"Nia telo dite Nana ? (Di mana 'telo'-mu bro ?)", tiba-tiba teman cewek bertanya. Kala itu, kami sedang SMP.
"Ho wa ye (Ada di bawah neh)", sambil mengarahkan pandangan mata ke bawah, saya menjawab sekenanya saja. Di depan saya, berdiri seorang teman lain, tepat 2 tangga lebih rendah dari tempat saya berdiri. Dia tampak berekspresi bingung mendengar pertanyaan cewek tadi, yang berdiri pada ujung tangga samping kelas. Waktu itu jam istirahat.
"Telo, teman 'lonto' maksudnya e...".
Kami tersenyum lega dan mencengir setelah mendengar penjelasan lebih lanjut teman cewek tadi. Makna kata 'telo' memang jamak. Artinya disesuaikan dengan konteks pembicaraan.
***
Telo, satu kata yang bermakna banyak. Bergantung di mana kita berada dan konteks penggunaan dalam percakapan sehari-hari. Di Manggarai-Flores, telo punya makna khusus, dan tidak perlu saya jelaskan di sini. Di Jawa, kurang lebih 2 tahun lalu, saya mengetahui dari lingkungan tempat domisili, ternyata telo adalah ubi jalar. Bisa jadi, di daerah lain, kata 'telo' ini bisa memiliki arti berbeda.
Dalam konteks khusus, -seperti pertanyaan teman cewek pada awal tulisan ini-, kata 'telo' merupakan akronim dari teman lonto. Teman sudah jelas artinya. Sedangkan 'lonto' adalah kata bahasa Manggarai, yang berarti duduk. Jadi, teman lonto sama artinya dengan teman duduk. Teman duduk semeja dalam kelas.
***
Mengenai 'telo' semasa sekolah menengah, kenangannya sangat mengesankan. Banyak cerita atau kisah dahulu yang selalu membekas dalam ingatan. Dari kisah tersebut, ada yang bermakna atau dijadikan bahan pelajaran hidup. Singkatnya, 'telo' bisa menjadi pegangan hidup.
Saat guru belum masuk kelas, bersama 'telo' kita bicara. Dari topik masalah pribadi hingga persoalan bangsa, atau sekedar gosip, semua dikupas tuntas. Tempat curhat saat dilanda masalah, partner yang setia mendengar. Kita bebas utarakan mimpi, bahkan yang absurd sekalipun, 'telo' akan mendukung selalu. Tidak ada celaan, semangat optimismenya terus digelorakan.
Saat jenuh dalam kelas, 'telo' menjadi penghibur yang tidak kalah dengan selebiti di tivi. Kita memukul-mukul meja untuk menghasilkan bunyi dentuman nada, lalu dia bernyanyi:
"Ada cerita, tentang aku dan dia, saat kita bersama, saat dulu kala...,dst".
Atau sebaliknya, dia menabuh meja untuk menghasilkan bunyi yang menyerupai nada lagu, lalu dengan semangat kita melantukan lagu:
"Sahabat sejatiku, hilangkan dari ingatan-mu, di hari kita saling berbagi... Dengan kotak sejuta mimpi, kau datang mengampiriku....dst".
Saat naksir dengan seseorang, 'telo' memiliki andil yang penting. Dia menjadi promotor sekaligus jubir mengatakan cinta. Tidak peduli jika sekali ditolak, dia akan mencobanya berulang-ulang hingga berhasil. Tidak mungkin cewek tetap kekeuh kalau selalu dihujani permohonannya yang sama.
Mengingat hari ini bertepatan dengan hari raya kurban, banyak juga cerita tentang berkurban seorang 'telo'. Berkurban yang dimaksud bukan menyembelih hewan seperti sapi atau kambing. Berkurban bisa banyak bentuknya, kan ?
Saat kita bolos, 'telo' berkurban untuk bohong. Rela menanggung dosa dengan membuat surat sakit fiktif. Mati-matian meyakinkan guru kalau 'telo-nya' sakit.
Saat ujian juga, 'telo' mengurbankan seluruh nasibnya. Sudah tau kalau kedatapan menyontek akan mendapat sanksi diskualifikasi nilai ujian, tapi tetap saja dilakukan. Begitupun dengan tugas pekerjaan rumah (PR).
Dan masih banyak lagi deretan litani tentang kehebatan 'telo' kita. Dari semuanya, dapat disimpulkan kalau 'telo' itu memang vital. Keberadaannya di dunia ini sangat diperlukan. Peradapan dunia pada masa yang akan datang bergangung padanya. Dunia bergantung pada 'telo', atau bisa diberi semboyan: "Telo untuk dunia".
Karenanya, mari menjaga 'telo' kita agar selalu joss....! Kita bukanlah apa-apa jika tanpa 'telo'. Siapkan Anda menjaga atau memiliki 'telo' ďengan baik ??? (Renungkan dan jawab masing-masing).
Oh iya, kurang lebih sebukan lalu, saya bertemu lagi dengan 'telo' sewaktu SMP. Puji Tuhan, mereka sehat-sehat dan sukses pada bidang yang ditekuni. Buktinya, 'telo' itu sudah besar-besar dan montok. Beberapa diantaranya ada dalam foto yang saya upload. Ada Mas Vian Jemadu ( PhinTho GAmboa) dan Mbak Sarendang Gani. Sehat n sukses selalu buat kalian berdua.
[caption caption="Kiri-kanan: Vian Jemadu, Sarendang Gani, Saverinus Suhardin"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H