[caption id="attachment_348936" align="aligncenter" width="448" caption="Berada di ketinggian 1830 m dari permukaan laut"]
Setelah mengambil beberapa gambar, saya mengambil kembali kamera dari si bapak. Seperti biasa, dia tidak meminta imbalan atau menawarkan kembali barang dagangannya. Saya semakin yakin, kalau bapak itu memang tulus membantu kami. Menghargai upaya yang telah dilakukannya, saya memutuskan untuk membeli souvenir yang dijual sebagai oleh-oleh ke Surabaya. Beliau tampak senang, begitu pula saya dan Lalonk.
Minum Bandrek
Setelah berpisah dengan bapak pejual souvenir tadi, saya dan Lalonk terus memotret secara bergantian. Tiba-tiba, hujan turun dengan lebatnya. Kami pun lari berteduh di salah satu tenda yang telah tersedia di sana. Banyak pengunjung yang memadatinya. Selain itu, ada pula penjaja makanan dan minuman.
[caption id="attachment_348937" align="aligncenter" width="336" caption="Penjual minuman bandrek"]
Perhatian saya tertuju pada penjual minuman ‘Bandrek’. Minuman ini sudah tidak asing lagi didengar dari Mang Saswi dalam acara Ini-Talkshow @NET TV. Biasanya, Kang Sule akan menanyakan Mang Saswi yang memegang segelas minuman, “Minuman apa itu ?”. Lalu, Mang Saswi akan menjawab dengan menyanyi, sbb:
Inilah adalah rauan herbal yang sangat berkhasiat,
Minuman hangat yang bikin badan-mu ngorejat,
Udin petot, udara dingin pengen meletot,
Badan pegel-pegel bisa langsung ngi-gel..
Reff: (dinyanyikan 2 kali)
Yo bandrek, oooo..
Cap jahe, ora-popo
Ini, Cuma seribu
Enak sama ubi cilembu
[caption id="attachment_348938" align="aligncenter" width="448" caption="Menikmati minuman bandrek"]
Meski sering mendengar lagunya, saya belum pernah coba meminumnya secara langsung. Karena penasaran, saya memutuskan untuk membeli. Apalagi cuaca sangat dingin di puncak gunung, minuman hangat sangat diperlukan tubuh. Namun, ada yang salah dari lagu Mang Saswi di atas. Ternyata harganya bukan Cuma seribu rupiah, melainkan saya membeli dengan harga Rp. 7.000 segelas. Cukup mahal terntunya. Apa karena dijual di lokasi wisata ya ? Meski begitu, saya tetap membeli, lalu segera mencicipinya. Wow.., ternyata memang sangat enak dan hangat. Apalagi diberi dengan campuran kelapa muda. Nikmat dan hangat.
Kebun Teh
[caption id="attachment_348940" align="aligncenter" width="336" caption="Berada di antara pohon teh"]
Setelah menikmati minuman bandrek, hujan kembali reda. Saya dan Lalonk kembali menjelajahi seputaran kawah sambil sesekali memotret. Setelah merasa puas, kami bersepakat untuk pulang. Saat meninggal pintu gerbang keluar, pandangan saya tertuju pada hamparan tanaman teh. Sangat menawan tentunya. Mengenai kebun teh ini, saya belum pernah melihatnya di NTT (daerah asal). Saat itulah pertama kali saya melihatnya secara langsung.
[caption id="attachment_348942" align="aligncenter" width="448" caption="Lalonk, di kebun teh"]
Kesempatan itu tidak saya sia-siakan. Saya meminta Lalonk untuk berhenti sebentar. Kami berdua memotret secara bergantian di sana. Pemandangan hamparan teh yang tertata rapi, menghasilkan foto yang indah. Bagi saya, perjalanan ini memberi banyak pengetahuan baru dan menyenangkan jiwa. Sekian saja untuk kali ini, ikuti terus cerita selanjutnya. Salam Kompasiana !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H