[caption id="attachment_188995" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Gagasan untuk membahas kata indo ini bermula dari pengamatan saya pada seorang tokoh publik yang dikenal dengan nama Johny Indo. Saya yakin bahwa Johny adalah namanya yang asli, sedangkan Indo adalah nama panggilan yang melekat kemudian karena dia memang seorang indo. Secara pribadi saya tidak kenal tokoh ini, tapi masarakat mengenalnya sebagai orang yang “serba-bisa”. Konon, Johny ini dulu adalah seorang preman, kemudian masuk penjara menjadi narapidana. Setelah keluar dari bui dia “pindah” profesi menjadi bintang film. Sukses sebagai bintang film karena didukung oleh penampilannya yang ngganteng seperti Janoko, namanya jadi masyhur sebagai selebriti. Sayangnya, “penyakit lama” nya tiba-tiba kumat. Ia kembali melakukan hal yang tidak terpuji, yang berujung pada vonis hakim yang menjebloskannya ke balik jeruji Lapas Nusa Kambangan untuk waktu yang cukup lama. Menurut kisah yang beredar, di dalam sel ini Johny Indo kemudian mendapat “wahyu”, entah dari mana dan dari siapa, yang lalu merubah nasibnya menjadi seorang Da’i. Diantara hal-hal yang menarik dari diri Johny Indo, selain dari perjalanan hidupnya yang penuh kontroversi ini adalah nama belakangnya, Indo. Dari mana asal-mula kata indo ini?
Didalam bahasa pergaulan sehari-hari, kata indo adalah kata keadaan atau adjective yang berarti peranakan, keturunan atau blaster (blasteran) dari pasangan orang tua yang melakukan perkawinan campuran. Cuma anehnya, kalau keturunan kawin-campur Indonesia-Belanda biasa disebut indo-belanda, hal itu tidak lazim pada keturunan kawin-campur antara pasangan Indonesia-Cina misalnya, atau Indonesia-Arab, atau Indonesia-Pakistan dan lain-lain. Benar ‘kan? Apakah Anda pernah mendengar istilah indo-cina? Indo-arab? Atau indo-pakistan, yang mengacu pada keturunan kawin-campur tersebut? Walaupun istilah tersebut tidak salah bila digunakan, namun yang lebih sering dipakai dalam hal ini adalah istilah peranakan, yaitu peranakan Cina, peranakan Arab, peranakan India, Pakistan, Jepang dan lain-lain. Eksklusifitas kata indo juga berlaku terhadap kata blaster. Keturunan kawin-campur antara orang Indonesia dengan orang Mesir misalnya, lebih lazim disebut blaster Indonesia-Mesir daripada indo-mesir. Yang lebih menyolok adalah bila kata blaster dirujuk kepada keturunan hasil kawin-campur antar hewan dari dua jenis yang berbeda. Contohnya, blasteran anjing antara jenis herder dan jenis bulldog. Masak mau dibilang indo-herder? Atau indo-bulldog?Ah, ada-ada saja.
Kata indo bukan kata asli Indonesia, tapi kata yang kita adopsi dari bahasa Belanda. Menurut Wikipedia, kata indo sudah masuk ke dalam kamus bahasa Belanda sejak abad 19. Sesuai dengan kaedah tata-bahasa yang berlaku, kata indo adalah sebuah kata-jadian yang belum (tidak) lengkap. Kalau diibaratkan sebagai sebuah kalimat, maka kalimat tersebut baru sampai koma, belum sampai titik. Contoh kata-jadian yang sudah lengkap adalah indo-belanda, indo-perancis atau bahkan indo-cina dan indo-nesia. Yang artinya kira-kira adalah “India” - Belanda, “India” - Perancis, “India” - Cina dan “India” – Nesia. Untuk dicatat bahwa kata “India” yang dimaksud disini bukan merujuk pada negara, atau bangsa India yang sekarang kita kenal, yang beribukota di New Delhi, tapi India Belanda (Hindia Belanda), yaitu negara atau bangsa kita yang tercinta, yang sekarang bernama Indonesia. Mengapa demikian? Agak panjang ceritanya. Sebagai bukan ahli sejarah dan bukan ahli bahasa, saya ingin membahasnya disini bersama Anda.
Benua Eropa dikenal sebagai benua tua, atau old continent yang peradabannya diakui sebagai asal-muasal peradaban manusia yang kita kenal sekarang di dunia secara luas. Sejak jaman dulu, sampai dengan awal abad ke 15, orang Eropa sudah melanglang buana. Tapi yang dinamakan buana pada waktu itu baru terbatas pada benua Eropa, Afrika dan Asia. Benua Amerika dan Australia belum ditemukan. Sesuai dengan peta geo-politik yang berlaku pada masa itu, orang Eropa hanya mengenal dua negara di Asia yaitu Cina dan India. Negara-negara lain di Asia tidak dikenal dan dianggap tidak ada. Yang mirip-mirip dengan Cina dianggap sebagai bagian dari Cina, dan yang mirip-mirip dengan India dianggap sebagai bagian dari India, termasuk negeri kita ini yang dulu belum ada namanya. Dimana letak kemiripan kita dengan India? Hanya orang-orang Eropa masa itu yang tahu. Menurut demografinya, bangsa India terdiri dari 2 (suku) bangsa, yaitu bangsa Aria dan bangsa Dravida, yang kedua-duanya tidak ada mirip-miripnya dengan bangsa kita. Kemungkinan besar, di mata orang-orang Eropa pada jaman itu, negara-negara seperti Vietnam, Laos dan Kamboja tidak mirip ke Cina dan juga tidak mirip ke India. Karena nama negara ini tidak dikenal, dan lokasinya berada di perbatasan antara China dan India, orang-orang Eropa menamakan negara-negara ini Indo China. Tidak heran bila Christopher Columbus pada waktu ia terdampar di kepulauan Bahamas pada tahun 1492 mengira bahwa ia sudah tiba di India. Begitu juga dengan Cornelis de Houtman pada waktu ia membuang jangkar di pelabuhan Banten pada tahun 1596, dia merasa bahwa ia sudah sampai di Indie (India). Bahkan sampai di akhir masa penjajahannya, Belanda menamakan negeri kita ini sebagai Oost-Indie (Hindia Timur) atau Nederlandsch Indie (Hindia Belanda). Orang Indonesia dulu disebut Indiesch. Kita, orang-orang Indonesia pada masa itu tidak punya, tidak tahu, dan tidak mengenal jati-diri kita sendiri sebagai bangsa. Selaku bangsa jajahan, kita nurut dan mau saja disuruh menyebut diri kita Indiesch atau bangsa Hindia Timur atau Hindia Belanda. Bayangkan, betapa kasian nya kita sebagai bangsa pada jaman itu. Menyebut jati-diri kita sendiri dengan nama yang diberi oleh penjajah, dan keliru pula! Seandainya kita memang harus menjadi India, mungkin satu-satunya orang yang senang cuma mantan Briptu Norman Kamaru saja, yang pintar berjoget Chayaa Chayaa, atau Ellya Khadam (alm) saja yang menggemari lagu Kuch Kuch Hota Hae? Suka atau tidak suka, faktanya adalah bahwa orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya menyebut tanah-air kita dengan nama India Timur, atau India koloni Belanda. Mungkin, ini mungkin lho, salah satu dari keturunan orang-orang Eropa yang pada waktu itu tidak bisa membedakan antara India dan negeri kita Justin Bieber, penyanyi ternama muda usia, warga negara Kanada, yang menyebut Indonesia sebagai random country. Dia tidak menyadari bahwa pada waktu nenek moyangnya menyebut kita “India”, negara Kanada belum ada, bahkan benua Amerikapun belum ditemukan.
Kembali ke istilah indo, ternyata bahwa pengertian kata indo dalam bahasa pergaulan sehari-hari tidaklah sama dengan arti kata tersebut menurut ilmu bahasa. Arti kata indo dalam kaitannya dengan nama Johny Indo adalah kependekan dari kata indo-belanda. Indo disini berarti sesuatu yang berhubungan antara “India” (maksudnya Indonesia) dengan Belanda. Huruf O ditengah sebagai penghubung adalah kaedah yang berlaku dalam bahasa Latin. Jadi, kata indo-belanda dalam bahasa pergaulan sehari-hari mempunyai arti yang sempit dan spesifik yaitu keturunan kawin-campur antara pasangan orang Indonesia dan Belanda. Tapi dalam arti yang lebih luas, indo-belanda adalah kata keadaan yang menerangkan sesuatu yang terkait atau berhubungan dengan Indonesia dan Belanda. Dulu pernah ada sebuah organisasi yang bernama Lembaga Persahabatan Indo-Belanda. Tapi kita jangan salah sangka, ini bukan sebuah organisasi yang beranggotakan orang-orang indo seperti Johny Indo, bukan! Ini adalah sebuah lembaga persahabatan antara orang-orang Indonesia dan orang-orang Belanda. Cara penamaan ini setara dengan istilah “franco-britanique” yang berarti sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antara Perancis dan Britania Raya. Contohnya adalah pada waktu ke dua negara ini bekerjasama didalam pembuatan pesawat terbang supersonic super canggih jenis Concorde, antara perusahaan Perancis, Aerospatiale dan perusahaan Inggeris, Bristish Aircraft Corporation. Di Inggeris juga ada istilah “Anglo-American” yang artinya bersifat Inggeris dan Amerika. Salah satu contoh lain adalah kata indologi yang berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang India. Kata ini bisa diurai menjadi ind-o-logi. Ind adalah singkatan kata India, o di tengah sebagai penghubung, dan logi berasal dari kata logos yang dalam bahasa Latin berarti ilmu. Hal yang sama dengan kata Sinologi, yaitu ilmu tentang Cina. Konferensi Asia-Afrika yang diadakan di Bandung, Indonesiapada tahun 1955 sering disebut sebagai Konferensi Afro-Asia.
