Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

JALAN-JALAN DAN BELAJAR (02): MALAM PERTAMA DI JAKARTA

19 September 2015   14:31 Diperbarui: 19 September 2015   14:31 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ramai mengantri kunci kamar di lobby hotel"][/caption]

Cerita sebelumnya, berakhir saat kami tiba di Hotel 88 Grogol-Jakarta. Melepas lelah setelah melewati 20 jam perjalanan dari Surabaya hingga Jakarta menggunakan bus. Kalau belum membaca, sebaiknya klik di sini dulu.

Pihak travel sudah membagi kamar yang kami tempati. Satu kamar diisi 2 orang. Setelah menerima kunci, masing-masing segera menuju kamar. Saya langsung merebahkan badan di atas kasur yang super empuk. Hawa adem dari pengkondisi udara (AC), membuat saya langsung merem beberapa saat. Kalau mau jujur, tentu saja jauh berbeda jika dibandingkan kamar kost di Surabaya.

Baru 30 menit berbaring, ada pemberitahuan dari koordinator kalau sebentar lagi makan malam. Saya bersama Pak Sunaryo yang tinggal sekamar, langsung mandi bergantian. Lagi-lagi saya takjub, fasilitas kamar mandinya mewah. Mau pilih air dingin atau hangat ? Tinggal kita atur kerannya. Putar ke kiri, air yang keluar dari shower akan terasa hangat. Putar ke kanan, airnya menjadi dingin. Benar-benar dimanjakan.

[caption caption="Ruang makan hotel dipadati teman-teman B16 FKp Unair"]

[/caption]

Sehabis mandi, kami bergegas ke ruang makan di lantai 10. Riuh terdengar suara dari sana. Saya yakin, semua teman-teman lain sudah berkumpul. Di pintu lift, saya melihat angka 10 lebih dominan menjadi tujuan. Pada jam makan, lalu lintas penggunaan lift semakin padat. Harus sabar menunggu untuk mendapat giliran.

Benar saja, meja-meja makan sudah banyak terisi. Dari pintu lift, langsung saja kami mengantri makan. Mengambil piring, senduk dan garfu, lalu secara bergilir mencedok menu makan malam yang telah disediakan.

[caption caption="Antri mengambil makan"]

[/caption]

Makan malam yang benar-benar lahap. Menu yang disiapkan menggugah selera. Apalagi memang sedang lapar, banyak energi terkuras selama perjalanan. Kata orang, saat kita benar-benar lapar, makan nasi putih saja tetap terasa nikmat. Nah, yang kami nikmati saat itu dilengkapi dengan sayur dan lauk khas masakan hotel. Pokonya nikmat deh.

[caption caption="Semua makan dengan lahap"]

[/caption]

Selain menikmati makan, dari lantai 10 juga disuguhkan pemandangan kota yang menakjubkan. Lampu jalan dan dari gedung-gedung tinggi membantu suatu pola yang menawan. Kelihatannya sibuk sekali aktivitas di luar sana. Sungguh merupakan kesempatan yang luar biasa, kami bisa besantai ria sambil makan, lalu melihat orang-orang sibuk.

[caption caption="Pemandangan kota dari lantai 10 hotel tempat kami inap"]

[/caption]

Oh iya, perlu juga saya ceritakan perihal yang satu ini. Malam itu kami kedatangan tamu istimewa. Namanya Mas Ikhwan, dulu pernah menjadi bagian dari keluarga besar B16 FKp Unair. Karena beliau sudah lulus PNS, akhirnya cuti kuliah. Kini, dia bekerja sebagai perawat di RS Pusat Otak Nasional di Jakarta. Pertemuan ini semacam reuni dadakan.

 [caption caption="Yang bernama Mas Ikhwan itu yang di tengah. Kalau yang lain, cari tau sendiri namanya ya..."]

