Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Pengadilan Ad Hoc Kasus Timor Timur "Intended to Fail"?

28 Juli 2018   06:23 Diperbarui: 4 September 2018   13:30 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu kajian akademis seperti itu sangat diperlukan, mengingat akibat yang dapat ditimbulkannya secara signifikan dapat mengakibatkan hilangnya suatu wilayah dalam suatu negara. Perjanjian-perjanjian Internasional seperti itu, apabila negara / pemerintah tidak, memiliki kajian akademis yang memadai/proporsional, maka dapat diprediksi, Indonesia akan terus menerus berpotensi kalah. 

Sebagai antisipasi kedepan (for the future), Indonesia harus siap untuk kehilangan wilayah Aceh dan Papua, jika sejak dari dini/sekarang tidak dipersiapkan, kajian-kajian akademis yang bersifat ilmiah, sebagai bentuk antisipasi pembelaan bahwa wilayah Aceh dan Papua, secara yuridis (actual dan factual) adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Kelemahan hukum di Indonesia memiliki andil yang sangat besar, dalam kaitannya dengan pelaksanaan referendum jajak pendapat di Timor Timur, yang mengakibatkan hilangnya Propinsi Timor Timur. Jika kita mengkritisi lebih tajam maka ada pula fakta yang menunjukkan: bahwa pemerintah transisi semasa Presiden Habibie nampaknya telah sengaja tidak menghendaki pihak parlemen atau DPR ikut berbicara mengenai opsi kemerdekaan bagi Timor Timur. 

Buktinya, New York Agreement atau Persetujuan New York 5 Mei 1999 antara pihak Indonesia, Portugal dan disaksikan oleh Sekjen PBB itu diberi sebutan "Persetujuan". Tujuannya jelas, agar DPR-RI tidak dapat menuntut haknya untuk diikutsertakan, menentukan, hingga menyetujuinya atau tidak. Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 hanya mengenal kategori "Perjanjian" saja yang harus dimintakan persetujuan DPR lebih dulu. 

Sehingga semua kesepakatan internasional yang tidak diberi sebutan "Perjanjian" berarti tidak memerlukan persetujuan DPR. Dari segi ini dapat pula disimpulkan, bahwa tindakan Presiden Habibie dengan pihak luar negeri sudah berbau konspirasi.

Berkaitan erat dengan persoalan tersebut idealnya, demi menjaga kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), semua kerjasama dan kesepakatan dengan negara lain, yang menyangkut kepentingan rakyat banyak dan mempengaruhi haluan politik negara harus berbentuk "Perjanjian". Sehingga agar sesuai Pasal 11 UUD 1945, kesepakatan tersebut wajib dimintakan persetujuan DPR terlebih dahulu.

Provoked Act of Retaliation

Peristiwa Pidana Pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur, berbeda dengan Peristiwa Pidana Pelanggaran HAM berat, yang terjadi di Rwanda antara Tutsi versus Hutu (kejahatan genosida), Serbia versus Herzegovina di bekas Yugoslavia, Apartheid di Afrika Selatan, Pembunuhan Massal di Kamboja. 

Peristiwa pidana pelanggaran HAM berat di Timor Timur itu terjadi karena factor provokasi, sehingga menurut Hukum Internasional, apa yang dilakukan oleh kelompok Pro Integrasi di Timor Timur tersebut dapat dianggap sebagai suatu provoked act of retaliation. 

Yakni, tindakan pembalasan yang ditimbulkan oleh perbuatan yang bersifat provokasi dengan melawan hukum oleh kelompok pro kemerdekaan lebih dulu. Dan tindakan  pembalasan seperti itu, menurut pendapat Prof.Boedi Harsono,SH,MA,MIL, Guru Besar Hukum Internasional Publik, Universitas Trisakti, Universitas Diponegoro, Unisula Semarang, Unika Atmajaya, tidak dianggap melawan hukum.

Banyak sekali contoh-contoh mengenai kejadian yang dapat dikategorikan sebagai  provoked act of retaliation. Diantaranya dapat disebutkan Presiden Soekarno yang merasa diprovokasi oleh Inggris dengan dimerdekakannya negara Malaysia dan Singapura, menganggap perlu membalasnya dengan mengirim pasukan Baret Merah RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) untuk menyerbu Malaysia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun