Mohon tunggu...
Coretan Bung Anto
Coretan Bung Anto Mohon Tunggu... Administrasi - Founder Pemuda Percaya Diri (PPD)

"Manusia yang ingin terus belajar dan memberi manfaat terhadap lingkungan sekitar."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan dengan Pendekatan Komunikatif-Kolaboratif

31 Agustus 2021   18:25 Diperbarui: 1 September 2021   05:04 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Utakatikkotak.com 

Pandemi Covid-19 terus melanda negara-negara dunia, tidak terkecuali Indonesia, beberapa upaya, langkah, dan kebijakan sudah ditempuh oleh pemerintah dalam rangka memutus mata rantai penyebarannya. 

Tidak berhenti disitu, pandemi ternyata bukan hanya menular dan menyerang sektor pendidikan, namun juga merongrong jiwa dan pikiran manusia sehingga menimbulkan sikap pesimisme dan skeptisisme yang berlebihan.

Beradaptasi dengan pandemi adalah kewajiban kita bersama, walaupun semuanya tidak dapat mengetahui dan memprediksi kapan pandemi itu terjadi dan kapan akan berakhir. Apakah kita mampu melewati dan bertahan ditengah situasi yang serba tidak pasti? 

Jawabannya adalah iya pasti bisa dengan modal optimis dan upaya yang optimal, segala tantangan dapat di antisipasi dan segera kita temukan solusinya, karena dibalik ada rintangan yang terus menghampiri ada banyak harapan-harapan yang sedang menanti di kemudian hari.

Pendidikan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, belajar pada peristiwa bom atom yang dilakukan oleh sekutu dalam menghancurkan Kota Hiroshima dan Nagasaki,

Jepang hancur lebur, tetapi ditengah kehancuran tersebut, Kaisar Hirohito yang terlintas dalam benaknya hanya guru dan guru, lalu ia menanyakan kepada prajurit. "Ada berapa jumlah guru yang tersisa? Kita jatuh dan hancur karena tidak belajar, kalau bukan mereka yang mengajar dan kepada siapa kita belajar".

Berangkat dari peristiwa itu, pendidikan memang menjadi lokomotif utama dalam membebaskan manusia dari pemikiran terbelakang menjadi maju, yang sempit menjadi luas, karena pendidikan merupakan jantung suatu peradaban. 

Dalam biografinya, Ki Hadjar Dewantara selaku Bapak Pendidikan kita, memilih untuk memerdekakan Bangsa Indonesia dari cengkeraman kolonialisme, bermula dari pendidikan yang diberikan kepada kaum pribumi-proletar melalui gagasan briliannya dengan mendirikan Taman Siswa, karena jauh sebelum itu pendidikan di Nusantara hanya untuk kaum bangsawan saja.

Karenanya, pendidikan merupakan usaha terencana yang dijalankan oleh seseorang dalam menghilangkan kebodohan dan melawan rasa malas, menyitir pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah transformasi karakter menuju proses pendewasaan diri, mendorong dan menumbuhkembangkan kemampuan yang dimiliki, serta mengantarkan seseorang pada kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat.

Ilustrasi/Utakatikkotak.com 
Ilustrasi/Utakatikkotak.com 

Maju dan mundurnya pendidikan ditentukan oleh seseorang yang terlibat di dalamnya, dalam hal ini proses pendidikan di lingkungan keluarga yang diperankan oleh dua figur penting (orang tua dan anak), fluktuasi antara semangat dan putus asa, serta proses pengambilan keputusan masih menjadi persoalan, karena orang tua dan anak seringkali tidak sejalan, dari perbedaan inilah yang membuat dinamika komunikasi dalam keluarga mengalami tantangan, utamanya dalam proses pengambilan keputusan pendidikan.

Dalam rangka meningkatkan semangat belajar, dan memberikan leluasa terhadap anak dalam pengambilan keputusan, pendekatan komunikatif-kolaboratif merupakan alternatif yang sangat menentukan. 

Menurut Munirwan Umar dalam Jurnal Penelitiannya yang berjudul "Peranan Orang Tua dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa" anak-anak tumbuh dan berkembang sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya, mulai dari kebiasaan interaksi dan komunikasi yang dilakukan dengan bapak, ibu, kakak, adik, juga kakek dan neneknya, dan sangat bergantung dengan situasi di rumah (menggosip atau menciptakan ruang belajar).

Kebiasaan interaksi dan pola komunikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika semangat atau putus asa anak dalam belajar, berangkat dari fakta yang terjadi di lapangan, pola komunikasi orang tua dan anak cenderung monoton (satu arah) dan timpang sebelah, di satu sisi orang tua menyuruh dan menuntut anak untuk terus belajar saja, namun sang anak menginginkan untuk belajar sambil bermain, atau sekadar bermain saja. Anak meminta sarana belajar dan meminta didampingi, orang tua seringkali mengabaikan dan tidak memenuhinya.

Hal-hal semacam ini yang sering luput dari perhatian kita sebagai orang tua maupun anak, bagaimana mendorong daya semangat dan menciptakan ruang belajar yang efektif di lingkungan keluarga, sehingga apapun yang berkaitan dengan pendidikan, tidak selalu menjadi tugas dan tanggung jawab penuh lembaga pendidikan (sekolah). 

Pendidikan selain di sekolah memang kurang diperhatikan, karena pola pikir dan kebiasaan turun-temurun yang tidak pernah diubah, yaitu pola pikir kita sebagai orang tua maupun anak yang memandang bahwa pendidikan hanya ada dan tersentral di sekolah.

Berikutnya persoalan kolaborasi atau kerja sama orang tua-anak dalam pengambilan keputusan masa depan pendidikan, lazimnya orang tua memang lebih dominan menentukan persoalan pendidikan, ditambah lagi dengan orang tua yang cenderung kurang percaya terhadap minat dan bakat sang anak. 

Alhasil, orang tua dan anak sangat jarang melakukan kolaborasi atau kerja sama berupa melakukan komunikasi-negosiasi terlebih dahulu, kalau pun ada, keduanya saling mempengaruhi dan mempertahankan egonya masing-masing.

Berdasarkan penelitian Yohana Susetyo Rini dengan judul "Komunikasi Orangtua-Anak dalam Pengambilan Keputusan Pendidikan", terdapat tiga keluarga yang dijadikan sampel. 

Dalam penelitian tersebut, terjadi hambatan komunikasi dan kolaborasi, faktor ini dipengaruhi oleh kesibukan dari keduanya, ketidakterbukaan anak kepada orang tua, dan orang tua yang terlalu memaksakan kehendaknya agar sesuai dengan keinginan dan harapan si orang tua tersebut.

Namun, dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mencapai keduanya saling pengertian (mutual understanding), yaitu orang tua dan anak di setiap pengambilan keputusan.

Dengan pendekatan komunikatif-kolaboratif (memahami pola komunikasi interpersonal, memiliki cita-cita dan tujuan yang sama perihal pendidikan), diharapkan mampu menciptakan ruang belajar di keluarga yang lebih stimulatif (mendorong), interaktif (saling aktif), dan persuasif (mengajak dengan halus). 

Dalam pelaksanaannya, keterlibatan semua pihak sangat diperlukan, agar intensitas komunikasi dan kolaborasi dapat berjalan dengan maksimal dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun