Memasuki era politik, partai-partai politik mulai mencari kandidat yang siap dijadikan pejabat demi mengusung nama partai untuk menduduki singgasana kekuasaan tertinggi.
Semasa berpolitik, sudah pastinya para kandidat memiliki maksud dan tujuan yang tersirat dalam akal dan pikiran mereka. Bahkan, cenderung menggunakan cara licik agar dapat kedudukan menjadi pejabat.
Ketika kampanye berlangsung, berbagai ucapan janji manis yang dilontarkan oleh kandidat untuk meyakinkan rakyat demi jabatan yang diharapkan.
Kendati demikian, rakyat tetap menyuarakan demokrasi dan memilih kandidat yang berkompeten. Namun dibalik itu semua, ada sebagian rakyat rela menjadi relawan kemenangan dari kandidat tertentu.
Setelah kedudukan didapat oleh para kandidat, kredibilitasnya sering dipertanyakan oleh rakyat. "Kemana janji dalam penyampaian visi misi saat kampanye?", karena banyak janji terlupakan sampai akhir priode masa jabatan.
Janji tinggallah janji, semua ucapan hanya kiasan untuk mengelabui rakyat demi sebuah jabatan. Padahal janji merupakan sesuatu yang harus ditepati, bukan diingkari.
Mengulas sejarah, sejak lengsernya sang proklamator kemerdekan dan Presiden ke-2 Negara Indonesia, mulai tumbuh benih-benih partai politik baru yang memecah belah suara rakyat. Mirisnya, sejak saat itu rakyat terbagi menjadi berbagai kelompok untuk mendeklarasikan kemenangan kandidat dari masing-masing partai politik.
Hingga kini, sebagian rakyat indonesia mencari kesempatan untuk ikut drama dari partai politik. Berharap jika kandidat yang didukung menang, pastinya akan dapat timbal balik dari pejabat baru yang berkuasa.
(Jabatan lebih utama dari pada tepati janji)
Penulis : Suhandro Tamaruz
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H