Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Minta Maaf Tapi Tidak Ikhlas, Ardes Goenawan Berkilah

29 Desember 2021   17:36 Diperbarui: 29 Desember 2021   17:40 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image captionPemain - Timnas Indonesia  selebrasi usai kalahkan Malaysia di piala AFF 2020 - nextren.grid.id

Sepengetahuan penulis, Ardes Goenawan bukan presenter andal. Bukan pula presenter sepakbola popular. Maka ketika ia berucap asal-asalan, bagi penulis, ya nggak ada pengaruhnya apa-apa. Sebenarnya. Tapi kok tampak aneh dan terasa asbun.

Ini soal nasionalisme. Soal kebanggaan sebagai anak bangsa. Meski sekadar pertandingan sepakbola. Pertandingan timnas antar negara-negara Asia Tenggara.

Cobalah tengok para supporter yang gegap-gempita, yang mewek, yang seperti orang histeris. Belum lagi yang berdoa, bersujud syukur, ramai-ramai menyanyikan lagu penyemangat entah lagu apa, dan seterusnya.  

Mudah menemukan sikap keberpihakan penonton Timnas ketika melawan Laos, Kamboja, hingga Malaysia dan Singapura pada Piala AFF Suzuki 2020. Sikap serupa dilakukan warga negara lain pada Timnas mereka.

Pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Singapura pada semifinal, Sabtu malam (25/12/2021), kiranya yang paling "gaduh dan riuh-rendah". Media massa, media sosial, maupun media online ramai-ramai menyoroti soal itu.

Tapi Ardes Goenawan, berkomentar di instagram, seperti tidak punya rasa empati sama sekali. Ia meremehkan Timnas. Ia memandang sikap penonton dan pemain lebay, sebagai berlebihan. Kayak jadi juara dunia saja. Pilihan kata-katanya tak pantas. Konyolnya, ia berterus terang mendukung timnas negara lain.

Rupanya ia meremehkan Timnas untuk mengikuti ungkapan mantan pemain sepakbola Malaysia Safee Sali, Pelatih Timnas Malaysia Tan Cheng Hoe, dan sejumlah pemain maupun pelatih negara Asean lain yang bernada serupa.

*

Ardes menganggap komentarnya itu tidak terkait dengan nasionalisme. Ia berdalih hanya ingin berpendapat secara obyektif. Secara permainan, katanya, Thailand dan Vietnam lebih baik. Tapi sekaliber apa sih pengetahuan dan analisisnya tentang sepakbola? Apakah ia juga pemain sepakbola? Apakah ia juga berkiprah sebagai penulis berita-reporter-presenter sepakbola andal?

Mestinya sejak Timnas menahan imbang Vietnam, pendapatnya mengunggulkan Vietnam tumbang. Dengan begitu ia akan berhitung lagi mengenai hal-hal situasional dan nonteknis penyebab Timnas mampu melaju ke semifinal, dan kemudian ke final. Apakah ia intens mengikuti sepak terjang pelatih Shin Tae-yong dan Timnas Indonesia selama ini?

Rasanya ia belum cukup memahami filosofi: bola itu bundar. Coba tanya tanggapannya ketika Arhan Pratama membuat gol hingga mengubah kedudukan menjadi 2 -- 2. Apa komentarnya ketika Nadeo Argawinata mampu menepis tendangan penalti Faris Ramli dari Timnas Singapura pada menit-menit sebelum pertandingan berakhir?

Jika ia tidak merasa tergetar dan sangat gembira, rasanya ia tidak cocok menjadi warga negara Indonesia.     

*

Anehnya ketika meminta maaf, dan mengklarifikasi, terasa betul sok bijak. Dengan melebar-lebarkan uraian, hingga tampak sekali ia tidak ikhlas, dan tidak mau mengakui kesalahannya. Ia tampak sangat bangga punya pendapat melawan arus. Padahal sebenarnya ia bisa menyampaikan dengan cara berbeda. Misal, Timnas akan kalah bila. . . . , dst.

*

Sikap dan komentar Ardes bila ditelusuri lebih jauh dapat saja menyangkut banyak hal lain. Misal, tentang kondisi sikap-mental dan kebanggaan kita dalam berbangsa dan bernegara. Jangan-jangan ia termasuk generasi milenial yang masih terpaku pada sikap inlander zaman kolonial? Menderita "minderwaardigheidscomplex" (Bld, kompleks rendah diri)?

Mungkinkah praktik politik identitas sejumlah elit politik selama ini telah merasuki dirinya hingga tak perlu ada lagi rasa hormat, merasa memiliki, dan apa lagi bela rasa terhadap bangsa sendiri? Parah. Tragis.

Penjajah mengintimidasi dan mengkondisikan bangsa jajahan seperti itu, dan setelah hampir 100 tahun penjajah pergi ternyata hasil karya mereka masih ada penganutnya.

*

Timnas Indonesia pada leg pertama final Piala AFF Suzuki 2020 malam ini (29/12/2021) belum tentu mampu menahan imbang Timnas Thailand Rabu. Sekadar menahan imbang pun tidak mudah.

Jadi, mari kita abaikan komentar Ardes yang meremehkan Timnas Indonesia, apapun alasan-dalih dan pembenarannya. Ia sudah minta maaf, meski tampak tidak ikhlas.

Mudah-mudahan ia tidak dibully netizen seumur hidupnya bila Timnas Indonesia nanti betul-betul menjadi juaranya.

*

Bagi para pendukung Timnas Indonesia di seluruh pelosok tanah air, jangan lelah mendukung dan berdoa. Beri semangat para pemain yang akan mati-matian berjuang di lapangan.

Beberapa pihak yang penuh harap Timnas menang. Selain doa, mereka juga menjanjikan bonus. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman akan memberi bonus rumah dua kepada Asnawi Mangkualam Bahar dan Irfan Jaya, yang sama-sama berasal dari Sulsel bila Timnas juara Piala AFF 2020

Gilang Widya Pramana dikenal sebagai Juragan 99 dan Crazy Rich Malang, sudah memberi bonus Rp500 juta kepada Timnas Indonesia atas capaian lolos ke final. Ia berjanji memberi Rp1 miliar Timnas menjadi juara.

Untuk menambah semangat skuad Garuda, Hotman Paris Hutapea melalui Holywings, tak mau ketinggalan. Ia menyiapkan bonus Rp1 miliar kepada Timnas Indonesia bila berhasil menjuarai Piala AFF 2020.

Mudah-mudahan masih banyak bonus dan hadiah untuk Timnas.

*

Kembali pada filosofi "bola itu bundar". Berbagai kemungkinan bisa terjadi. Cuma ada dua pilihan, menang atau kalah. Namun, bersikap optimistis dan penuh semangat untuk menang pasti jauh lebih baik. Ada nuansa nasionalisme di sana. Memposisikan diri kalah sebelum bertanding hanya pantas dimiliki para pecundang.

Kini saatnya lewat pertandingan sepakbola ketangguhan sikap-mental setiap warga bangsa diuji. Ternyata perjuangan membuang rasa rendah diri akut belum usai. Wallahu a'lam. ***

Sekemirung, 29 Desember 2021 / 24 Jumadil Awal 1443
Sugiyanto Hadi

Simak juga tulisan lain:
Pasal Berlapis untuk Tiga Anggota TNI AD yang Panik dan Gelap Mata
Timnas Indonesia Lengah Bikin Peluang Timnas Lawan Bikin Gol
Santukakka Channel, Komedi Situasi dan Hiburan Cerdas Anak-Anak Poso

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun