Ia mengambil satu kain, lalu meminta mamanya memegang kain tersebut. "Mama berdiri di belakang saya," Gibran memberi instruksi.
Lalu ia menyuruh saya berjalan ke arahnya. "Bapa datang dari sana," ia menunjuk salah satu sudut rumah kami, "ayo, jalan dari situ."
Setelah saya cukup dekat dengannya, ia meminta saya menunduk sedikit. Sementara itu, ia mengambil kain dari mamanya dan menyelempangkan di bahu saya. Kami kemudian bersalaman, lalu ia memberi salam hormat.
Keesokan harinya ketika bangun pagi, ia tumben beranjak dari tempat tidur tanpa dipaksa. Biasanya pagi seperti itu ia masih terlelap dan butuh usaha besar untuk membangunkannya.
"Kita latihan lagi," pintanya. Kami tidak kuasa menolak permintaan Gibran, meski hal itu membuat kami agak terburu-buru menyiapkan diri berangkat ke tempat kerja.
Selasa (30/05/2023) pagi menjelang pukul 10.00 WITA, Ticer Sena mengirim beberapa foto ketika Gibran sedang beraksi menjalankan tugasnya itu.
Hari itu Gibran mengenakan seragam pilot khas TNI AU. Ticer Sena menambahkan lagi dengan aksesori topi hitam khas seorang prajurit. Ia terlihat gagah, dan itu membuat dada saya sedikit berdesir bangga.
Anak itu sudah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Tugasnya memang sangat sederhana, hanya menyelempangkan kain pada seorang tamu sebagai ucapan selamat datang.
Itu adalah tugas yang bisa dilakukan atau dilatih oleh semua orang. Tugas yang mudah. Sangat sederhana.
Tapi, Gibran mesti bersyukur karena tidak setiap anak dipercayakan untuk itu. Kebetulan ia mendapatkan kesempatan, dan ia menjalankannya dengan sepenuh hati.
Menurut saya, dari tindakan kecil itu, Gibran sudah mendapatkan pelajaran yang besar. Ia sudah belajar mengenai tanggung jawab dari sebuah kepercayaan yang diberikan oleh orang lain.