Ada 20 orang yang final memutuskan ikut ke Gili Labak. Untuk diketahui, saya sebutkan saja namanya, sebagai berikut: Hamdan Hariawan; Novi Prawitaningsih; Gatra Satria; Yeni Rachmawati; Wawan Setiawan; Diana Hardiyanti; Pujo Prastowo; Diana Pebrianti; Wilda Kharima, Novi Nastiti; Saver Suhardin; Carolina Veto; Imam Sutrisno; Romadhon; Dewi Agustina; Komsiatiningsih; Fitriani; Deby Septiawan; Moriana Sembiring; dan Elfani Febria. Tiap hari, diskusi dalam group WA yang membahas persiapan selama belibur, intens dilakukan. Pembagian tugas cukup jelas. Ada yang menyiapkan tenda dan peralatan masak portable, bola, kamera, senter, snack, dan peralatan lainnya.
[caption caption="Tiba di Sumenep (Kalianget), langsung mengankut barang ke perahu motor"]
Satu hari sebelum berangkat, diingatkan kembali jadwal kegiatan yang telah disepakati. Semua berkumpul di kost Mas Deby, dkk pada 26 Desember 2015 pukul 03.30. Malam harinya saya tidur lebih awal. Saya atur alarm di HP biar bisa bangun jam 02.00. Entah apa yang terjadi, alarm tidak berbunyi. Atau saya yang tidak mendengarnya. Entahlah.
Saya terbangun sesuai irama sirkadian. Langsung cek jam di HP, sudah pukul 4 lewat. Bukan main kagetnya. Ada belasan panggilan tak terjawab dari teman-teman. Group WA juga demikian, isi pesannya seputar keterlambatan saya. Waduh, saya merasa bersalah dengan teman-teman. Sangat tidak nyaman rasanya menjadi penyebab terlambat bagi yang lain. Takut dimarahi teman-teman, saya minta ditinggal saja, tidak jadi berangkat. Ternyata mereka menolak. Saya diminta tetap datang. Mereka setia menunggu di tempat yang telah disepakati. Syukurlah, teman-teman saya sangat sabar, pemaaf, baik hati dan tidak sombong.
[caption caption="Menunggu perahu motor di dermaga alamiah "]
Dari Surabaya, kami berangkat menuju Bangkalan-Madura dengan sepeda motor. Sebelumnya sudah janjian dengan penyedia jasa travel, bertemu di rumah Mas Romadhon -salah satu anggota keluarga B16-, sekalian menitip sepeda motor di sana.
Kami duluan tiba. Tidak lama kemudian, mini-bus yang disewa juga datang. Kami bergegas mengangkut barang bawaan, lalu berangkat. Bus pun melaju dengan gesit. Menyelusuri jalur antar-kabupaten di Madura. Dari Bangkalan, melewati Sampang, Pamekasan, hingga di Sumenep.
Perjalanan yang sangat menggembirakan. Nampak sekali dari raut wajah teman-teman yang saya perhatikan satu per satu. Senyuman dan tawa tiada henti. Ada saja joke-joke atau kejadian yang membuat kami tertawa.
[caption caption="Perahu motor belum siap jalan, makan siang saja dulu"]
Pemandangan di kiri-kanan jalan yang kami lewati juga tidak kalah menarik untuk dinikmati. Tidak terhitung berapa kali saya berdecak kagum dengan keunikan yang ada. Misalnya saat melewati pasar tradisional, ada lokasi khusus yang menjual bermacam-macam unggas. Ada burung hias, bebek, ayam, burung puyuh, dan jenis unggas yang lain berjejer di satu lokasi. Begitu pula saat melihat tanaman di perkebungan warga. Terlihat ada buah naga, jagung, tembakau, tebu, dan aren. Memasuki daerah Sumenep, tambak garam membentang sangat luas. Bangunan tua, yakni gudang garam berjejer di sana. Tidak salah kalau Madura dikenal sebagai daerah penghasil garam.
Kurang lebih jam 11, kami tiba di Kalianget-Sumenep. Itulah ujung dari rute perjalanan darat sebelum menyebrang ke Gili Labak. Di sana ada pelabuhan resmi bagi kapal penumpang maupun kapal barang. Tapi, kami tidak melalui dermaga tersebut karena perahu motor yang kami gunakan milik nelayan atau warga setempat. Tidak ada dermaga khusus. Perahu motor hanya ditambat begitu saja di tepi pantai, tepat di belakang rumahnya. Untuk bisa ke sana, bus harus masuk melalui gang kecil. Itu pun tidak bisa tembus karena ukuran jalan yang sempit. Selanjutnya kami jalan kaki sambil memikul barang bawaan.