Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

14 Jam di Dalam Bus

22 Juli 2015   21:16 Diperbarui: 22 Juli 2015   21:42 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai...selamat pagi, atau siang, atau malam. Tergantung saat kapan Anda membaca tulisan ini. Itupun kalau ada yang mau baca, kalau tidak yang mungkin salam itu nantinya untuk diri sendiri. Pokoknya tulis sendiri, upload sendiri, dan baca sendiri. Itulah nasib penulis blog tanpa penggemar. Hmmmm....

 

Setelah beberapa minggu absen menulis di sini, hari ini kembali aktif. Kemarin sedang berlibur, termasuk rutinitas belajar menulis di blog juga diliburkan sementara waktu. Nah.., inilah saat menulis kembali. Mungkin tidak begitu penting, tulisan kali ini hanya menceritakan tentang pengalaman selama liburan.

 [caption caption="Ekspresi bahagia menyambut liburan"][/caption]

Melepas Penat

 

Saya yakin, apapun aktivitas atau pekerjaan Anda, pasti mengalami rasa jenuh, penat dengan semuanya itu. Jika sudah sering merasa pening, jantung berdebar-debar, tidak bersemangat, dll., itulah tanda kalau kita perlu istirahat, tinggalkan semua rutinitas dan melakukan hal-hal yang menyenangkan. Berlibur ke suatu tempat impian, bersenang-senang, dan manjakan diri sesuai keinginan.

 

Kebetulan, saya yang sedang menjalani praktik profesi ners (mahasiswa perawat) juga mendapat jatah libur lebaran. Bahagia mendengar kabar itu, apalagi waktunya selama 2 minggu. Akhirnya bisa melepaskan sejenak aktivitas menulis LP (laporan pendahuluan), melaksanakan dan mendokumentasi asuhan keperawatan dalam bentuk laporak kasus, dan rutinitas lainnya di tempat praktik.

 

Belibur ke Bali

 

Liburan kali ini saya putuskan untuk mengunjungi Pulau Dewata, Bali. Sudah sangat lama saya berkeinginan ke sana. Banyak yang bercerita tentang keramaian, keindahan, dan keunikannya. Bukan hanya cerita dari orang yang pernah ke sana, tapi dari berbagai tulisan atau berita di media massa juga jamak mengabarkan tentang Bali sebagai destinasi wisata. Bahkan saking terkenalnya, ada juga yang bilang, wisatawan manca negara lebih mengenal Bali dari pada Indoensia secara keseluruhan sebagai satu negara.

 

Cerita-cerita seperti itulah yang membuat saya penasaran cukup lama dan selalu berharap bisa ke Bali. Setelah memiliki dana dan waktu libur yang cukup, saya bulatkan tekat untuk mewujudkannya.

 

Ternyata saya tidak sendiri, dua orang teman yang sama-sama mengikuti program pendidikan profesi ners Unair juga hendak berlibur ke Bali. Selain itu, kami juga memiliki kesamaan lain, yaitu sama-sama berasal dari NTT. Karena faktor usia, keduanya biasa saya panggil Kak Korry dan Kak Yomhi.

 

Ada satu lagi yang ikut berlibur ke Bali, namanya Kak Ati. Beliau juga dari NTT, dan berstatus sebagai mahasiswa magister kesehatan masyarakat di Unair. Jadilah kami berempat sama-sama berangkat.

 [caption caption="Bersama Pak Indra, partner ngobrol selama perjalanan"]

[/caption]

Surabaya-Bali: 14 Jam dalam Bus Travel

 

Moda transportasi yang paling modern, cepat, dan nyaman saat ini adalah pesawat terbang. Ada keinginan menggunakan pesawat terbang saat ke berangkat  Bali, tapi karena letusan Gunung Raung menyebabkan Bandara Ngurah Rai, Denpasar ditutup, kami memilih yang paling aman dan nyaman.

 

Kami akhirnya putuskan menumpang bus travel. Hari itu Senin, 12 Juli 2015. Dari Surabaya, bus yang bernama “Harlin Travel” berangkat sekitar pukul 18.00. Menurut Pak sopir, jika tidak ada halangan, maka bisa tiba di Bali sekitar pukul 08.00 atau 09.00 keesokan harinya (13/7). Waktu tempuh yang cukup lama tentunya.

