Statistik Kemiskinan Di Papua
Perlunya peran secara pro aktif partisipasi masyarakat mengingat, Papua sebagai bagian integral dari wilayah negara kesatuan republik indonesia ("NKRI") hingga kini masih tergolong daerah miskin dari sisi ekonomi bahkan sangat tertinggal jauh bila kita bandingkan dengan wiklayah-wilayah propinsi lainnya.
Sebagai gambaran mengenai keadaan kemiskinan di Propinsi Papua dapat kita lihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh badan statistik nasional ("BPS") sebagai berikut: Dibalik capaian tingkat kemiskinan satu digit (9,82 persen) per maret 2018, pemerintah perlu berhati-hati lantaran muncul satu fakta yang oleh Kepala badan Pusat Statistik ("BPS") Suhariyanto disebut "warning besar".Yakni,disparitas kemiskinan yang tinggi antara kota dan desa juga disparitas antar propinsi.Sebagai contoh, tingkat kemiskinan di papua (27,74 persen) jauh lebih tinggi dibandingkan di DKI Jakarta (3,57 persen).
Tulisan ini secara khusus mengangkat isu kemiskinan yang terjadi di Papua. Dibalik euforia turunnya tingkat kemiskinan secara nasional, ternyata terjadi hal sebaliknya di Papua.Â
Tingkat kemiskinan diakui masih tinggi melebihi 25 persen. Bahkan apabila dibandingkan dengan kondisi di Maret 2017 (27,62), tingkat kemiskinan di Papua justru meningkat.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2018 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Papua sebesar 917,63 ribu orang. Meningkat bila dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2017 sebesar 897,69 orang.
Mereka menjadi miskin karena rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan (GK) Maret 2018 sebesar Rp. 499.643. besaran GK tersebut tercatat naik mencapai Rp. 35.507, atau sebesar 7,63 persen dari September 2017 lalu.
Fenomena kemiskinan di Papua adalah tingginya disparitas antara kota dan pedalaman. Sekitar 1 dari 3 orang (36,51 persen) di pedalaman hidup miskin.Â
Angka tersebut terpaut jauh dimana hanya 4,51 persen penduduk miskin hidup di kota. Padahal bila melihat garis kemiskinan, GK wilayah kota pada Maret 2018 sebesar Rp. 542.542, nilainya lebih tinggi dibanding GK didaerah perdesaan yang mencapai Rp. 482.000.
UU Otonomi Khusus Tanah Papua Antara Cita dan Fakta
Tujuan dari diundangkannya UU N0.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah dirumuskan dalam dictum menimbang antara lain telah dirumuskan pada paragraph g dan h sebagai berikut: