Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Edy Mulyadi Si Ciut Nyali, Minta Maaf Sambil Ngeles

24 Januari 2022   16:36 Diperbarui: 29 Januari 2022   11:45 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption - Sosok Edy Mulyadi yang viral karena hina Kalimantan sbg "tempat jin buang anak" - makassar.tribunnews.com

Tetapi siapa tahu ia memang punya kemampuan supranatural. Punya pengalaman dan pengetahuan mendalam soal dunia jin, genderuwo, dan kuntilanak. Jangankan dengan manusia, dengan mahluk halus pun mungkin ia sudah biasa akrab bergaul.

Kemungkinan lain, jangan-jangan Edy Mulyadi termasuk sosok yang diistilah agama sebagai setan berwujud manusia?

*

Lepas dari soal tidak setuju ibukota negara dipindah, penulis kecewa betul pada sikap Edy Mulyadi. Belum sampai diasahkan mandau dan clurit, belum sampai ditantang adu kesaktian khas Suku Dayak dan suku Madura, ia sudah menyerah. Minta maaf itu pertanda kalah, salah, lemah, dan tak berdaya.

Padahal mestinya tetap saja tegar, teguh hati, menghadapi segala kemungkinan dengan kepala tegak, sampai semuanya terbukti benar-salahnya di pengadilan.  Bukan malah lunglai dan pucat-pasi. Kalau memang segitu saja nyalinya lain kali berpikirlah seribu kali. Cari kata-kata yang  tepat-sejuk-membujuk. Tampilkan sikap yang sopan bukan arogan, bernas bukan beringas, serius bukan bercanda, bijak bukan sekadar jual lagak, dari dilandasi hati-nurani penuh simpati dan empati, bukan justru dilandasi syahwat politik. 

Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Itu sebabnya, pikir dahulu pendapat, sesal kemudian tak berguna. Sekarang apa mau dikata?

Sambil menunggu proses hukum nanti, si Ciut Nyali mesti waspada. Kurang beruntung, bui sudah menanti. Barangkali di sana kelak ia dapat bertemu dengan para pengkhotbah yang punya banyak kosa-kata penuh kebencian, fitnah, adu-domba, kebohongan, kesombongan, dan aneka dalil berkedok agama. Bertemu pula dengan sampah masyarakat lainnya. Wallahu a’lam. ***

Sekemirung, 24 Januari 2022 / 21 Jumadil Akhir 1443
Sugiyanto Hadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun