Ā Upaya sadar dan memyadarkan diri adalah bukan perkara mudah. Terlebih kalau sudah tertanam di ingatan paling mendasar bahwa tingkah laku yang sedang diyakini saat ini sangat benar dan sesuai jalur---padahal jauh dari waras.
"Yang penting usaha." Begitu kata Saltab ketika dia diingatkan oleh Bibinya. "Enggak gitu juga Tab. Harus dipersiapkan juga semuanya dengan se---baik mungkin. Jikapun keberhasilan telah ditakdirkan untukmu, kamu tentu akan meraih itu dengan sangat bangga, dari pada meraihnya dengan upaya yang biasa saja, bahkan cenderung meremehkan prosesnya.
"Bi, kenapa ya Bibi bawel banget. Saltab nih pingin hidup tenang. Bosan banget apa apa Bibi komentarin terus. Aku ini generasi strawberry," inginnya Saltab sambung bicara panjang lagi, tapi Bibinya menahan. "Sebentar Tab." Sambil merenggangkan telapak tangan kanannya di depan wajah Saltab."
"Terus kalau generasi strawberry kenapa?"
"Ya rapuh Bi. Emang rapuh masih butuh makna dan penjelasan lain, gimana sih Bibi ini." Bibinya menahan tawa, sambil mengangguk pura-pura paham.
"Iya bagus. Terus maunya kamu gimana?" Bibinya pun bersikap seolah tak tahu alur pikirannya.
"Ya, aku mau bebas saja, terserah apa saja yang aku lakukan. Lagian aku ini laki bi, bukan aki aki." Bibinya menahan tawa untuk yang kedua kalinya.
Bibinya berbailk badan, kembali melanjutkan aktifitasnya yang telah terjeda beberapa saat. Begitupun Saltab. Ā Ā
Aneh saja, kalau kalian menyaksikan perilaku Saltab, dia sudah tak punya orang tua, Bibinya berusaha merawat semaksimal mungkin layaknya seorang Ibu kepada anaknya, tapi Saltab yang telah berusia 16 tahun itu, tetap saja percaya diri, berkelakuan sesuka hati, seolah segala biaya hidup---dia seorang diri yang membiayai dan menyediakannya.
Saltab pergi menatap hp pemberian Bibinya untuk kesekian kalinya, earphone pun sudah terpasang, lanjut online lagi.
Ā Ā Cls, RTD, Jum'at 241123, 16.13, halub