atau bahkan cermin yang retak? Tentu hasil yang kita dapatkan tidak akan maksimal atau bahkan cacat. Begitu filosofi cermin, yang akan secara jujur menyampaikan kondisi sebenarnya dari diri kita.

Seorang manusia bagaikan cermin terhadap manusia lainnya. Seorang sahabat merupakan cermin bagi sahabatnya. Sabda Rasulullah SAW mengenai hal ini bahwa :

"jika engkau ingin mengetahui watak seseorang, maka lihatlah kawan akrabnya". (Al Hadits)

Dalam hadits tersebut, dijelaskan bahwa karakter seseorang tidak akan menyimpang jauh dari sahabatnya. Karena hati seorang manusia cenderung akan mencari sahabat yang sepemikiran, satu selera, satu ide dengan dirinya. Bagaimana jika orang yang kita jadikan sahabat adalah notabene orang yang tidak baik? Sahabat yang tidak baik ibarat cermin yang retak yang tidak mampu memberikan gambaran yang utuh akan potensi baik yang ada dalam diri seseorang.

Namun, sebaliknya bagaimana jika seseorang yang kita anggap baik, perjalanan hidupnya yang begitu hebat hingga kita jadikan ia sebagai sahabat bahkan menjadi sumber inspirasi, melakukan perbuatan yang membuat rasa kecewa dalam diri kita? Ada kewajiban pada diri kita untuk mengingatkannya, mengajaknya kembali pada hakikat pribadinya yang indah, menolongnya untuk menemukan kembali kebaikan yang ada pada dirinya agar cermin itu tetap utuh. Ada kewajiban kita untuk membantu membersihkan debu yang menempel pada cermin tersebut agar kembali bersih seperti semula dan mencegahnya agar tidak retak.

Akan tetapi, bagaimana jika tindakan yang kita lakukan tersebut tidak membuahkan hasil? ibarat cermin yang kita jadikan alat untuk mengaca itu telah retak, gambaran itu tidak sempurna dan tidak utuh lagi. Kewajiban kita sebagai sahabat dan sebagai manusia hanyalah samapai pada taraf mengingatkannya, selanjutnya Allah lah yang berwenang untuk membuka dan menggerakkan hatinya untuk kembali.

Meski orang lain dapat menjadi cermin untuk kita berkaca diri, namun hendaknya cermin yang memiliki kualitas terbaiklah yang menjadi alat untuk kita berkaca. Hingga tidak ada celah bagi kita untuk memupuk kecewa.

Retaknya cermin tersebut tidak boleh menjadikan kita berputus asa sehingga menjadikan diri ikut retak. Pemahaman bahwa tidak ada manusia yang sempurna harus tertanam dalam diri kita. Hanya satu manusia yang sempurna, terhindar dari kesalahan, manusia ma'shum, yakni Rasulullah Muhammad SAW.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-ahzab-ayat-21).

Pada akhirnya hanya orang-orang terbaik saja yang seharusnya menjadi cermin terbaik kita. Adapun sebagai manusia yang sering khilaf dan lupa ada kewajiban saling menasehati, hingga kita dapat saling berkaca untuk memperbaiki kekurangan dan meneladani kebaikan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun