perlahan, aku membaca isyarat di mata ibu. isyarat tentang kejujuran, kecewa, luka, harapan, mimpi, cerita. banyak yang kudapat lewat mata ibu saat ini. benar. aku yakin bahwa aku menemukan kejujuran. berharap bahwa itulah yang akan ibu katakan padaku.
aku masih sabar menunggu ibu untuk menjawab pertanyaanku. tapi, ibu terlihat gelisah. seperti sedang memperjuangkan sesuatu untuk dikatakan. ah, ibu, kau bahkan masih terlihat cantik meski sedang gelisah seperti ini. ibu berusaha lepas dari mataku. seperti tak ingin aku tahu kejujuran di dalam matanya.
dengan terbata ibu mulai terlihat menyusun kata. aku takut. takut bahwa kejujuran akan semakin gelap warnanya. tapi, aku tak menyangka ibu akan kembali menambah warna hitam pada kanvas putih bernama kejujuran.
"kau benar. dia bukan ayahmu."
ya, ibu benar. dia adalah ayahku.
saat itu, aku tahu bahwa luka yang ibu punya lebih besar ketimbang cintanya pada lelaki tua itu.
dan, hari itu adalah hari pertama ibu membohongiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H