Bagaimana dengan nama Indonesia? Menurut sejarah, sejak dulu kita sudah tidak “rela” disebut India, atau India Timur, apalagi India Belanda. Penamaan ini terasa begitu merendahkan harkat kita sebagai bangsa. Selain diberi nama (India) yang tidak menunjukkan jati-diri kita yang sebenarnya, kemudian diembel-embeli dengan kata Belanda sebagai kata-ganti empunya, benar-benar menempatkan kita pada kedudukan hanya sebagai obyek dan bukan subyek. Dilema yang dihadapi oleh nenek-nenek moyang kita pada masa itu cukup pelik. Secara individu mereka menyebut diri mereka sesuai dengan suku-suku dari mana mereka berasal. Ada yang Jawa, ada yang Ambon, ada yang Menado, atau Minangkabau dan seterusnya. Tapi berhadapan dengan sistim pemerintahan Hindia-Belanda, mereka tidak punya pilihan lain selain mengaku sebagai bangsa Indiesch. Apalagi dihadapan sistim hukum kolonial masa itu, mereka sesama “Indiesch” diperlakukan sama-sama lebih rendah daripada bangsa lain. Persamaan nasib inilah yang kemudian menimbulkan rasa persatuan diantara mereka. Akan tetapi mereka tidak tahu mau menyebut apa negara dan bangsa kita ini?
Adalah sekelompok mahasiswa Indonesia yang pada tahun 1920-an sedang menuntut ilmu di Negeri Belanda, yang tergabung dalam kelompok yang bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI, tapi bukan Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh Ir. Soekarno tahun 1927) dimana ikut aktif didalamnya Drs Mohammad Hatta dan Sjahrir, yang menemukan nama Indonesia. Mereka kemudian mendirikan Partij Indonesia (PI) atau Indiesche Partij. Kata indonesia diambil dari istilah yang mengacu pada kawasan India sebelah timur yang berbentuk kepulauan, atau yang kita kenal dengan sebutan Nusantara. Indo berasal dari kata India dan nesia berasal dari kata nesos yang dalam bahasa Yunani berarti pulau. Ada catatan menarik, kata nesos dalam bahasa Yunani ini mirip dengan kata nusa dalam bahasa Sanskerta yang sama-sama berarti pulau. Sebagaimana kita ketahui di kawasan Lautan Teduh ada banyak sekali kepulauan-kepulauan yang tergabung dalam kelompok Oceania, yang memiliki nama-nama dengan pola nomenklatur yang sama, yaitu kepulauan Polynesia (poly = banyak, nesos = pulau) yang terdiri dari banyak pulau-pulau, kepulauan Melanesia yang didiami oleh penduduknya yang berasal dari ras Melanesia, kepulauan Mikronesia (mikro = kecil) yang terdiri dari pulau-pulau kecil, dan disebelah baratnya, ada Indonesia yang berarti India kepulauan.
Yang menarik disini adalah bahwa wawasan sebagai negara dan bangsa bahari sudah tertanam sejak masa itu. Sayangnya, Bapak-Bapak para Pendiri Bangsa kita ini tidak menemukan namalain yang lebih pas daripada menamakan diri kita sebagai bagian dari India? Dulu Pakistan, Sri Lanka, dan Bangla Desh tidak mau menjadi bagian dari India, bahkan memisahkan diri dari India? Kok kita mau-maunya menyebut diri kita sebagai India? Tapi syukur alhamdulillah, nama Indonesia sudah tertanam di dalam jiwa bangsa kita sejak Sumpah Pemuda tahun 1928 dengan pengertian yang beda. Tidak ada lagi nuansa India di dalamnya. Buktinya? Banyak diantara kita yang sudah tidak tahu lagi bahwa kata atau istilah indo mengacu pada kata “India” yang berarti kita, Indonesia! Lebih jauh dari itu, kata indo sekarang lebih banyak dipergunakan sebagai singkatan dari kata Indonesia. Coba lihat nama-nama produsen makanan instan, nama distributor otomotif, perusahaan asuransi, dan lain-lain yang menggunakan kata indo baik didepan maupun dibelakangnya. Kata-kata indo tersebut sudah tidak terkait lagi dengan nuansa “India” seperti kata indo yang tercantum di kamus bahasa Belanda sejak abad 19 yang lalu.
Jakarta, 18 Mei 2012
Suhandi Taman Timur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H