Mohon tunggu...
Dwi Fajar Suharjuly
Dwi Fajar Suharjuly Mohon Tunggu... -

Hanya gadis sederhana dengan mimpi-mimpi luar biasanya. Dapat dihubungi di twitter @suharjuly

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Tua dalam Cerita

17 Desember 2013   07:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:50 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"aku bapakmu, nak."

ah, omong kosong apa lagi ini?
seorang lelaki tua dengan bahunya yang hampir sempurna terbungkuk datang menghampiriku dan tanpa beban apapun yang kulihat padanya, ia mengucapkan kalimat itu. aku hanya tersenyum sinis. ingin langsung menyela, hati tak mengizinkan. terpaksa aku memilih menyunggingkan senyuman sinisku untuk lelaki itu. sepertinya ia paham betul apa yang sedang ada di kepalaku saat itu, maka tak berselang lima menit ia mengeluarkan lagi kalimat-kalimat selanjutnya yang semakin membuatku tak sabar untuk berakhir dari tempat itu. atau lebih tepatnya aku ingin segera pergi dan tidak melihat wajah lelaki tua itu lagi.

"sungguh. aku ini bapakmu. kau tak percaya?"

belum juga aku berniat menjawab pertanyaannya,

"aku tahu kau tak akan percaya, tapi aku tidak sedang membohongimu. sungguh."

ia terus meyakinkan aku bahwa dia adalah ayahku. tapi, itu mustahil untuk bisa kupercaya apalagi aku bahkan baru kali pertama bertemu dengan lelaki ini. terlebih lagi orang-orang di tempatku bilang kalau ayahku sudah lama meninggal. paling tidak, itulah berita yang sering kudengar dari teman-temanku yang diberitahu oleh orangtua mereka. tak perlu heran, kampungku terlalu kecil untuk tidak saling kenal. kau bahkan akan merasa seperti selebriti yang selalu dikejar-kejar gosip saat di kampungku.

"coba saja kau tanya ibumu kalau masih tak percaya."

kali ini lumayan beda kalimat yang ia ucapkan. ya, setidaknya dia mulai terlihat berani menyangkut-pautkan ibuku di dalam kalimat-kalimatnya yang sama sekali tidak kupercaya.

hari sudah larut. alam sedang lelap dalam pangkuan langit. kalimat-kalimat lelaki itu masih terus terngiang-ngiang di telingaku seolah saling berkejeran dengan jarum jam yang terus berkutik. aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. terus terjebak dalam rekaman kalimat-kalimat omong kosong lelaki tua itu, ataukah harus kukatakan hal ini pada ibu. berharap bahwa ibu akan memberikan nasihat-nasihat bijaknya.

"bu, bagaimana menurut ibu?"

tanyaku pada ibu setelah kuceritakan panjang lebar tentang pertemuanku dengan lelaki itu serta kalimat-kalimatnya yang membuatku geli. tapi tidak seperti biasanya, ibu terdiam. seperti benar-benar kehilangan seribu kata. padahal, biasanya ibu akan sangat mudah menjawab pertanyaan-pertanyaanku. lelaki tua itu, kalimat-kalimat omong kosong, apa yang salah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun