Saat ini semua orang bisa jadi investor. Tapi, selama ini juga akrab dengan kabar masyarakat Indonesia yang terjebak dalam investasi bodong.
Karena itu sebelum memutuskan jadi investor, seseorang perlu belajar terlebih dahulu. Tidak peduli kita mau berinvestasi pada area yang aman seperti membeli satu atau beberapa jenis Surat Berharga Negara (SBN), tetap saja harus memiliki pemahaman dasar.
Meski bukan ahli dalam literasi keuangan, tapi saya pernah mengikuti kursus singkat yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) NTT yang saat itu bekerja sama dengan Yayasan Arnoldus Wea (AW Foundation).
AW Foundation yang memiliki visi untuk mengembangkan SDM muda NTT, saat itu tergerak memberikan edukasi kepada masyarakat agar melek mengenai investasi. Selain untuk mengokohkan perekonomian masa depan, kegiatan itu juga dimaksudkan agar masyarakat tidak salah berinvestasi.
Karena itu, AW Foundation menjalin kerja sama dengan BEI NTT sebagai representasi negara dalam urusan investasi. Aktivitas lembaga tersebut diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan lembaga negara lainnya, sehingga lebih dipercaya dan memberi rasa aman dalam berinvestasi.
Legalitas lembaga yang memberi edukasi juga sangat penting, sebab banyak sekali tawaran investasi di berbagai media massa--terlebih media sosial. Kita tidak pernah tahu, mana yang punya niat mengembangkan ekonomi masyarakat dan mana yang bikin sesat.
Karena itu, ketika tahu ada edukasi yang diberikan oleh lembaga terpercaya seperti BEI NTT pada waktu itu, saya langsung mendaftar. Apalagi mereka mengusung tema yang menarik: "Nabung Saham Lebih Awal, Pensiun Lebih Dini".
Setelah mengikuti pendidikan singkat tersebut, saya jadi lebih paham. Saat ini saya memang belum resmi menjadi investor, karena ada prinsip dasar yang belum saya penuhi dengan baik. Apakah itu? Nanti saya ceritakan lebih lanjut, kita kenali dulu apa itu SBN yang sedang ramai dibicarakan itu.
Mengenal SBN
Secara umum, proses investasi itu melibatkan beberapa komponen. Ada calon investor, emiten, perusahaan sekuritas, dan BEI.
Emiten merupakan badan usaha (pemerintah) yang mengeluarkan kertas berharga untuk diperjualbelikan. Jadi, emiten ini bisa berupa perusahaan keuangan seperti Bank BCA, produsen makanan seperti Indofood, dll., termasuk juga negara (pemerintah).
Secara umum BEI yang menentukan standar perusahaan apa saja yang layak masuk dalam bursa atau pasar modal. Lembaga ini juga yang menentukan aturan main agar aman dan terkendali.
Supaya relasi antara emiten dengan calon investor terjalin dengan baik, maka dibentuklah perusahaan sekuritas. Jadi, perusahaan sekuritas ini merupakan broker yang menghubungkan antara penjual (emiten) dan pembeli (investor). Perusahaan sekuritas juga bertugas memberi edukasi tentang seluk-beluk pasar modal.
Kurang lebih itu pemahaman dasar yang saya peroleh dari pendidikan singkat tersebut. Dan jika kita kaitkan dengan SBN, itu termasuk sebagai emiten.
Tadi saya singgung bahwa BEI hanya memasukkan emiten yang kredibel dalam bursa atau pasar modal. Emiten itu harus dari perusahaan yang memiliki keuangan yang sehat, serta memiliki pengelolaan yang memungkinkan perusahaan itu terus berkembang.
Bagaimana kalau emiten itu merupakan milik negara seperti SBN ini? Kita tentu percaya dan yakin ini bakal aman, sebab negara tidak mungkin mencelakakan rakyat dengan model investasi seperti ini.
Karena itu, menurut saya, investasi SBN ini terbilang aman dan menjanjikan profit yang lebih baik pada saatnya nanti. Ya, selama negara tidak bangkrut. Tidak mungkin kan?
Secara umum, SBN itu didefinisikan sebagai produk investasi yang diterbitkan dan dijamin oleh pemerintah Republik Indonesia. Karena dijamin oleh negara, maka investasi ini lebih meyakinkan.
Tidak heran ketika SBN ini pertama kali diterbitkan pada 2022, animo masyarakat yang ingin membelinya sangat besar. Sebuah artikel yang ditulis B. Ika Apriandini dari KPKNL Yogyakarta melaporkan bahwa, seri pertama SBN itu berhasil terjual Rp. 25.066 Triliun dengan jumlah investor 56.238.
Wow, itu memang angka yang fantastis. Besarnya peminat investasi pada SBN itu menunjukkan masyarakat sangat percaya pada negara. Selain nanti bisa mendapatkan deviden atau keuntungan, para investor ini juga tentunya membantu negara untuk pembangunan bangsa.
Jadi, sekali investasi langsung dapat banyak manfaat. Investor bisa merasa bermanfaat bagi negara dengan ikut memperkuat modal pembangunan. Dan nanti suatu saat, investor ini akan mendapatkan keutamaan.
Maka ketika saat ini SBN seri berikutnya diterbitkan lagi, masyarakat atau para investor kembali ramai untuk membelinya. Kalau sudah aman dan pasti untung seperti itu, kenapa anda tidak mau ikut beli?
Prinsip Dasar Menjadi Investor
Baik, ini kesempatan yang pas buat saya untuk menjelaskan kenapa belum jadi investor. Sebenarnya jadi investor itu terbilang, sebab saham atau surat berharga negara tadi dijual sangat terjangkau per lembarnya. Hanya dengan seratus ribu rupiah, kita sudah bisa beli satu lembar saham.
Tapi, dari apa yang saya pelajari, ada dua prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu. Dan dua pertimbangan ini menentukan akan membentuk mental kita sebagai investor yang baik.
Pertama, saya ingat betul apa yang BEI NTT ajarkan saat itu, bahwa kalau ingin berinvestasi harus menggunakan uang 'tidur' atau dana lebih. Anjurannya ambil 10% dari pendapatan bulanan.
Jadi, meskipun ada emiten yang dinilai aman dan menguntungkan, kita tidak boleh grasah-grusuh membelinya. Apalagi sampai berutang pada orang demi dengan harapan segera mendapat keuntungan dari investasi.
Menurut para investor senior, investasi sebaiknya menggunakan 'uang tidur' atau dana lebih tadi. Maksudnya uang yang kalau hilang--ini hanya misalnya mendapatkan kondisi terburuk--kita masih bisa hidup normal. Masih ada tabungan atau pemasukan lain untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Kedua, mental seorang investor juga tidak bisa mengharapkan keuntungan dalam waktu sekejap. Investasi itu selalu bermakna untuk persiapan jangka panjang. Minimal 15 tahun atau lebih baru bisa memanen keuntungan.
Jadi, menurut saya, dua prinsip itu yang harus dipahami dan ditanamkan baik-baik sebelum memulai berinvestasi. Saya sendiri belum memutuskan mulai berinvestasi saham atau SBN, karena belum ada 'uang tidur' memadai.
Secara umum, keuangan saya belum sempat tidur nyenyak, ia sudah harus dibagi ke mana-mana. Saya mungkin perlu mencari obat tidur yang mujarab untuk uang saya terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H