[caption caption="Minikmati kopi Manggarai, dengan kain sarung songke membungkus tubuh."][/caption]Kemarin, beberapa media nasional mengabarkan hasil kompetisi kopi nasional, dimana kopi dari Manggarai Timur menjadi yang terbaik. Sebagai orang Manggarai, saya turut bangga. Begitu juga orang Manggarai lainnya. Terlihat banyak yang share berita tersebut di akun medsos mereka.
Kalaupun tidak diakui sebagai kopi terbaik nasional, tetap saja bagi saya kopi Manggarai terbaik. Karena memang tersedia banyak, mudah diolah, mudah didapat, murah bahkan sering diminum gratis, dan cita rasa yang nikmat. Aromanya membuat rileks, batin menjadi tenang. Kehangatannya membuat kita lebih semangat, fokus, dan penuh inspirasi.
Selain memang sudah enak, menikmati kopi Manggarai langsung di daerah Manggarai, nuansanya berbeda. Entah mengapa, tidak juga begitu saya pahami, rasanya berbeda saat menikmatinya di tempat lain. Perasaan menjadi lebih tenang dan senang.
Di Surabaya, angkringan tempat minum kopi sangat banyak. Sepanjang jalan, di kiri-kanan mudah kita temukan. Tua-muda, banyak yang nongkrong sambil menikmati kopi di sana. Pernah saya coba singgah di salah satu warkop giras. Nuansanya datar-datar saja. Terasa hampa di tengah keramaian. Entahlah, apa karena saya datang tanpa ditemani siapa-siapa, sementara yang lain berpasangan cewek-cowok ? Bisa jadi.
Dari warkop pinggiran, saya pindah ke cafe yang agak elit. Sebetulnya bukan keinginan sendiri, ada teman yang rela mentraktir. Persiapan ke sana agak ribet. Tidak mungkin kita masuk cafe mentereng dalam keadaan kemomos. Jadi, harus mandi bersih-bersih, pakai minyak wangi, pakai pakaian rapi dan terbaik dari koleksi yang ada, sisir rapi, cuci motor. Nah, kalau sudah begitu, baru saya merasa pantas masuk ke sana. Minimal harus menyesuaikan kondisi ruangan cafe yang bersih, nyaman, wangi, indah, dan mewah. Hanya mau minum kopi saja ribet ya ? Apalagi saat pulang, saya melihat struk pembayaran dari kasir, langsung kaget melihat secangkir kopi seharga 50 ribuan. Padahal, rasanya biasa saja.
Bagaimana kalau menikmati kopi di Manggarai ?
Ohh.. di sana 'Surganya' menikmati kopi bagi saya. Tidak usah pusing kalau mau minum kopi. Saat bangun pagi, Mama-mama atau gadis-gadis di Manggarai sudah menyiapkan kopi. Setiap rumah, hampir dipastikan, minuman pertama di pagi hari adalah kopi.
"Nana, bangun sudah, minum kopi dulu", sampai-sampai kita dipanggil dari kamar tidur. Kalau kita baru terlihat saat siang, mereka langsung sigap, "Sudah minum kopi pagi tadi ?". Istimewa tinggal di Manggarai. Seolah-olah belum diizinkan memulai hari sebelum minum kopi.
Manggarai, rata-rata wilayahnya bercuaca dingin. Apalagi saat pagi hari, kita menggigil sebagai respon alamiah akibat cuaca dingin yang ekstrim. Selain mekanisme menggigil, ada juga cara lain, yaitu berselimut dalam kain songke (towe songke) dan minum kopi panas. Itulah cara mengusir dingin yang kerap dilakukan saban harinya.
Jadi, saat beranjak dari tempat tidur, kain songke masih dikalungkan dileher, menutupi kepala, atau membungkus seluruh tubuh. Langsung menuju ruang keluarga dan minum kopi di sana. Tidak perlu cuci muka, sikat gigi, apalagi mandi. Pokoknya minum kopi dulu.
Dua foto yang saya upload dalam tulisan ini jelas menggambarkan cara minum kopi pagi di Manggarai. Memang tidak bisa seenaknya digeneralisasi demikian. Tapi, sering saya melihat pemandangan seperti itu. Atau minimal saya selalu mengalaminya.
Foto tersebut saya ambil saat menikmati kopi pagi di Kota Ruteng. Sekitar 2 bulan lalu saat pulang kampung. Awalnya hanya mau mengantar saudari bungsu masuk asrama. Pagi-pagi sekali, jam 5 pagi kami tiba di Ruteng. Sengaja, biar dia bisa masuk sekolah tanpa terlambat.
Sebelum kembali kè rumah, saya bersama Amang Sipri memutuskan minum kopi dulu. Pagi itu sangat dingin. Ruteng, masih memberi rasa yang sama, dari dulu (saat SMA) hingga sekarang :dingin.
Kami telusuri tiap sudut kota Ruteng, mencari warung kopi. Sulitnya bukan main. Semua warung masih tutup sepagi itu. Tidak putus asa, kami jalan terus. Tepat di depan RSUD dr. Ben Mboi-Ruteng, barulah kami dapatkan satu warkop yang sudah melayani pembeli.
[caption caption="Amang Sipri (kiri) bersama seorang Bapak yang sedang menuggui keluarga di RS."]
Di sana, sudah terlihat bapak-bapa dan ada juga anak muda sedang minum kopi. Sama seperti kami, mereka juga masih terbungkus dalam kain sarung songke. Setelah bercakap-cakap, ternyata mereka sedang menunggui keluarga yang sedang dirawat di RS. Begitu bangun, keluarga pasien diminta keluar oleh petugas, karena ruangan akan dibersihkan. Saat itulah mereka mencari kopi pagi.
Hari itu, kami menikmati kopi panas bersama. Fajar yang menyingsing dari arah Gunung Ranaka ikut menghangatkan suasana. Balutan kain songke, mantap menghalau udara dingin.
Hangat. Sehangat semangat anak sekolah yang hendak sekolah. Kami perhatikan mereka begitu semangat meski berjalan kaki menuju tempat belajar masing-masing. Masa depan Manggarai, ada di anak-anak berseragam itu tentunya. Diiringi lagu Manggarai "Molas Sekolah", kopi terus kami seruputi. Semakin lama, semakin nikmat....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H