Herry Wirawan tiba di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022), untuk menjalani sidang vonis.
Mestinya Herry Wirawan dihukum mati saja. Vonis hukuman seumur hidup yang dijatuhkan hakim atas Herry Wirawan raanya terlalu ringan.
Sekadar mengingatkan, ia pelaku pelecehan seksual kepada 12 santriwatinya. Dari penelusuran lebih lanjut diketahui angka korban menjadi 13 orang, lalu bertambah lagi menjadi 21 orang. Banyak sekali. Dari 7 korban santriwati lahir 9 bayi. Itu berarti, ulah Herry Wirawan menyebabkan 2 santriwati melahirkan sampai 2 kali. Selebihnya dalam kondisi hamil.
Vonis hukuman seumur hidup bagi Herry lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu hukuman mati. Padahal jelas, tidak ada hal yang meringankan dari tindakan bejat si predator mesum itu.
Vonis untuk Herry Wirawan dibacakan Hakim dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (15/2/2022). Peristiwanya terkuak di media dan menjadi viral pada 3 bulan lalu. Padahal laporan ke polisi sudah terjadi pada pertengahan 2021.
Merusak, Memberatkan
Hal buruk yang dilakukan Herry Wirawan yang memberatkan hukumannya, yaitu tindakan merusak fisik dan mental para korban, bahkan merusak perkembangan dan fungsi otak mereka. Para santriwati disebutkan berumur 13 sampai dengan 17 tahun, sedangkan peristiwanya berlangsung  selama 5 tahun terus-menerus.
Selama bertahun-tahun ia telah menjadi monster bagi para korban. Anak-anak perempuan dari perlosok Kabupaten Garut yang menjadi santriwatinya bukannya diajari ilmu agama layaknya lembaga pendidikan keagamaan yang lain, melainkan justru dituntun ke arah yang salah-sesat dan menyesatkan.
Hal lain yang memberatkan, tindakan amoral lelaki tersebut sangat mencoreng nama baik lembaga pesantren pada umumnya, dan integritas para pengasuh pontren pada khususnya.  Dugaan adanya  usaha menutupi skandal itu mungkin didasari pertimbanan menenggang perasaan geram para orangtua khawatir yang mengirim anak-anak mereka ke pesantren.
Belakangan diketahui, yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School di Bandung yang didirikan Herry Wirawan semata-mata untuk menutupi kedoknya sebagai predator. Lembaga itu dalam kurikulum, pangajar, maupun kondisi fasilitasnya sama sekali tidak dapat disebut sebagai pesantren.