Tetapi siapa tahu ia memang punya kemampuan supranatural. Punya pengalaman dan pengetahuan mendalam soal dunia jin, genderuwo, dan kuntilanak. Jangankan dengan manusia, dengan mahluk halus pun mungkin ia sudah biasa akrab bergaul.
Kemungkinan lain, jangan-jangan Edy Mulyadi termasuk sosok yang diistilah agama sebagai setan berwujud manusia?
*
Lepas dari soal tidak setuju ibukota negara dipindah, penulis kecewa betul pada sikap Edy Mulyadi. Belum sampai diasahkan mandau dan clurit, belum sampai ditantang adu kesaktian khas Suku Dayak dan suku Madura, ia sudah menyerah. Minta maaf itu pertanda kalah, salah, lemah, dan tak berdaya.
Padahal mestinya tetap saja tegar, teguh hati, menghadapi segala kemungkinan dengan kepala tegak, sampai semuanya terbukti benar-salahnya di pengadilan.  Bukan malah lunglai dan pucat-pasi. Kalau memang segitu saja nyalinya lain kali berpikirlah seribu kali. Cari kata-kata yang  tepat-sejuk-membujuk. Tampilkan sikap yang sopan bukan arogan, bernas bukan beringas, serius bukan bercanda, bijak bukan sekadar jual lagak, dari dilandasi hati-nurani penuh simpati dan empati, bukan justru dilandasi syahwat politik.Â
Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Itu sebabnya, pikir dahulu pendapat, sesal kemudian tak berguna. Sekarang apa mau dikata?
Sambil menunggu proses hukum nanti, si Ciut Nyali mesti waspada. Kurang beruntung, bui sudah menanti. Barangkali di sana kelak ia dapat bertemu dengan para pengkhotbah yang punya banyak kosa-kata penuh kebencian, fitnah, adu-domba, kebohongan, kesombongan, dan aneka dalil berkedok agama. Bertemu pula dengan sampah masyarakat lainnya. Wallahu a’lam. ***
Sekemirung, 24 Januari 2022 / 21 Jumadil Akhir 1443
Sugiyanto Hadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H