.
Ā Ā Ā Kekhawatiran tiba di tengah lamunan pemuda itu. Tempat rahasia nyaman bawah tanah seperti tersisihkan, ada gemuruh yang hanya didengar olehnya. Apakah ini? Bukan hal penting kalau Ayah dan Ibu lebih memilih tetap berselisih? Apa juga gunanya?
Ā Ā Di rumah itu, tetumbuhan berserakan, suara saling meninggi, satu dengan yang lain saling menjatuhkan---seakan dia lah yang paling suci dari segala salah. "Kau Tahu! Kegatalankau itu merusak segalanya! Apa yang kau pikirkan, heh Ratmon! Kau masih punya telinga tidak?" Ibu hanya menatap bengis, sorot matanya tajam ke arah Aban.
Ā Ā Sakit menyakitkan, Ratmon melenguh dalam tampang kegarangan palsunya, gila! Seperti inikah dia!? Aku tak pernah menyangka perbuatanku itu akan begitu ditolaknya.Ā
Ā Ā "Sukhpbkds itu baru saja menikah, kau---iya aku tahu kau itu sudah 'PRO!' 'SUHU!' Tapi lihat! Punya mata kan kau ini!? Anakkau belum ada pengalaman sama sekali di domain barunya. Kalau mau memberi saran enggak usah pakai segala, 'kalau kamu tak ceraikan istrimu, Ibu tak rida lagi padamu.' Tak sadarkah kalau sikapmu itu racun!Ā
Ā Ā "Perasaankau saja yang dominan, otakkau entah kau taruh di mana! Mungkin saat ini dia, ah sangat mudah berlagak baik-baik saja di depan kau, aku. Tidak ada yang tahu ketika tak ada kita, dia menjerit, berteriak sekuat-kuatnya! Menangis sejadi-jadinya. Tega betul kau memutuskan perkaranya dengan nafsu perasaankau belaka. Keji." Baru Ratmon ingin bicara, Aban sudah pergi dengan gejolak amarah yang meletup-letup, seolah tak dianggap ada, istrinya ditinggal begitu saja.
Ā Ā Pamulang 210124, 10.12, h
alub
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H