Ā Ā Setenang-tenangnya laut, pasti ada juga masa bergejolaknya. Setentram-tentramnya keluarga dan rumah, tak mungkin jika tak ada konflik yang menghiasi. Sebagus-bagusnya persahabatan, ada saja percikan pertikaian, bahkan pengkhianat itu bisa tumbuh dan berkembang dari dalam diri kita masing-masing. Sebelum jauh mencurigai orang lain, waspada dan cegah diri dari yang keji lebih dulu dan utama.
Ā Ā Sehebat lingkungan menyergap mempengaruhi, kalau jiwa ini kuat, tentu akan terbentuk tameng penghalang dari yang tak diinginkan.
Ā Ā Cukup lama mereka terdiam. Aban pun jadi kikuk bersama lembaran-lemebaran tentang penjualan tanah. Ibu meninggalkan tempat tanpa sepatah kata, nampaknya dia tak mau membuat kericuhan lebih jauh lagi, terlebih terhadap anak semata wayangnya.
Ā Ā Kerenggangan sangat terasa begitu menyayat hati mereka. Ibu bingung harus berbuat apa, Ayah pun tak tega jika terus mengadakan pertemuan kegelapan bersama Sukhpbkds, sejatinya anak itu pun sudah paham beberapa kepingan dari peristiwa yang baru saja menimpanya. Penjelasan dari Aban malah makin memperkuat kebenaran tersebut.
Ā Ā Di lempengan bumi yang lain, Ladnemi dengan pekerjaannya yang tak menentu, kebengalan anak perempuannya yang pasti begitu-begitu saja, lesu menjalani hari. Rasa-rasanya anak seumurannya tentu sudah tahu lah siksaan di neraka nanti, tapi tetap saja ngebatu---bikin dongkol orang tua. Apa harus dihampiri rasa sakit yang mengantarkan kepada kematian, betapa rusuh dan acak-acakan hidupnya.
Ā Ā Cls, Senin 150124, 08.31, halub
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H