 

Biar tidak bosan, kami mengalihkan perhatian dengan aktivitas sesuai keinginan masing. Kak Korry mendengarkan musik dari tablet dengan bantuan headset. Kak Yomhi sibuk chatting dengan Blackberry-nya. Kak Aty lebih fokus dengan masalah mabuk perjalanan yang sering dideritnya. Begitu masuk bus, Kak Aty langsung berusaha untuk tidur. Beliau lebih banyak diam. Mungkin sedang berupaya agar tidak mabuk lagi. Mereka bertiga duduk bersama pada deret kursi paling belakang.

 

Saya duduk tepat di kursi bagian depan mereka bertiga. Sesekali kami bercerita, tertawa bersama, lalu hening kembali karena asyik dengan aktivitas masing-masing. Sepanjang perjalanan, saya lebih senang menyaksikan pemandangan sekitar. Saya berusah toleh kanan dan kiri, siapa tahu bisa melihat hal yang unik.

 

Sesekali saya ngobrol sama penumpang yang duduk di deret kursi yang sama. Saat mereka tidur, ingin sekali membaca buku. Apa daya, lampu bus dimatikan selama perjalanan. Mau membaca lewat gadget, takut kehabisan daya baterai. Tidak ada fasilitas charger dalam bus tersebut. Terpaksa diam saja sambil menghayal.

 [caption caption="Singgah makan di Probolinggo"]

[/caption]

Hayalan saya buyar saat sadar bus menepi ke pinggir jalan. Di luar sana terlihat juga beberapa unit bus lain. Setelah dilihat, ternyata itu adalah sebuah rumah makan. Saya melihat ada tulisan Probolinggo pada papan nama warung itu. Sudah jelas kami berada di daerah mana. Kami dipersilahkan oleh sopir untuk turun makan.

 

Sempat berpikir tidak mau turun, sebelum berangkat dari Surabaya, saya sudah makan yang banyak. Masih kenyang. Namun, begitu tahu kalau makan di sana gratis –merupakan standar pelayanan armada travel selain snack-, terpaksa saya makan lagi. Biar tidak hilang percuma jatah makan malam itu.

 

Warung itu menerapkan sistem prasmanan. Setiap orang dipersilahkan mengambil nasi dan sayur sesuai kebutuhan masing-masing, asalkan mengambil lauk sesuai jatah yang telah ditentukan. Sistem tersebut sama dengan yang diterpakan oleh Mbok Ginuk, pemilik warteg langganan saya di Nginden-Surabaya.

 [caption caption="Sedang menikmati makan malam (Kiri-kanan: Kak Yomhi, Kak Korri, dan paling ujung kanan (bertopang dagu) Kak Aty"]

[/caption]

Saat makan, ternyata Kak Aty tidak sanggup makan sama sekali. Beliau masih takut sama kebiasaan mabuk naik kendaraan. Padahal, Kak Aty sudah mengambil nasi. Masa dibuang begitu saja ? Sekali lagi, dengan sangat terpaksa, saya bersama Kak Korry bergotong royong menghabiskannya.

 

Hmmm...super kenyang. Perjalanan dilanjutkan. Saat lambung penuh dengan makanan, maka aktivitas pencernaan secara kimiawai maupun mekanik semakin meningkat. Agar mendukung proses pencernaan tersebut, tubuh pun melakukan kompensasi, aliran darah ke lambung ditingkatkan. Efeknya, aliran darah ke bagian tubuh yang lain termasuk kepala sedikit berkurang. Karena aliran darah menuju kepala sedikit menurun, rasa ngantuk tidak tidak bisa ditahan lagi. Saya pun tertidur, meski sesekali kaget saat sopir melakukan manuver yang mengagetkan.

 [caption caption="Antrian bus dari Ketapang menuju Gilimanuk"]

[/caption]

Saya kembali terjaga begitu tiba di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Dari sini kami harus menyeberang dengan kapal ferry menuju Pulau Bali. Cukup lama kami mengantri, menunggu giliran. Saat itu, penumpang dan kendaraan dari Bali ataupun sebaliknya terlihat cukup padat. Maklum saat itu H-4 lebaran.

 [caption caption="Kendaraan yang baru keluar dari kapal ferry. Tampa pula Ibu penjual kopi."]

[/caption]

Karena cukup lama menunggu, Kak Aty mencari penjual kopi. Perlu saya jelaskan, Kak Aty tergolong pecandu kopi. Saya memang penyuka kopi, tapi kalau dibandingkan dengan Kak Aty, saya tidak ada apa-apanya. Saya hanya mampu 2 gelas per hari, sedengkan Kak Aty minimal 4 gelas per hari. Bayangkan saja.

