Mohon tunggu...
Suhandayana Day
Suhandayana Day Mohon Tunggu... profesional -

PeGiat EDUMEDIART [ Edukasi, Media, Art ] antar institusi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Manuver Sesat: Toleransi Keberagamaan

20 Desember 2013   04:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:43 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di antara setting global yang kesohor, ialah diciptakannya konsepsi liberalisme, atheisme, sosialisme, pure sciences, rekayasa genetika, produksi pertanian buah tanpa biji, rekayasa bonsai, art for art, asas praduga tak bersalah, kapitalisme, legalisasi ‘perkawinan’ antar jenis kelamin, bank dunia pendukung valas, larangan / pembatasan emas sebagai bahan alat tukar dalam perniagaan, emansipasi wanita, women lib, kesetaraan gender, toleransi dalam keberagamaan, beberapa manuver kesepakatan praktek perdagangan pasar bebas, puluhan partai politik peserta pesta demokrasi, debat-promo mengenai sistim kalender masehi-hijriyah-china-dst, dan saran agar penyelenggaraan tata-negara tidak dikaitkan dengan konsepsi (hakikat) agama. Dalam prakteknya konsepsi buatan manusia tersebut jelas terbukti banyak menentang sunatulloh sehingga merusak hidup dan kehidupan alam semesta (natural facts). Bila mau menyelidik lebih cermat atas gerakan (beradab?) toleransi keberagamaan, pasti tidak akan menemukan jejak-azali ketauhidan. Ujung-ujungnya tetap ada pembelaan: agama ini paling benar! Dan hujatan: agama itu koq politheisme, dst. Bahkan suatu komunitas tumbuh subur menengahi perseteruan antar umat beragama, mengklaim sebagai kaum murtadin kafirun. Ekses berupa kekacauan ideologi (dan kulit peristiwa seakan sungguh terjadi pelanggaran hak asasi manusia) yang mewabah di berbagai aspek kehidupan di sini tak lepas dari siasat dan motivasi manuver sesat dalam skenario global 'serba toleran' termasuk saran halus (dengan batasan kabur) perlunya toleransi keberagamaan. Apa motivasi utama si pelaku setting meluncurkan isme-isme dan mengontrol isu sensitif (yang disangga peran media / propaganda terselubung dan sponsor perusahaan raksasa) agar di Indonesia terjadi kacau-balau secara sistemik, perlahan tapi pasti? Umumnya, penulis / reporter punya sense of news dari seputar dugaan, bahwa tentu mereka punya agenda / tujuan tersembunyi, agar terjadi peristiwa alih-perhatian (dead-squad) terhadap isu vital yang mengancam posisi penguasa. Agar masyarakat kita sebagian besar hanya akan tetap menjadi konsumen kebijakan pihak pemerintah asing, mengkonsumsi produk asing padahal kita bisa membuat sendiri atas gagasan produk ip-tek sendiri. Misi merusak karakter bangsa secara halus, paling tidak dikehendaki agar masyarakat pebisnis kita cukup berpartisipasi dengan cara mentoleransi satu dolar, yen, euro, real, peso, rupe, atau mata uang asing lainnya agak jauh di atas nilai dan/atau ‘tidak sama’ dengan Rp 1,- (Satu Rupiah).

.

.

Tak terasa black-setting itu menjulur di semua aspek kehidupan kita. Wal hasil, penonton (baca: masyarakat yang masa bodoh) malah nekat-buta mau-maunya jadi ‘pemeran pembantu’ sebagai pengacau ikutan (aksi demo pro LSM ‘X-mission’, pelaknat, memfitnah, dsb). Bahkan, penonton ada yang sial, jadi korban kekacauan buatan oknum dalam dan/atau luar negeri. Kalau sudah begini situasi dalam negeri (kekacauan berlabel SARA), tidakkah pekerjaan para penulis seperti anda dan saya perlu merambah job ekstra: investigasi menemukan sumber pengatur kekacauan (chaos setting)? Tidak hanya menganalisis sumber tulisan berbahan peristiwa permukaan (akibat, gejala, fakta sumir) saja, tapi jauh menyusup ke biji atau akar sumber sebab-musabab awal mengapa ada kekacauan. Langkah ini butuh pertimbangan khusus, kewaspadaan / kritis, dan kerja rapi.

.

*

Contoh topik investigasi (ayo kita garap bersama) :

  1. Berapa dan dari mana asal jumlah mata uang asing yang beredar bertahun-tahun di Indonesia?
  2. Apa pengaruh peredaran / arus mata uang asing terhadap sistim moneter Indonesia?
  3. Membangun Indonesia, mengapa tidak dimulai dari wilayah desa, gunung, hutan?
  4. Mengapa selama pelaksanaan sistim pendidikan jasmani-rohani bangsa hanya menghasilkan berdirinya bejibun tempat ibadah yang tidak signifkan dengan kebutuhan jamaah?
  5. Kapan toleransi ala liberalisme atas keberagaman dan keberagamaan mencapai puncak manfaat bagi kemaslahatan umat / bangsa Indonesia?

… silakan usul topik sesuai bidang minat anda / kelompok penulis.

.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun