.
Ā Ā Cukup sulit juga untuk mengerti orang baru, yang---apalagi pihak sana terlalu tinggi harapan agar dimengerti. Setelah dia sedikit bercerita tentang kekusutan anak laki-lakinya.
Ā Ā Terlihat agak tenang. Teman barunya masih siap mendengarnya. "Kau tahu?" Katanya, jeda sejenak lalu lanjut lagi bicara, "anak itu sudah mati-matian berusaha, tapi apa daya. Lawannya komplotan iblis. Dan akhirnya dia mengibarkan bendera putihnya.
Ā Ā "Entah dia benar-benar lega, atau masih ada dendam yang urung usai. Atau ada sesal yang begitu---mendalam. Sebab telah banyak habiskan apa yang dipunya bukan pada tempatnya, seolah membuang-buang umur begitu saja.
Ā Ā "Aku sudah berapa kali menasehatinya. Selembut mungkin. Tapi nampaknya belum begitu berdampak. Biarpun dia tersenyum, aku paham, hatinya yang terdalam sedang menjerit tak karuan.
Ā Ā "Terlebih Mamanya lagi keras, menyuruhnya agar tak lagi bermain-main dengan iblis amanojaku. Kata Mamanya, 'masih berani kau coba bunuh diri, dengan mendekati iblis itu, yang sudah jelek, buruk pula perilakunya. NAJIS!
Ā Ā "'Maksud Mama, bukan berarti kau boleh bermain dengan iblis kalau iblis itu cantik, manis dan semisalnya. Berkawanlah dengan manusia Nak.'"
Ā Ā "Istriku tak kuat membendung tangis, anak lelakiku terdiam. Sekarang tubuhnya mengurus. Seolah tak terurus. Entah mimpi apa, aku pun heran Lad. Bisa-bisanya anakku nikah dengan iblis. I, in, ini sangat menyakitkan." Ladnemi menelan ludah, hampa.Ā
Ā Ā Aduh kawan baruku ini, kenapa!?
Ā Ā Pmg, 020124, 14.21, halub
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H