[/caption]

Malam I, Langsung Jalan-Jalan

            Sebelum meninggalkan ruang makan, koordinator kegiatan memberitahukan tentang kegiatan esok hari. Hal tersebut penting, karena merupakan hari pertama dimana kami akan mengunjungi rumah sakit. Koordinasi yang baik, memungkinkan semua kegiatan bisa berjalan sesuai rencana.

            Selepas koordinasi, kami diberi kebebasan. Bebas yang bertanggungjawab. Bisa jalan ke mana saja, asalkan lapor sama koordinator, dan yang paling penting ingat dengan jadwal kegiatan utama.

[caption caption="Pak Naryo sedang melakukan koordinasi dengan Pak Kenang sebagai pembimbing."]

[/caption]

Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh teman-teman. Ada yang pergi sendiri, berdua, bertiga, berkelompok kecil hingga besar, dijemput keluarga/pacar, dan sebagainya. Transportasi yang digunakan berbeda-beda. Ada yang menggunakan taksi, bajaj, sepeda motor (gojek), bus trans Jakarta, dan sewa mobil. Tujuannya juga berbeda-beda, dan itu tidak bisa diketahui.

Malam itu, saya dan teman sekamar (sekali lagi saya perkenalkan, Pak Sunaryo), lebih memilih tinggal di hotel saja. Biar tidak jenuh, kami keluar untuk menikmati suasana lingkungan sekitar hotel. Sekalian, saya ingin membeli peralatan tulis-menulis sebagai persiapan kegiatan kunjungan ke RS.

[caption caption="Menikmati kopi di pinggiran jalan Jakarta"]

[/caption]

Tidak jauh dari hotel, ada begitu banyak warung di pinggir jalan, dekat trotoar. Penasaran dengan nuansa ngopi di Jakarta, kami langsung memesan kopi hitam. Awalnya Cuma bertiga, yaitu saya, Pak Abas dan Pak Sunaryo. Tidak lama berselang, Ibu Kokom dan Pak Sam ikut bergabung. Menikmati kopi sambil memperhatikan sekeliling, melihat cewek-cewek yang baru pulang kuliah atau entah hendak kemana; melihat tukang ojek yang sibuk menawarkan jasanya; melihat hilir-mudik kendaraan yang memadati jalan; melihat gedung-gedung tinggi yang memancarkan cahaya lampu; singkatnya, menikmati malam pertama di Jakarta secara bermakna.

 [caption caption="Tampak depan hotel yang kami tinggali"]

[/caption]

Tiba-Tiba Ke Monas

[caption caption="Inilah teman-teman yang ikut ke Monas"]

[/caption]

            Sedang asyik menikmati tiap tegukan kopi, dari arah pintu hotel, keluarlah Mas Pujo, Wilda, Gatra, Krisna, Romadhon, Hamdan, Lucky, dan Ikhwan (mantan B16 FKp Unair yang sudah berdomisili di Jakarta dan sudah saya singgung sebelumnya). Lalu, dari kaum hawa ada Bu Novi, Mbak Cecil, Mifta, Yeni, Lina, DP, Elfani, Rini, Agida, dan Nining.

 

“Ayo Bang, ikut ke Monas”, Mas Pujo dan Wilda kompak mengajak.

“Naik apa ke sana ?”, saya bertanya denga ragu. Takut nyasar.

“Trans Jakarta. Ada Mas Ikhwan yang memandu, tenang saja”.

 

            Kami yang sejak tadi menikmati kopi, langsung bangkit dan mengikuti langkah rombongan Mas Pujo,dkk tadi. Tidak sempat lagi mampir ke kamar hotel untuk menyimpan botol air minum yang terlanjur dibeli. Terpaksa, saya jalan sambil menenteng air mineral ukuran 1500 ml, tanpa risih sedikitpun. Ini jakarta, siapa yang peduli dengan kita ?

[caption caption="Romadhon, Lucky, dan Pujo narsis di halte trans-Jakarta"]

[/caption]

            Kami menunggu bus trans-Jakarta di halte Grogol. Dengan bantuan Mas Ikhwan, kami membeli tiket menggunakan kartu khusus. Entah kartu apa, lupa saya konfirmasi sama dia. Hanya dengan menyentuhkan satuh satu sisi kartu pada sensor pintu, penghalang pintu terbuka, dan kami bisa masuk ke area tunggu.

