Oleh : Dianyndra Kusuma Hardy, S.H.
Pendahuluan
Buku tersebut berasal dari hasil disertasi yang ditulis oleh Dr.H.Suhardi Somomoeljono,SH.,MH dari Universitas Borobudur. Saya selaku Advokat muda / praktisi hukum merasa perlu untuk melakukan resume atas buku tersebut, dengan pertimbangan karya ilmiah tersebut memiliki derajat tertinggi secara akademis mengingat tim penguji 7 guru besar telah memberikan nilai cum laude atas desertasi tersebut. Buku tersebut sungguh telah mengupas secara tuntas terutama dari sisi kebijakan Bank Indonesia dalam kaitannya dengan kewenangan Menteri Keuangan, Pemerintah dalam menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal yang ditengarai memiliki dampak sistemik terhadap perekonomian nasional.
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, sangat menakjubkan ! betapa tidak ternyata bailout atas bank century, justru mampu menyelamatkan Negara dari kehancuran dampak sistemik terhadap perekonomian nasional. Bukan hanya itu ! bahkan bailout atas bank century telah pula didukung oleh teori hukum / ekonomi yang sangat proporsional antara lain behavioral finance teori ( bft ). Penulis juga menegaskan dalam hasil penelitiannya, bahwa pemerintah pada saat itu ( Tahun 2008 ) tidak tepat ketika menggunakan argumentasi rumor yang digunakan sebagai alasan atau motif diambilnya keputusan bailout atas bank century. Rumor menurut penulis bukan teori yang secara akademis dapat digunakan sebagai rujukan dalam mengambil atau memutuskan suatu keputusan oleh pemerintah.
Menurut penulis jika, pada saat mengambil keputusan bailout atas bank century pemerintah memanfaatkan BFT digunakan sebagai landasan teori, maka secara akademis kebijakan tersebut memiliki landasan teori yang dapat dipertanggungjawabkan.Penulis juga menegaskan bahwa suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah / penguasa tidak dapat dikenakan sanksi pidana. Kebijakan itu perwujudan dari ikhtikat atau niat baik dari penguasa, hukum pidana itu sebaliknya menghukum subyek hukum yang memiliki niat jahat / niat tidak baik dalam segala implimentasinya.
Penulis lebih lanjut menguraikan dalam tulisannya, bahwa Kebijakan Bank Indonesia menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, berakibat langsung terhadap perekonomian nasional serta menimbulkan akibat hukum, mengingat kebijakan tersebut mewajibkan pemberian dana talangan (bailout) yang jumlah seluruhnya sebesar 6,7 triliun guna menyehatkan Bank Century. Pemerintah sangat yakin bahwa Bank Century adalah bank gagal, yang ditengarai dapat menimbulkan dampak sistemik (systemically important bank), terhadap perekonomian nasional, jika dibiarkan bangkrut (dibangkrutkan), maka dikawatirkan terjadi krisis moneter di Indonesia, sebagaimana pernah terjadi pada tahun 1998.
Dalam Penelitian ini, peneliti melakukan kajian dari sudut pandang hukum dan ekonomi, dengan menggunakan pendekatan teori-teori, yang terkait dan relevan sesuai dengan obyek yang menjadi pembahasan atau obyek penelitian.
 Dari hasil temuan yang peneliti lakukan, ternyata telah terjadi perbedaan pendapat antara Pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif), untuk memutuskan apakah bank century layak diberikan kebijakan pemberian dana talangan (bailout).
Dari perspektif keilmuan (knowledge), apabila dari semula dapat disepakati bersama oleh Pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif) dengan merujuk tersedianya behavioral finance theory (BFT) sebagai dasar dari suatu teori atau dasar teori, maka penyelesaian terhadap bank century, tidak menimbulkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan.
Behavioral finance teori (BFT) dapat menjelaskan secara akademik, mengapa Bank Indonesia menetapkan bank century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan hanya mendasarkan adanya rumor, hal inipun tidak dilakukan oleh pemerintah. Sampai saat ini Pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (legslatif) belum merujuk tersedianya behavioral finance theory (BFT).
Â
Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 bermula dari krisis ekonomi Amerika Serikat yang kemudian menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi Amerika diawali karena adanya dorongan untuk konsumsi (Propincity to Consume). Rakyat Amerika hidup dalam konsumerisme di luar batas kemampuan pendapatan yang diterimanya. Mereka hidup dalam hutang, belanja dengan kartu kredit, dan kredit perumahan. Akibatnya lembaga keuangan yang memberikan kredit tersebut bangkrut karena kehilangan likuiditasnya, karena piutang perusahaan kepada para kreditor perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman. Pada akhirnya perusahaan-perusahaan tersebut harus bangkrut karena tidak dapat membayar seluruh hutang-hutangnya yang mengalami jatuh tempo pada saat yang bersamaan.