Prolog
Pemerintah RI melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani pada medio agustus 2018 mulai mensinyalir merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika serikat sampai pada level lebih kurang 14.600 IDR/1 US Dolar AS antara lain disebabkan terjadinya gejolak fluktuasi moneter Turki sebagai akibat terjadinya embargo ekonomi dari negara Paman Sam tersebut.
Jika perang dagang antara Turki dan USA saat ini sudah sampai pada tahap saling menyerang dengan cara saling melakukan embargo ekonomi dalam suatu perdagangan.Pertanyaannya apakah daya tahan fundamentum ekonomi Turki mampu mempertahankan stabilitas sistem moneternya.Apakah di Turki tidak akan terjadi krisis moneter yang berdampak secara sistemik terhadap perekonomian nasional.
Mengukur Kekuatan Suatu Negara
Untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut secara makro kita harus melihat realitas kekuatan negara-negara sebagai pengendali ekonomi dunia.Dua negara USA dan China pada saat ini kekuatan ekonominya dapat diprediksi mampu mempengaruhi stabilitas perekonomian dunia.
Sentimen dalam perdagangan antara USA dan China sebagai negara yang sama-sama kuat sebanding dalam pertarungan perdagangan dunia sehingga tidak dapat dipungkiri kekuatan ekonominya mampu mendominasi perdagangan dunia dengan segala konsekwensinya bagi negara-negara lainnya sebagai mitra dalam perdagangan.
Menghadapi persaingan perdagangan dalam kancah internasional dimana antara negara yang satu dengan negara yang lainnya sudah terikat dalam suatu perjanjian dalam ketentuan organisasi perdagangan internasional world trade organisation (WTO) maka suatu negara harus menguasai secara detail aturan hukumnya sebagai landasan berpijak.
Jika suatu negara tidak memahami hukum bisnis internasional dan kemudian menyesuaikan keberadaan hukum nasionalnya dari tiga perspektif (substansi hukum-struktur hukum-kultur hukum) sebagaimana gagasan Fried Man dalam menggambarkan keberlakuan dari sistem hukum yang konprehenship maka dapat diprediksi suatu negara akan mengalami kerugian karena disebabkan kebijakan legislasi yang tidak akomodatif-responsif dengan perkembangan ilmu dan tehnologi.
Suatu negara dalam memasuki sekaligus menghadapi persaingan dagang internasional dalam era globalisasi-pasar bebas harus memiliki ketahanan yang kuat terlebih dahulu dalam negerinya masing-masing antara lain :
1. Stabilitas Politik Pemerintahan.
2. Fundamental Ekonomi Nasional.
3. Penegakan Hukum yang Konsisten dan Terukur.
4. Surplus Dalam Neraca Perdagangan Luar Negeri.
5. Rasa Nasionalisme Warga Negara.
Jika ke-lima kategori tersebut tidak terpenuhi maka ketahanan ekonomi suatu negara akan selalu berpotensi tidak stabil lebih-lebih jika suatu negara menerapkan sistem moneternya masih menggunakan rezim devisa bebas.Ibarat air diatas daun talas setiap saat dapat meluncur bebas secara akrobatik mengikuti kemana arah angin bertiup.
Setiap terjadi pelemahan mata uang dari suatu negara terhadap nilai dolar AS akan berdampak secara multy dimensional dari suatu negara misalnya potensi terjadinya krisis moneter yang ditengarai memiliki dampak sistemik terhadap perekonomian nasional dari suatu negara.
Penutup
Tindakan saling serang antara Amerika Serikat dan Turki dalam perdagangan dalam bentuk saling memboikot produk dalam hubungan eksport-import suatu barang atau bahkan saling melakukan embargo ekonomi.
Turki sebagai negara yang tergolong maju dan modern baik tehnologinya maupun surplus perekonomian negaranya dapat terhindar dari krisis moneter sepanjang ke-lima kategori sebagaimana tersebut dapat terpenuhi. Tidak mudah negara-negara besar seperti USA, China dan negara-negara maju lainnya menghardik negara lain dalam pengertian menekan melalui mekanisme perdagangan internasional apabila negara tersebut memiliki kemampuan dalam lima perspektif tersebut.
Artikel Lainnya : OpiniHardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H