            Tanpa menunggu lama, satu armada trans-Jakarta tiba-tiba berhenti di depan halte. Begitu penumpang yang turun keluar, kami segera masuk. Agak tergesa-gesa, takut ketinggalan lalu tersesat. Maklum, orang baru datang di kota metropolitan.

[caption caption="Situasi dalam bus trans-Jakarta"]

[/caption]

            Dalam bus, kursinya sudah diisi. Kami berdiri sambil pegangan pada gantungan yang tersedia. Terjadi kehebohan, karena tanpa sengaja beberapa teman cowok masuk ke area cewek. Sebenarnya bukan disengaja atau tidak membaca tulisan peringatan, hanya saja area cowok sangat padat, sementara area cewek cukup longgar. Apa salahnya digunakan, asal tidak berbuat asusila-kan ?

[caption caption="Area khusus cewek dalam trans-Jakarta"]

[/caption]

            Perlu diketahui, transportasi massa seperti trans-Jakarta belum ada di Surabaya. Kalau kami sedikit heboh, berfoto-foto dalam bus, itu semata-mata karena ingin mengabadikan pengalaman yang unik. Tidak ada maksud lain, apalagi kalau diduga sebagai pencitraan. Sungguh ter...la..lu...

[caption caption="Meski sesak dalam bus, narsis jalan terus"]

[/caption]

            Beberapa kali, bus yang kami tumpangi berhenti di setiap halte. Tidak lama, hanya memberi kesempatan pada penumpang yang hendak turun, dan mereka yang mau masuk. Sementara itu, kami yang berdiri sejak tadi seperti orang yang bergoyang saja. Bus yang melesat cepat di jalur khusus (Busway), kadang membuat kita terlempar jika tidak memegang erat.

[caption caption="Meski sesak dalam bus, narsis jalan terus"]

[/caption]

            Tiba di halte Monas, kami buru-buru keluar dari bus. Senang rasanya bisa tiba dengan selamat dan tak kurang satu anggotapun. Totalnya 24 orang, jumlah itu tetap sama saat pembelian tiket tadi. Hanya dengan berjalan kaki berapa meter, kami tiba di pintu gerbang Monas.

[caption caption="Foto bersama sebelum ke gerbang utama Monas"]

[/caption]

            “Apa mau dikate, ternyate udah tutup”, Mas Wilda mulai meniru logat betawi saat melihat gerbang Monas digembok rapat. Mau bilang apa, kami foto saja dari luar. Tapi, tunggu dulu. Di sana ada beberapa petugas keamanan yang sedang jaga.

[caption caption="Gerbang Monas ditutup. Foto dari laur saja..."]

[/caption]

            Mbak Rini, Mifta, dkk mulai melancarkan “rayuan” agar petugas mau buak gerbangnya. “Hanya untuk foto sebentar kok Pak. Ayo dong Pak, tidak lama kok, 5 menit juga cukup”, rentetan permohonan bertubi-tubi dilancarkan. Entah susuk atau pelet jenis apa yang mereka gunakan, pada akhirnya, petugas tadi luluh dan mau membuka gerbang. Walaupun tidak lama, kami puas bisa foto di Monas tanpa halangan terali besi.

[caption caption="Setelah berjuang, akhirnya bisa foto di dalam gerbang Monas"]

[/caption]

            Sudah. Hanya untuk foto saja kami nekat ke Monas. Selesai foto, kami langsung kembali ke hotel. Apalagi esoknya kami harus bangun subuh, agar tidak telat mengikuti kegiatan utama, mengunjungi 3 RS pusat rujukan nasional. Sekitar pukul 22.30, kami tiba di hotel. Langsung masuk kamar masing-masing, lalu tidur. Bersambung...

           [caption caption="Sebelum kembali ke hotel, foto bersama lagi"]

[/caption]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun