Tak kusangka ia mulai berani mengajakku berenang di sebuah pantai di kawasan Batu Merah Batam. Jujur, aku bingung waktu itu, selama di Batam aku sendiri belum pernah pergi berdua dengan seorang perempuan, Terakhir kali aku pergi berdua dengan seorang wanita adalah sebelum berangkat ke Batam. Itupun hanya makan bakso di sebuah kedai kecil Pak Salam di seberang jembatan desa kami di Tulungagung sana.
Akupun akhirnya mengiyakannya. Â Dengan status teman biasa kami akhirnya pergi ke sebuah pantai Tanjung Datuk, Batu Merah Batam, di sebuah hari Minggu yang cerah. Ia memakai kaos krem dan celana biru sedangkan aku memakai kaos warna hitam kesukaanku. Entah apa yang ku pikirkan waktu itu, mandi di laut berdua dengan seorang perempuan, yang belum pernah ku lakukan sebelumnya.
Selama mandi di pantai Tanjung Datuk tersebut ia mulai bercerita tentang keluarganya, tentang impiannya dan tentu seperti biasa aku hanya sedikit bicara. Sudah menjadi takdirku bahwa aku selalu menjadi pendengar yang baik dan sedikit menjadi seorang advisor saja. Aku merasa nyaman di sampingnya.Sungguh
Kami berdua menikmati deburan riak gelombang pantai yang kecil, angin dari dataran Singapura tak cukup kuat untuk mengantarkan gemuruh ombak. Sesekali ia mencelupkan kepalanya ke dalam air laut, sebelum akhirnya muncul kembali ke permukaan
"Cobalah mas" Ia memintaku mengikuti apa yang barusan ia lakukan. Aku kemudian menyelam ke dasar laut untuk beberapa saat. Aku ingin membuktikan bahwa nafasku lebih kuat darinya.
Suasana pantai Tanjung Datuk waktu itu belumlah ramai sangat. Pantai yang panjang setidaknya membuat pengunjung untuk lebih leluasa memilih lokasi mereka.
Pulang dari pantai Tanjung Datuk kami mampir sebentar ke swalayan Astaka di kawasan Batamindo untuk membeli sebuah kaset Kenny G kesukaanku dan Slank  album "Slank Lagi Sedih" untuk walkman sonyku. Walkman dulu seolah menjadi barang wajib bagi buruh kala itu, Selain praktis bisa di bawa kemana-mana, aku sering menggunakan walkman untuk mendengarkan siaran radio Batam 100.7 FM dan Ria 89.7FM dari negeri seberang. Walkman waktu itu memang menjadi sinonim dengan musik portabel, meski harganya mahal tapi saya sangat menikmatinya di kala sepi dan sendiri.
Semenjak kami pergi berenang berdua tersebut santer kabar di seluruh area production yang bergosip bahwa kami berdua telah resmi pacaran, padahal kami hanyalah teman biasa saja. Jujur waktu itu ada mulai tumbuh benih-benih cinta di hati ini. Jiwa laki-lakiku seakan tertantang untuk melindunginya setelah ia sering mengadu tentang beberapa hal kepadaku. Aku bahkan sulit membedakan antara cinta dan sayang
Selama rentan waktu itu aku tidak pernah sekalipun main ke rumahnya pada malam Minggu ataupun mengajaknya kembali untuk sekedar hang out pada hari libur . Ia tinggal di Bengkong Baru dan aku di Tanjung Piayu, jarak yang lumayan jauh dan tidak punya kendaraan waktu itu. Jadwal kerja yang padat ( seven to seven dan Sabtu masih harus lembur) membuat kami kelelahan hingga tak punya banyak waktu untuk berlibur.
Hingga akhirnya kebersamaan kami memang harus terpisah untuk beberapa lama karena kami beda shift , Ia masuk pagi sedangkan aku masuk malam atau sebaliknya. Nyaris tak ada waktu bagi kami untuk bisa ngobrol lagi, selain curi-curi pandang saja ketika ia hendak masuk kerja atau beranjak pulang.Â