 [caption caption="Ka Aty (duduk di belakang) tampak sibuk memanggil penjual kopi lewat kaca jendela bus"]

[/caption]

Dari kaca jendela bus, Kak Aty melihat seorang penjual kopi. Jaraknya cukup jauh. Biar mudah, beliau memanggil dengan cara berteriak. Kepalanya dicondongkan melalui kaca jendela bus, “Kooopppiii, kooopppiii, koooppiiii”, berulang kali dipanggilnya, tapi belum juga terdengar, sekali lagi, “kkkoooopppppiiii, kkkooooppi, kkkkooopppiiii”, lagi dan lagi. Belum juga ada tanda-tanda penjual kopi mendengar panggilan itu. Angin laut yang kencang, membuyarkan suara teriakan tadi.

 

Saya mengusulkan, “Coba jangan panggil dengan sebutan kopi, tapi panggil dengan sebutan Ibu”. Dari jauh terlihat orang yang menjual kopi itu wanita paruh baya.

 [caption caption="Keceriaan Kak Aty saat mendapatkan secangkir kopi. Kak Yomhi dan Kak Korri juga ikut berbahagia."]

[/caption]

Kak Aty kembali berusaha, “Ibbbuuu, ibbbuuuu, koooppppi, kooopppi, ibu kopi, ibu kopi, ibu kopi...”. Tidak terlihat ada respon. Kak Aty terlihat lelah berteriak, beliau diam beberapa saat. Anehnya, ibu penjual tadi jalan mendekati arah bus yang sedang parkir di pinggir dermaga. Karena jaraknya lebih dekat, Kak Aty dengan mudah memanggilnya. Terpancar senyuman bahagia dari wajah Kak Aty, akhirnya minuman ‘surga’ bisa juga didapat.

 [caption caption="Saya (Saver), narsis di dermaga Ketapang-Banyuwangi"]

[/caption]

Tidak lama kemudian, tibalah giliran kami menyeberang ke pulau Bali, tepatnya di Pelabuhan Gilimanuk. Waktu penyeberangan kurang lebih 1 jam. Begitu tiba di seberang, bus yang kami tumpangi terus membawa kami menuju Kota Denpasar. Benar perkiraan Pak Sopir, sekitar pukul 08.00 kami memasuki wilayah Kota Denpasar. Satu per satu penumpang diantar ke alamatnya masing-masing.

 [caption caption="Suasana dermaga Gilimanuk"]

[/caption]

Kami berempat hari terpisah, tempat menginap berbeda. Kak Korri, Kak Yomhi, dan Kak Aty turun di Jl. Ida Bagus, Gang rencong No. 10. Sementara saya tinggal sementara di daerah Ceningan Sari, Sesetan.

 

Baiklah, cerita awanya cukup sampai di sini dulu. Masih banyak hal yang akan saya ceritakan selama berlibur di Bali. Senang rasanya jika Anda mau membaca, apalagi kalau mau menunggu seri selanjutnya. Kalau tidak, ya....hati-hati saja ! Hehehehe, bercanda. Kalau misalnya tidak mau membaca, ya....mau gimana lagi ???

 

Oh ia, satu lagi. Maaf ada yang lupa. Sebelum berangkat dari Surabaya, saya menulis sesuatu di FB tentang libur lebaran. Biar bisa dibaca juga, lebih baik saya tambahkan di sini. Berikut tulisannya:

 

LIBURAN

Lebaran, ya liburan
Liburan, ya hiburan
Hiburan, ya jalan-jalan
Jalan-jalan, ya ditemani bacaan

Lebih asik kan, kalau ditemani makanan ?
Tapi seperlunya saja, biar tidak kegemukan
Seperti Yesus memberi murid-murid perutusan
Katanya, "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan".

Kita modifikasi, karena beda zaman
Minimal bekal yang membuat aman dan nyaman
Karena tak mungkin mambayar angkutan dengan senyuman
Bisa berakhir dengan ratapan

Asal jangan lupa kacamata
Biar tidak silau, lalu sebabkan buta
Yang penting lagi selalu tenteng kamera
Biar tak terlewatkan merekam indahnya Pulau Dewata.

[caption caption="Bekal utama yang saya bawa selama perjalanan"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun