[caption caption="Kolam yang sedang kering ini, salah satu keindahan di Cancar, Manggarai, NTT"][/caption]
Tidak pernah saya menyangka sebelumnya, ternyata di Cancar terdapat tempat wisata yang indah dan menarik untuk dikunjungi. Kota dari Kecamatan Ruteng ini, sudah lama saya tahu. Sering melintasinya tiap kali liburan sekolah dulu. Karena hanya ‘numpang lewat’, tidak begitu banyak yang saya ketahui.
[caption caption="Cancar indah..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02651-jpg-56926ab9337a61f004e431ec.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Entah dorongan dari mana, -saya kira kehendak Tuhan-, tanpa sengaja berkenalan secara spesial dengan sesorang yang berasal dari sana. Awalnya hanya mengaku sebagai ‘teman biasa’, lama-lama menjadi tidak biasa. Ada perasaan aneh yang muncul saat kami bersama. Keanehan yang spesial. Tidak cukup kata untuk menjelaskannya secara detail dan sempurna. Intinya, dialah partner hidup yang istimewa bagi saya.
[caption caption="Ada kerangka ikan paus di pinggir kolam Cancar"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02567-jpg-569261fbaf7e61130b43903f.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Karena ada hubungan spesial itulah, saya punya peluang yang besar singgah atau berkunjung ke Cancar. Kalau liburan ke kampung, harus menyempatkan diri ke sana. Tidak bisa tidak. Namanya juga kangen dengan yang spesial di sana, hehehe...
[caption caption="Ini juga, bagian dari keindahan di Cancar"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02579-jpg-56926b30959373fd061e5a64.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Sama seperti bulan September 2015 lalu, sempat liburan sebentar ke kampung. Sudah tentu saya ke Cancar. Banyak hal yang diurus di sana saat itu. Biar tidak terlalu banyak, saya hanya menceritakan pengalaman mengunjungi lokasi wisata di sana.
[caption caption="Enu Yanny, guide spesial selama mengujungi tempat wisata di Cancar"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02565-jpg-56926256b37a6122056903f1.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Perlu Anda ketahui, saya sudah mengunjungi beberapa daerah di Indonesia. Surabaya, Malang, Jogja, Bandung, Jakarta, Bali, Kupang, dan daerah lainnya. Saya selalu menyempatkan diri berkunjung ke tempat wisata terkenal setempat. Begitu ke Cancar, kesannya sangat spesial,beda dari tempat wisata di manapun.
[caption caption="Tak peduli terik yang membuat-ku mengernyit"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02648-jpg-56926baf2a7a615214b229a9.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Entahlah, sulit menjelaskan alasannya. Mungkin karena ‘tour guide’-nya orang spesial tadi. Dia mengajak saya melihat lokasi wisata yang menurutnya sering dikunjungi oleh wisatawan lokal, nasional, hingga mancanegara. Saya semakin penasaran. Dengan beribu tanya dalam benak, saya ikuti saja dia membawa ke mana.
[caption caption="Nice smile..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02564-jpg-569262c22a7a613913b229e4.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Kolam Cancar
Pertama, kami menuju sebuah kolam. Saya langsung bertanya banyak hal. Mengenai nama kolam, kapan pertama kali dibuat, dimanfaatkan untuk apa saja, dan bagaimana minat orang berkunjung ke sana ?
[caption caption="Kolam Cancar memang indah. Cukuplah foto ini menggambarkannya."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02584-jpg-5692632bf27a61170937d8e8.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Ternyata, dia tidak banyak tahu juga. “Pokoknya orang-orang di sini, biasa menyebut kata kolam saja, maka sudah pasti yang dimaksud adalah tempat yang kita kunjungi itu. Tidak ada lagi kolam lain, itu satu-satunya”.
“Tapi, mestinya ada nama khusus”, saya sedikit protes.
“Sudahlah, kita nikmati saja kolamnya. Anggap saja namanya: Kolam Cancar”.
[caption caption="Kerangka ikan paus"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02572-jpg-569263a2af7e61b2094390bb.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
“Lalu..?”, saya masih menunggu jawaban pertanyaan lain.
“Pertanyaan kedua apa ya ?”
“Hmmm, mulai lupa sudah”, saya mencubit ringan di lengannya, “kolam ini kapan pertama kali ada ?”
“Oh...tidak tau lagi e..”, tanpa saya sangka dia balas mencubit juga, “sudah lama sekali. Tapi, setelah selesai kuliah dulu, barulah orang ramai mengajak ke sini”.
[caption caption="Melihat senyum seperti ini, bumi serasa bergerak lambat (slow motion)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02577-jpg-569263f2959373f2061e5a70.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Saya manggut-manggut saja, sambil memperhatikan setiap perjelasan yang dia berikan. Kadang pandangan saya agak lama mengarah pada wajahnya. Terpaan angin yang cukup kencang, membuat rambutnya berterbangan sebentar, lalu dengan tangannya, dia kibaskan ke belakang biar rapi kembali. Senyumannya merekah indah menghiasi wajah oval, mungil, dan imut. Saya rasakan irama bumi berputar sangat lambat. Ternyata adegan ‘slow motion’ di film-film itu memang bisa terjadi nyata. Asalkan menemukan momen yang tepat. Dan saya mendapatkan momen itu saat ada bersamanya di tepi kolam.
[caption caption="Gerakan bumi serasa melambat (slow motion mode)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02574-jpg-56926448e1afbde908e5671b.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Saat kami berkunjung, kolam sedang dikeringkan. Kolam berbentuk lingkaran. Di tengah, ada sebuah rumah panggung atau gazebo. Terlihat sekelompok pekerja yang sedang membangun jembatan untuk akses ke sana. Di pinggiran kolam, terdapat beberapa bangunan kantor pemerintahan.
[caption caption="Di tepi kolam"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02580-jpg-569264c1b37a6129056903fe.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Ada pula hal unik yang merenggut perhatian saya. Di sana terdapat tulang/kerangka ikan paus. Tahukan ikan paus sebesar apa ? Hmmm, besar sekali. Dari tulangnya saja yang raksasa, bisa dibayangkan bagaimana bentuk aslinya. Yang jelas untuk wilayah NTT, daerah yang mempunyai tradisi menangkap ikan paus hanya di Lamalera, Lembata. Mereka paling tahu soal ikan paus. Menurut cerita, kerangka ikan paus yang dipajang di pinggir kolam Cancar itu didatangkan dari sana juga. Tidak ada keterangan tertulis mengenai kerangka tersebut. Semoga tidak salah, kalau itu kerangka ikan paus.
[caption caption="Foto bareng kerangka ikan paus"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02587-jpg-5692650d2a7a616c14b229ad.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Kerangka ikan paus itu menjadi objek yang menarik untuk difoto. Kami tidak buang kesempatan yang baik itu. Mulai dari depan, samping kiri-kanan, belakang, kami berpose sesuka hari. Karena hanya berdua, kami foto bergantian. Sesekali foto bersama dengan mengatur timer pada kamera.Sungguh indah dan menyenangkan.
[caption caption="Senyuman manis di balik bunga"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02592-jpg-56926560b37a612e056903fb.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Sawah Lodok
[caption caption="Akses masuk untuk melihat sawah lodok"]
Kalau Anda mengetik “sawah lodok” di google, bermunculan berbagai tulisan dan gambarnya. Itu menandakan, bentuk sawah khas Manggarai, Flores, NTT itu sudah terkenal. Bahkan sudah mendunia. Petak sawah yang dibentuk menyerupai jaring laba-laba itu terdapat hampir di seluruh wilayah Manggarai Raya (Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur). Salah satu yang cukup terkenal adalah sawah lodok di Cancar. Mengenai sejarahnya, Anda bisa mencari dan membaca sendiri. Sudah begitu banyak tulisan media online tentangnya.
[caption caption="Menuju puncak bukit pasir Weol-Cancar"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02605-jpg-56926659b37a615505690400.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Selepas dari kolam Cancar, kami langsung menuju tempat yang memungkinkan untuk menikmati keindahan dan keunikan sawah lodok. Lokasinya tidak berjauhan. Hanya 5 menit dengan sepeda motor.
[caption caption="Sebelum melihat sawah lodok, kita lihat babi dulu..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02609-jpg-569266a51eafbd7d048b4580.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Spot terbaik untuk menikmati sawah lodok itu dari atas bukit pasir Weol-Cancar. Untuk bisa sampai ke sana, kami masuk lewat samping rumah warga. Ada jalan setapak yang sudah dibuat khusus. Meski tidak resmi, sang empunya rumah menyiapkan buku tamu. Setiap pengunjung, baik lokal maupun manca negara menuliskan nama dan alamat asalnya.
[caption caption="Lelah ??? Tidak ada kenikmatan tanpa melewati rintangan"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02610-jpg-5692671a2a7a618a13b229f4.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Saya membuka halaman demi halaman buku tamu tersebut, sudah hampir habis lembaran kosongnya. Dari sekian banyak yang menulis, didominasi oleh tamu asing. Makanya tidak heran kalau sawah lodok Cancar begitu familiar dalam berbagai media online yang membahas tempat wisata. Wisatawan biasanya punya kebiasaan menulis kisah perjalanannya.
[caption caption="Sampailah di atas bukit. Melihat Cancar dan sekitarnya tanpa penghalang"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02613-jpg-569267960f93737a091d0552.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Tidak ada biaya tiket masuk yang dipatokan bagi pengunjung. Tapi, tidak jauh dari tempat buku tamu diletakkan, ada sebuah kotak sumbangan sukarela. Berapa saja uang yang diberikan tidak menjadi masalah. Katanya uang itu untuk pengembangan fasilitas di sana. Mungkin Pemda Manggarai perlu mengurus potensi wisata tersebut secara profesional, biar lebih tertata dan bermanfaat bagi pendapatan daerah.
[caption caption="Inilah bentuk sawah yang unik dan terkenal itu..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02618-jpg-569267f40f9773110bfbcf0b.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Oh ia, di sana juga melayani tamu yang mau menikmat kopi khas Manggarai dan penganan lokal. Tempat duduk juga sangat natural, langsung di bawah pepohonan. Jika ingin membawa oleh-oleh buat keluarga, ada juga kopi yang sudah dikemas.
[caption caption="Inilah bentuk sawah yang unik dan terkenal itu..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02621-jpg-5692685e1eafbd9c048b4588.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Selesai menulis identitas di buku tamu, kami menuju puncak bukit pasir Weol. Namanya bukit, jalan sedikit menanjak. Beruntung sudah dibuatkan tangga berupa tumpukan tanah. Mungkin bapak penjaga di pintu masuk yang mengerjakannya dulu.
[caption caption="Fotonya gantian dong..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02636-jpg-56926963bc22bd060b534839.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Hanya beberapa menit mendaki, kami akhirnya tiba di puncak bukit. Angin semilir yang berhembus meringankan rasa lelah. Dari ketinggian, kita bisa melihat pemandangan yang menakjubkan. Birunya langit dengan hamparan awan yang membentuk pola yang menawan. Wilayah seputaran Cancar yang didominasi hijaunya padi di sawah, terlihat jelas tanpa penghalang. Sungguh indah dan menyenangkan. Ingin rasanya mendirikan tenda di sana, lalu menikmatinya hingga bosan. Apalagi menyaksikan sawah lodok yang mirip jaring laba-laba. Seperti potongan pizza, dari tengah bentuknya kerucut, dan semakin melebar pada sisi terluar.
[caption caption="Wow...I'm fell free..."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02632-jpg-569269d2af7e61ec0a43904f.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Banyak juga pengunjung lain saat itu. Rata-rata berasal dari luar Flores, dan ada pula dari mancanegara. Mereka sibuk memotret pemandangan yang langka dan unik tersebut. Kami juga demikian. Foto sana-sini, hingga batrei kamera kehabisan daya. Tidak mengapa, karena keindahan di Cancar perlu diabadikan dan diwartakan. Jika Anda punya waktu dan dana yang cukup untuk berlibur, kunjungilah pulau Flores. Ada begitu banyak destinasi wisata yang ditawarkan. Termasuk juga keindahan di Cancar. Sekian...
[caption caption="Memang, keindahan itu di Cancar"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/10/dsc02640-jpg-56926a67b37a6130056903ff.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)