Ā Ā .
Mereka pun bercerita tentang kehidupannya masing-masing, hingga sampai di tema: pindah tempat kerja. Semua sudah Mail curahkan. Kinda mengambil ancang-ancang, memilih kata-katanya yang paling lugas dan singkat tentunya.
"Mail, boleh Kakak kasih saran?"Ā
"Boleh lah Kak."
"Mail ini laki-laki, calon pemimpin. Coba hadapi hidup ini dengan tegar, layaknya seorang laki-laki sejati. Nangis, lelah, ngeluh, itu memang tak bisa dilepaskan dari manusia mana pun, kita pasti begitu kan?" Mail hanya mengangguk, memperhatikan.
"Enggak ada yang pernah melarang Mail untuk bertumbuh dan terus bertumbuh. Enggak - ada. Tapi ingat, di mana bumi dipijak,"
"Di situ langit dijunjung." Kata mereka serempak. "Nah itu, tau." Kinda tersenyum sinis, agak kecewa adik laki-lakinya seletoy ini. "Coba skin care itu jangan kayak artis, nih elu pernah tau artis ini," sambil nunjuk ke hpnya, Mail mengangguk.
"Enggak ribet dia, duitnya, yah kalau mau beli apartemen mah enteng. Tapi dia lebih milih hidup sederhana, rambutnya sendiri saja enggak pernah ke salon, pakai sampo biasa aja, nyuci baju sendiri, sukanya macul kalau pas balik kampung. Enggak pernah silau dengan gemerlapnya Ibu Kota.
"Bukan maksud gue ngerendahin elu, enggak. Cobalah berpikir panjang jauh sejauh-jauh mungkin, karena elu, mau nikah kan?" Mail mengangguk lagi, malu. "Kalau mau, cukup. Udah pernah belum kepikiran caranya punya rumah pribadi biar istri dan anak enggak kehujanan, kepanasan, mentalnya sehat dari omongan kedua belah pihak keluarga?" Makin bungkam Mail dibuatnya.
"Sekarang kan umur Mail udah 23, teman-teman yang ngajarin apa-apa barometernya adalah nominal yang tinggi, ganti." Mail menatap wajah Kakak perempuannya serius, tak rela dengan instruksi itu.
"Ashohib saahib, teman itu adalah orang yang paling menarik kita. Hati-hati, hiduplah dengan bagaimana kondisi dan gaya hidup orang tua elu. Laki-laki jangan kebanyakan skan skin care bae. Pertajam ilmu pengetahuan, pengalaman, relasi, apa lagi keimanan---itu yang terpenting. Jangan mikirin muka dan gaya mulu, itu mah belakangan. Paham ya?" Makin tertekuk muka si Mail.